“Nak Mas masih suka bawa mobil...............?” Tanya Ki Bijak menanggapi pertanyaan Maula mengenai kenapa dalam kehidupan seseorang kadang terasa ‘melambat’, seperti penghasilannya turun, atau karirnya mandeg dan mengalami stagnasi dalam kehidupannya.
“Masih ki, meski tidak sesering dulu, ana kadang-kadang bawa mobil teman.......” Kata Maula.
“Apakah dalam berkendara, Nak Mas selalu menjalankan mobil dengan kecepatan yang sama..?”, apakah dalam mengemudikan mobil Nak Mas selalu memakai persnelling yang sama, misalnya selalu digigi empat.....?” Tanya Ki Bijak lagi.
“Tentu tidak ki, kecepatan ana hampir selalu berubah, kadang ana harus melambatkan laju kendaraan ana, karena jalannya berkelok, kadang ana harus menginjak rem karena ada kendaraan didepan, pun ana harus memindahkan transmisi sesuai dengan kecepatan atau kondisi jalan yang ana lalui............” kata Maula.
“Lalu, bagaimana seandainya Nak Mas memaksakan tetap dalam kecepatan tinggi, tanpa melihat kondisi jalan, misalnya Nak Mas tetap diposisi gigi empat ketika jalan menanjak, atau Nak Mas tetap dengan kecepatan tinggi ketika jalanan ramai dan padat dengan kendaraan lain.......?” Tanya Ki Bijak lagi
“Waah, kendaraan kita tidak akan bisa nanjak ki, kalau kita memaksakan diri tetap digigi empat ketika jalananya menanjak, dan kalau jalan padat kita tetap melaju dengan kecepatan tinggi, sangat riskan ki, bisa-bisa kita nyerempet kendaraan lain...........” kata Maula.
“Dari jawaban Nak Mas tadi, kita bisa mengambil pelajaran untuk menjawab pertanyaan Nak Mas dipermulaan, kenapa kadang kita merasakan kehidupan kita melambat...........” Kata Ki Bijak.
“Maksud Aki, laju kehidupan kita sama dengan kita berkendara, ki..........?” Tanya Maula.
“Tidak sepenuhnya sama, hanya agar kita lebih mudah memahami sesuatu, kadang kita memang memerlukan padanan atau analogi, mungkin tidak tepat seratus persen, tapi setidaknya kita bisa melihat gambaran yang lebih nyata dari sebuah permasalahan........” kata Ki Bijak.
“Kembali pada pertanyaan Nak Mas, jika kita merasakan kehidupan kita melambat, penghasilan kita turun, karir kita mandeg atau usaha kita mengalami kemunduran, sikapi dengan tenang dan bijak Nak Mas, jangan grasa-grusu, jangan panik, karena memang kadang kita harus berlaku demikian.......” Kata Ki Bijak.
“Seperti tadi Nak Mas katakan, kita kadang memang harus oper persneling kegigi yang lebih rendah, agar kita kuat nanjak, atau kadang kita juga harus menginjak rem dalam-dalam untuk menghindari tabrakan dengan kendaraan lain....”
“Pun demikian dengan laju kehidupan kita, dalam menjalani kehidupan ini, kita harus pandai-pandai membaca ‘peta jalan’ yang harus kita lalui, kita harus mampu melihat bagaimana kondisi jalan kehidupan yang kita hadapi, kita juga harus terampil mengendalikan ‘kemudi’ ketika kita harus sedikit berbelok atau menepi, kita juga harus lihai mengendalikan pedal gas dan pedal rem kehidupan kita secara tepat dan benar, dan satu hal yang pasti, jika kehidupan kita melambat, bukan berarti itu sebuah kejelekan....., dalam banyak kejadian, justru melambatnya kehidupan kita ini, akan menyelamatkan kita dari kecelakaan.....” Kata Ki Bijak.
“Contoh konkretnya begini Nak Mas, ketika kita diberi kemudahan oleh Allah, kondisi itu kira-kira sama dengan kita berkendara dijalan yang mulus dan rata atau dijalan tol, sehingga kita bisa memacu kendaraan kita dengan kecepatan tinggi, tapi dengan kecepatan yang tinggi, jalan yang rata, kadang kita terlena, atau bahkan kadang kita jadi ngantuk, dan itu sangat membahayakan, karenanya dijalan tol pun kadang sengaja diberi tonjolan untuk mengingatkan kita agar kita tidak mengantuk...............”
