Friday, October 5, 2007

SIAPA MAU MENDAKI, IA AKAN TIBA DIPUNCAK

“Kenapa Nak Mas, kok kelihatannya lelah sekali.........”Tanya Ki Bijak

“Tidak apa-apa Ki, ana baru datang tadi, hanya sedikit lelah, jalanan macet sekali ki........” Kata Maula.

“Jangan mengeluh ya Nak Mas, anggap saja ini adalah anak tangga yang memang harus Nak Mas daki untuk tiba dipuncak...............”Kata Ki Bijak.

“Insya Allah Ki, meski memang agak berat ana menjalaninya.........” Kata Maula.

“Semoga tingginya undakan yang tengah Nak Mas titi ini, akan mengantar Nak Mas pada puncak tertinggi pula.......” Kata Ki Bijak.

“Begitukah sunnatullahnya ki...........?” Tanya Maula.

“Benar Nak Mas, begitulah sunnatullahnya, siapa yang mau mendaki, maka ia akan tiba dipuncak yang dituju, dan semakin tinggi ia mendaki, semakin tinggi pula puncak yang akan dicapainya.............” Kata Ki Bijak sambil tersenyum.

“Benar Ki, dulu ana suka naik gunung, semakin tinggi gunung yang ana daki, semakin berat rintangan menghalangi, semakin “puas” rasanya ana bisa tiba dipuncak gunung itu.............” Kata Maula mengingat pengalamannya dulu bersama teman-temannya.

“Ya seperti itu Nak Mas, sementara mereka yang tidak pernah mau mendaki, tentu mereka tidak akan pernah merasakan betapa nikmatnya tiba dipuncak...., pun demikian halnya dengan kehidupan kita, anggap saja apa yang tengah Nak Mas jalani sekarang ini adalah tanjakan terjal yang membentang disepanjang jalan kehidupan Nak Mas, tapi percayalah bahwa tidak ada gunung yang tidak berujung, setinggi apapun gunung itu, niscaya ia akan mempunyai puncak diatasnya, Aki senantiasa berdoa untuk Nak Mas bahwa suatu hari nanti Nak Mas akan tiba dipuncak tertinggi dalam perjalanan hidup Nak Mas.........” Kata Ki Bijak lagi.

“Amiin, terima kasih Ki, semoga ana diberi kekuatan oleh Allah untuk menjalani semuanya ki.........” Kata Maula.

“Memang demikianlah seharusnya, tidak akan pernah ada kapal yang sampai keseberang pulau, jika kapal itu takut menghadapi gelombang..........”

“Tidak akan pernah ada kabilah yang berdagang, jika mereka takut dengan badai gurun ditengah jalan..........”

“Tidak akan pernah ada kapal terbang, jika pilotnya takut ketinggian........., pun demikian dalam berbagai hal lainnya, tidak akan pernah ada “kehidupan” bagi mereka yang takut menghadapinya...........” Kata Ki Bijak.

“Jadi semuanya ada tantangannya ya ki...........” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, tak akan ada orang yang akan disebut pahlawan jika ia tidak pernah berperang menegakan kebenaran, tidak akan pernah ada predikat juara bagi mereka yang tidak mengikuti pertandingan atau perlombaan, tidak akan pernah ada orang yang “berhasil” jika ia tidak pernah mau menjalani ujian-ujian untuk menggapai keberhasilannya..........”Kata Ki Bijak.

“Lalu apa yang harus kita lakukan untuk dapat menaklukan semua tantangan yang akan kita hadapi ki...........” Tanya Maula.

“Pertama kita harus memiliki tongkat atau pegangan untuk telekan kita Nak Mas, dan sebaik-baik pegangan adalah keimanan yang kokoh kepada Allah swt......” Kata Ki Bijak.

“Kenapa keimanan menempati urutan teratas dalam persiapan kita ki.....” Tanya Maula.

“Keimanan yang kokoh merupakan sebuah buhul yang sangat kuat untuk menopang kita ketika kita limbung mendaki tanjakan yang terjal, keimanan yang kokoh merupakan temali yang kuat yang akan menahan kita dari keputus-asaan manakala kita terpeleset kedalam lubang-lubang curam sepanjang perjalanan kita, sekaligus merupakan “kendali” bagi kita ketika kita sudah benar-benar tiba dipuncak..........” Kata Ki Bijak.

“Kenapa kita masih perlu pegangan dan kendali ketika kita sudah sampai dipuncak ki........?” Tanya Maula.