“Pun demikian halnya dengan kehidupan kita, ketika usaha kita lagi lancar, karir kita lagi berkembang pesat, gaji kita naiknya diatas rata-rata, kadang kita terlena, kadang kita berfikir bahwa kelancaran usaha kita semata karena usaha kita, kadang kita lupa dan berfikir bahwa pesatnya perkembangan karir kita semata karena ketrampilan dan kecakapan kita, atau ketika gaji ita naik diatas rata-rata, kita merasa sebagai karyawan terbaik, kita menjadi lupa, kita merasa bangga, kita menjadi sombong, kita menjadi terlena, dan itu sangat berbahaya Nak Mas......”,
“Karenanya, dengan kebijaksanaan-Nya, dengan kasih sayang-Nya, Allah memberikan ‘tonjolan-tonjolan’ pada jalan kehidupan yang kita lalui, berupa ujian, berupa kesulitan, berupa cobaan, berupa kondisi yang tidak kita senangi, dan itu samasekali tidak berarti Allah tidak sayang pada kita, justru dengan ujian dan cobaan itu, justru dengan kemandegan, justru dengan melambatnya laju karir dan kehidupan kita, semata untuk mengingatkan dan menyelamatkan kita agar kita tidak terlena dan tidak mengantuk sehingga membahayakan kita...........” kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana pernah mengalami hal itu, ketika semuanya mudah, ketika karir ana meningkat demikian pesat, ketika gaji ana jauh lebih besar dari yang lain, ana dihinggapi perasaan seperti yang aki sebutkan tadi..........” kata Maula mengenang kejadian yang pernah dialaminya.
“Dan kalau kemudian sekarang penghasilan dan karir Nak Mas tidak ‘sebaik dulu’, itu samasekali bukan berarti Allah tidak sayang lagi pada Nak Mas, justru dengan ‘teguran’ seperti itu, Allah mengingatkan Nak Mas agar tidak terlena dengan apa yang sudah Nak Mas dapat, justru seharusnya Nak Mas harus semakin dalam menundukan hati Nak Mas untuk mensyukuri semuanya..........” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana mengerti, hanya kadang masih ada perasaan kenapa ana tidak bisa ‘secepat’ dulu ya ki..........” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula, “Bukan tidak bisa secepat dulu, tapi belum Nak Mas, dan itu wajar, bukankah ketika Nak Mas berkendarapun demikian, setelah laju kendaraan Nak Mas melambat atau menepi, Nak Mas tidak langsung bisa menggunakan percepatan tinggi, tapi gigi satu dulu, kemudian gigi dua, gigi tiga sebelum akhirnya Nak Mas bisa melaju dengan kecepatan penuh.......?’ Tanya Ki Bijak.
“Iya ki...........” Kata Maula pendek.
“Pun apa yang dialami Nak Mas sekarang ini, setelah Nak Mas ‘menginjak rem dalam - dalam’ dan bahkan berhenti, Nak Mas pindah kerja, Nak Mas harus menapaki karir Nak Mas satu demi satu, dari staff dulu, kemudian insya Allah naik lagi, hingga akhirnya Nak Mas bisa mencapai level dimana Nak Mas dulu berada......., mungkin bisa saja Nak Mas langsung mendapatkan penghasilan dan posisi yang setidaknya sepadan dengan apa yang Nak Mas peroleh dulu, tapi menurut Aki akan sangat riskan........” kata Ki Bijak.
“Kenapa ki..........?” Kata Maula.
“Ketika Nak Mas langsung memakai percepatan empat setelah Nak Mas berhenti, akan sangat mungkin kendaraan Nak Mas mengalami kerusakan, karena gigi dan kecepatanya tidak seimbang, pun demikian dengan Nak Mas, ketika Nak Mas langsung pada pendapatan dan posisi semula, sangat mungkin Nak Mas akan goyah lagi, tahajudnya tidak jalan lagi, kemasjid ogah-ogahan lagi, atau rasa mulia-nya muncul lagi....”,
“Jadi menurut Aki, apa yang Nak Mas alami sekarang sudah berada pada trek yang benar, Nak Mas sudah mulai menyadari perlunya kehati-hatian dalam menjalani kehidupan ini, Nak Mas mulai menyadari perlu adanya ‘tonjolan-tonjolan’, dan wajar kalau kemudian Nak Mas memulai laju kehidupan Nak Mas dari gigi satu, kemudian gigi dua dan seterusnya, setelah Nak Mas benar-benar sudah tahu medan yang akan dilaju, kecepatan berapapun, insya Allah, Nak Mas akan mampu melaju dengan stabilitas yang mantap.........” kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana mengerti sekarang ki, kalau kita berjalan pelan, bukan berarti kita kalah ya ki..........” Kata Maula.
“Seorang pengemudi yang handal tidak akan pernah berfikir bahwa menginjak rem dan melambatkan kendaraan adalah sebuah kemunduran, seorang pengemudi yang handal akan berfikir bahwa dengan menginjak rem dan melambatkan laju kendaraan, justru sebuah momentum untuk dapat melaju dengan kecepatan dengan akselerasi yang lebih tinggi, untuk kemudian menjadi pemenang sejati....................”Kata Ki Bijak lagi.
“Terima kasih ki, semoga ini menjadi bekal bagi ana untuk dapat menjadi pemenang sejati dalam menjalani kehidupan ini........” kata Maula.
“Amin, dan satu yang harus Nak Mas ingat, dalam perlombaan apapun, keselamatan adalah diatas segala-galanya, silahkan Nak Mas melaju dengan kencang untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupan Nak Mas, tapi diatas segalanya, Nak Mas harus mengutamakan keselamatan negeri akhirat sebagai terminal akhir dari perjalanan panjang ini.........” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, sekali lagi terima kasih, puji syukur kepada-Mu ya Allah.....” Kata Maula sambil menengadahkan wajahnya dan menadahkan tanganya kehadlirat ilahi, mulutnya komat-kamit memanjatkan do’a agar dikaruniakan keselamatan dan kesejahteraan selalu..............”
Wassalam
February 29, 2008
“Masih ki, meski tidak sesering dulu, ana kadang-kadang bawa mobil teman.......” Kata Maula.
“Apakah dalam berkendara, Nak Mas selalu menjalankan mobil dengan kecepatan yang sama..?”, apakah dalam mengemudikan mobil Nak Mas selalu memakai persnelling yang sama, misalnya selalu digigi empat.....?” Tanya Ki Bijak lagi.
“Tentu tidak ki, kecepatan ana hampir selalu berubah, kadang ana harus melambatkan laju kendaraan ana, karena jalannya berkelok, kadang ana harus menginjak rem karena ada kendaraan didepan, pun ana harus memindahkan transmisi sesuai dengan kecepatan atau kondisi jalan yang ana lalui............” kata Maula.
“Lalu, bagaimana seandainya Nak Mas memaksakan tetap dalam kecepatan tinggi, tanpa melihat kondisi jalan, misalnya Nak Mas tetap diposisi gigi empat ketika jalan menanjak, atau Nak Mas tetap dengan kecepatan tinggi ketika jalanan ramai dan padat dengan kendaraan lain.......?” Tanya Ki Bijak lagi
“Waah, kendaraan kita tidak akan bisa nanjak ki, kalau kita memaksakan diri tetap digigi empat ketika jalananya menanjak, dan kalau jalan padat kita tetap melaju dengan kecepatan tinggi, sangat riskan ki, bisa-bisa kita nyerempet kendaraan lain...........” kata Maula.
“Dari jawaban Nak Mas tadi, kita bisa mengambil pelajaran untuk menjawab pertanyaan Nak Mas dipermulaan, kenapa kadang kita merasakan kehidupan kita melambat...........” Kata Ki Bijak.
“Maksud Aki, laju kehidupan kita sama dengan kita berkendara, ki..........?” Tanya Maula.