“Karena ketika kita sudah sampai dipuncak keberhasilan, kita sering lupa diri, kadang kita berteriak histeris atau melompat kegirangan sebagai ungkapan kegembiraan kita, namun tak jarang ekpresi kebahagian yang berlebihan seperti itu melalaikan kita sehingga kita jatuh terpelanting karenanya, Nak Mas mengerti yang Aki Maksud..........” Tanya Ki Bijak.

“Ya ki, ana juga pernah beberapa kali menemukan orang yang seperti itu, ketika ia mendaki jalan kesuksesan, ia sangat berhati-hati sekali, pegangan dan temalinya selalu menyertainya, ia rajin memohon kepada Allah, baik kepada sesama dan sebagainya, tapi ketika ia sudah sampai dipuncak kesuksesan, ia melupakan semuanya, ia baru sadar lagi ketika dia sudah jatuh terpelanting kelereng kehancuran lagi.........” Kata Maula.

“Ya, seperti itu Nak Mas, nah dengan tetap memegang kendali keimanan yang kita bawa dari mulai dari kaki gunung, lereng, hingga kepuncak, insya Allah kita tidak akan menjadi sombong karena kita telah dipuncak, kita tidak akan lupa dengan apa yang telah menemani dan membantu kita selama perjalanan, sehingga ia bisa berada dipuncak keberhasilannya dalam waktu yang relatif lama sesuai yang ditentukan oleh Allah untuknya.........” Kata Ki Bijak.

“Jadi orang yang jatuh bangkrut atau miskin lagi setelah ia berhasil dan kaya, bukan semata-mata karena faktor dari luar ya ki, misalnya ana sering dengar orang yang mengkambing hitamkan orang lain yang mengakibatkannya......” Kata Maula.

“Kalaupun ada faktor dari luar, itu hanya sekedar cara Allah untuk mengingatkan mereka yang lalai Nak Mas, karena menurut hemat Aki faktor internal-lah yang paling berpengaruh terhadap kejatuhan atau kebangkrutan kita, seperti kita tiba-tiba bersikap lain terhadap teman atau saudara, intensitas waktu kita untuk Allah juga menjadi sedemikian sempit karena kesibukan kita, dan faktor-faktor internal lainnya, faktor-faktor internal itulah yang lebih dominan dari faktor eksternal yang Nak Mas sebut tadi.......” Kata Ki Bijak lagi.

“Lalu apa yang harus kita miliki untuk menghadapi ujian kehidupan kita ki.....?” Tanya Maula.

“Berbekallah dengan cukup, itu yang kedua..........” Kata Ki Bijak.

“Pasti bukan sekedar bekal makanan khan ki....?” Kata Maula.

“Benar, bukan sekedar makanan, dan sebaik-baik bekal adalah Taqwa kita kepada Allah swt...........” Kata Ki Bijak.

“Bukankah bekal taqwa itu dikaitkan dengan perintah haji ki.........?” Tanya Maula.

“Benar, ayat yang menyatakannya demikian, namun Aki melihatnya dari sisi lain Nak Mas, bahwa berbekal taqwa dalam pengertian kita mematuhi apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang juga applicable dalam setiap aspek kehidupan kita, karena dengan mematuhi apa yang telah Allah gariskan dalam perjalanan atau pendakian kita, insya Allah kita tidak akan terperosok kedalam jurang kegagalan, yang banyak menimpa mereka yang tidak mengindahkan larangan-larangan Allah swt.........” Kata Ki Bijak.

“Bekal selanjutnya adalah Ilmu Nak Mas........., ilmu ibarat senter yang akan membantu kita menapaki setiap tanjakan dengan selamat, ilmu akan menghindarkan kita dari bebatuan yang licin atau tajam dalam perjalanan dan pendakian kita, ilmu juga yang akan memberikan penerangan kepada kita tentang apa yang harus kita lakukan dan bagaimana cara melakukannya dengan baik dan benar, karena untuk mencapai puncak, kita tidak cukup hanya mengandalkan semangat yang besar saja, tapi juga kita perlu ilmu dan ketrampilan yang memadai untuk mencapainya.........” Kata Ki Bijak.

“Alhamulillah, lebih ringan beban ana rasanya sekarang ki, semoga benar bahwa ana tengah mendaki sekarang, dan semoga pula Allah memberi kekuatan dan menuntun ana untuk mencapai puncak keberhasilan, doakan ya ki..........” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, persiapkanlah selalu bekal yang tadi kita bicarakan, insya Allah setinggi apapun tanjakan yang akan Nak Mas lalui, akan bisa dilalui dengan selamat sampai puncak tertinggi................” Kata Ki Bijak.

“Amiin, semoga ya ki............” Kata Maula sambil menyalami Ki Bijak untuk pamitan.

Wassalam

October 04, 2007

No comments:

Post a Comment