“Tidak sepenuhnya sama, hanya agar kita lebih mudah memahami sesuatu, kadang kita memang memerlukan padanan atau analogi, mungkin tidak tepat seratus persen, tapi setidaknya kita bisa melihat gambaran yang lebih nyata dari sebuah permasalahan........” kata Ki Bijak.
“Kembali pada pertanyaan Nak Mas, jika kita merasakan kehidupan kita melambat, penghasilan kita turun, karir kita mandeg atau usaha kita mengalami kemunduran, sikapi dengan tenang dan bijak Nak Mas, jangan grasa-grusu, jangan panik, karena memang kadang kita harus berlaku demikian.......” Kata Ki Bijak.
“Seperti tadi Nak Mas katakan, kita kadang memang harus oper persneling kegigi yang lebih rendah, agar kita kuat nanjak, atau kadang kita juga harus menginjak rem dalam-dalam untuk menghindari tabrakan dengan kendaraan lain....”
“Pun demikian dengan laju kehidupan kita, dalam menjalani kehidupan ini, kita harus pandai-pandai membaca ‘peta jalan’ yang harus kita lalui, kita harus mampu melihat bagaimana kondisi jalan kehidupan yang kita hadapi, kita juga harus terampil mengendalikan ‘kemudi’ ketika kita harus sedikit berbelok atau menepi, kita juga harus lihai mengendalikan pedal gas dan pedal rem kehidupan kita secara tepat dan benar, dan satu hal yang pasti, jika kehidupan kita melambat, bukan berarti itu sebuah kejelekan....., dalam banyak kejadian, justru melambatnya kehidupan kita ini, akan menyelamatkan kita dari kecelakaan.....” Kata Ki Bijak.
“Contoh konkretnya begini Nak Mas, ketika kita diberi kemudahan oleh Allah, kondisi itu kira-kira sama dengan kita berkendara dijalan yang mulus dan rata atau dijalan tol, sehingga kita bisa memacu kendaraan kita dengan kecepatan tinggi, tapi dengan kecepatan yang tinggi, jalan yang rata, kadang kita terlena, atau bahkan kadang kita jadi ngantuk, dan itu sangat membahayakan, karenanya dijalan tol pun kadang sengaja diberi tonjolan untuk mengingatkan kita agar kita tidak mengantuk...............”
“Pun demikian halnya dengan kehidupan kita, ketika usaha kita lagi lancar, karir kita lagi berkembang pesat, gaji kita naiknya diatas rata-rata, kadang kita terlena, kadang kita berfikir bahwa kelancaran usaha kita semata karena usaha kita, kadang kita lupa dan berfikir bahwa pesatnya perkembangan karir kita semata karena ketrampilan dan kecakapan kita, atau ketika gaji ita naik diatas rata-rata, kita merasa sebagai karyawan terbaik, kita menjadi lupa, kita merasa bangga, kita menjadi sombong, kita menjadi terlena, dan itu sangat berbahaya Nak Mas......”,
“Karenanya, dengan kebijaksanaan-Nya, dengan kasih sayang-Nya, Allah memberikan ‘tonjolan-tonjolan’ pada jalan kehidupan yang kita lalui, berupa ujian, berupa kesulitan, berupa cobaan, berupa kondisi yang tidak kita senangi, dan itu samasekali tidak berarti Allah tidak sayang pada kita, justru dengan ujian dan cobaan itu, justru dengan kemandegan, justru dengan melambatnya laju karir dan kehidupan kita, semata untuk mengingatkan dan menyelamatkan kita agar kita tidak terlena dan tidak mengantuk sehingga membahayakan kita...........” kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana pernah mengalami hal itu, ketika semuanya mudah, ketika karir ana meningkat demikian pesat, ketika gaji ana jauh lebih besar dari yang lain, ana dihinggapi perasaan seperti yang aki sebutkan tadi..........” kata Maula mengenang kejadian yang pernah dialaminya.
“Dan kalau kemudian sekarang penghasilan dan karir Nak Mas tidak ‘sebaik dulu’, itu samasekali bukan berarti Allah tidak sayang lagi pada Nak Mas, justru dengan ‘teguran’ seperti itu, Allah mengingatkan Nak Mas agar tidak terlena dengan apa yang sudah Nak Mas dapat, justru seharusnya Nak Mas harus semakin dalam menundukan hati Nak Mas untuk mensyukuri semuanya..........” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana mengerti, hanya kadang masih ada perasaan kenapa ana tidak bisa ‘secepat’ dulu ya ki..........” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum mendengar penuturan Maula, “Bukan tidak bisa secepat dulu, tapi belum Nak Mas, dan itu wajar, bukankah ketika Nak Mas berkendarapun demikian, setelah laju kendaraan Nak Mas melambat atau menepi, Nak Mas tidak langsung bisa menggunakan percepatan tinggi, tapi gigi satu dulu, kemudian gigi dua, gigi tiga sebelum akhirnya Nak Mas bisa melaju dengan kecepatan penuh.......?’ Tanya Ki Bijak.
“Iya ki...........” Kata Maula pendek.
“Pun apa yang dialami Nak Mas sekarang ini, setelah Nak Mas ‘menginjak rem dalam - dalam’ dan bahkan berhenti, Nak Mas pindah kerja, Nak Mas harus menapaki karir Nak Mas satu demi satu, dari staff dulu, kemudian insya Allah naik lagi, hingga akhirnya Nak Mas bisa mencapai level dimana Nak Mas dulu berada......., mungkin bisa saja Nak Mas langsung mendapatkan penghasilan dan posisi yang setidaknya sepadan dengan apa yang Nak Mas peroleh dulu, tapi menurut Aki akan sangat riskan........” kata Ki Bijak.
“Kenapa ki..........?” Kata Maula.
“Ketika Nak Mas langsung memakai percepatan empat setelah Nak Mas berhenti, akan sangat mungkin kendaraan Nak Mas mengalami kerusakan, karena gigi dan kecepatanya tidak seimbang, pun demikian dengan Nak Mas, ketika Nak Mas langsung pada pendapatan dan posisi semula, sangat mungkin Nak Mas akan goyah lagi, tahajudnya tidak jalan lagi, kemasjid ogah-ogahan lagi, atau rasa mulia-nya muncul lagi....”,
“Jadi menurut Aki, apa yang Nak Mas alami sekarang sudah berada pada trek yang benar, Nak Mas sudah mulai menyadari perlunya kehati-hatian dalam menjalani kehidupan ini, Nak Mas mulai menyadari perlu adanya ‘tonjolan-tonjolan’, dan wajar kalau kemudian Nak Mas memulai laju kehidupan Nak Mas dari gigi satu, kemudian gigi dua dan seterusnya, setelah Nak Mas benar-benar sudah tahu medan yang akan dilaju, kecepatan berapapun, insya Allah, Nak Mas akan mampu melaju dengan stabilitas yang mantap.........” kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana mengerti sekarang ki, kalau kita berjalan pelan, bukan berarti kita kalah ya ki..........” Kata Maula.
“Seorang pengemudi yang handal tidak akan pernah berfikir bahwa menginjak rem dan melambatkan kendaraan adalah sebuah kemunduran, seorang pengemudi yang handal akan berfikir bahwa dengan menginjak rem dan melambatkan laju kendaraan, justru sebuah momentum untuk dapat melaju dengan kecepatan dengan akselerasi yang lebih tinggi, untuk kemudian menjadi pemenang sejati....................”Kata Ki Bijak lagi.
“Terima kasih ki, semoga ini menjadi bekal bagi ana untuk dapat menjadi pemenang sejati dalam menjalani kehidupan ini........” kata Maula.
“Amin, dan satu yang harus Nak Mas ingat, dalam perlombaan apapun, keselamatan adalah diatas segala-galanya, silahkan Nak Mas melaju dengan kencang untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupan Nak Mas, tapi diatas segalanya, Nak Mas harus mengutamakan keselamatan negeri akhirat sebagai terminal akhir dari perjalanan panjang ini.........” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, sekali lagi terima kasih, puji syukur kepada-Mu ya Allah.....” Kata Maula sambil menengadahkan wajahnya dan menadahkan tanganya kehadlirat ilahi, mulutnya komat-kamit memanjatkan do’a agar dikaruniakan keselamatan dan kesejahteraan selalu..............”
Wassalam
February 29, 2008
No comments:
Post a Comment