Tuesday, October 2, 2007

SAATNYA 1X10 TERAKHIR

“Alhamdulillah, insya Allah besok kita akan memasuki fase 10 terakhir ramadhan ya ki............” Kata Maula

“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un...............” Kata Ki Bijak.

“Kok Innalillahi wa inna ilaihi raji’un ki.......?” Tanya Maula heran.

“Tidakkah kita merasa kehilangan dengan berlalunya 2 x 10 hari pertama ramadhan Nak Mas....?” Kata Ki Bijak.

“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, benar ki, tanpa terasa hari-hari agung itu telah berlalu dari kita ya ki..........” Kata Maula.

“Kita memang wajib bersyukur karena kita telah diberi kekuatan untuk melalui dan menjalani 2 x10 pertama ramadhan, tapi juga wajib merasa cemas dengan berlalunya waktu-waktu itu.....” Kata Ki Bijak.

“Kenapa kita harus cemas ki....?” Tanya Maula.

“Pertama kita harus merasa cemas dengan berlalunya waktu itu, adakah kita sudah melalui dan mengisinya dengan baik dan benar...?” Kata Ki Bijak.

“Alangkah ruginya kita kalau 2 x10 ramadhan kita yang hampir berlalu ini, sementara kita tidak bisa memaksimalkannya, karena waktu tidak mungkin bisa kita undur barang sedetikpun, kita tidak mungkin bisa menemukan waktu dan saat yang sama dengan apa yang telah kita lewati, itulah kenapa kita harus merasa cemas, jika kita telah kehilangan 2x10 hari pertama kemarin......” Kata Ki Bijak.

“Kedua, kita juga harus cemas, karena belum tentu kita dipertemukan lagi dengan waktu-waktu itu..........., karena tidak ada jaminan bagi kita bahwa kita akan dipertemukan lagi dengan ramadhan yang akan datang..............” Kata Ki Bijak.

Maula terdiam menyadari kebenaran ucapan Ki Bijak.

“Ki, adakah sesuatu yang bisa lakukan untuk menebus waktu-waktu yang telah berlalu ki.........” Tanya Maula.

“Meski tidak akan sama persis, tapi setidaknya kita bisa memaksimalkan 1x10 hari terakhir Nak Mas..........” Kata Ki Bijak.

“Bagaimana cara memaksimalkannya ki.....” Tanya Maula.

“Rasulullah memberi contoh bagaimana seharusnya kita memaksimalkan 1x10 hari terakhir ramadhan ini Nak Mas, yaitu dengan cara I’tikaf dimasjid........” Kata Ki Bijak.

“Iya Ki, beberapa tahun yang lalu ana pernah melakukan I’tikaf dimasjid At-tin, tapi sekarang ana harus kerja ki..........” Kata Maula.

“I'tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri, yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian syari'ah agama, I'tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr…., itu pengertian syar’i-nya…”,

“Namun yang jauh lebih penting adalah bagaimana hati kita tetap “terpaut dan menetap” kepada Allah, terlepas dari apakah kita berada dimasjid atau tidak…………” Kata Ki Bijak.

“Ada beberapa “kesalahan” yang umum kita temukan pada acara i’tikaf yang biasa dilakukan orang kebanyakan orang, mungkin benar secara lahiriah mereka berada dimasjid, tapi hati mereka kadang jauh entah berada dimana, amalan-amalannya pun banyak yang sama sekali tidak terkait dengan apa yang dicontohkan Rasulullah....”,

“Ada yang datang kemasjid, tapi tujuannya untuk mencari relasi bisnis, ada yang datang kemasjid tujuannya mencari teman, ada yang datang kemasjid hanya karena ikut-ikutan, sehingga meskipun secara lahiriah diam mukim dimasjid, handphone selalu berdering untuk urusan duniawi, pikirannya bercabang dengan urusan lebaran, pembicaraannya tak lepas dari masalah uang , dan masih banyak lagi amaliah yang dilakukan oleh mereka yang secara lahiriah berdiam dimasjid, tapi tidak mengerti pemahaman i’tikaf yang baik dan benar............” Kata Ki Bijak.

“Ki, bagaimana seharusnya melakukan i’tikaf yang benar......? Tanya Maula.

“Kalau memang kita memiliki waktu yang luang untuk beri’tikaf dimasjid, lakukanlah dengan niat dan cara yang benar sebagaimana tuntunan Rasulullah......., yaitu dengan berniat i’tikaf, berdiam diri didalam masjid untuk melakukan dzikir, tadarus dan tafakur serta dalam keadaan suci dari najis dan hadats..............” Kata Ki Bijak.

“Tapi kalau kondisinya seperti Nak Mas sekarang, setidaknya kita harus berusaha menjadikan semua tempat sebagai masjid, agar hati kita sebagai “menetap” disana untuk melakukan aktivitas I’tikaf, yaitu dzikir, tadarus, tafakur serta amaliah lain yang mungkin bisa dilakukan hati kita dalam upaya kita mengingat Allah, mudah-mudahan ini tidak akan mengurangi nilai penghambaan kita disisi Allah swt...........’Kata Ki Bijak.

“Mudah-mudahan ana tidak terlambat ya ki.....” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas, sekaranglah saatnya kita melakukan sprint di etafe terakhir, kita kerahkan seluruh potensi yang kita miliki untuk mencapai garis finish terdepan, jangan setengah-setengah, karena inilah momen terbaik kita untuk menggapai ridha-Nya, menjadi orang yang mendapatkan janji Allah sebagaimana yang tersimpul dalam huruf Ramadhan itu sendiri........” Kata Ki Bijak.

“Memangnya ada apa didalam huruf Ramadhan itu ki.........”Tanya Maula.

“Sebagaimana Nak Mas tahu, kata “Ramadhan” terdiri dari lima huruf, masing-masing “Ra” yang berarti “Rahmat, kemudian huruf “Mim” yang berarti “Maghfurah”, lalu huruf “Dhad” yang berarti “Dhamanun lil Jannah – jaminan surga”, Huruf “Alif” yang berarti “Amanuun min narr – terhindar dari neraka” serta “Nun” yang berarti Nurullah – cahaya Allah”, inilah yang Allah janjikan kepada mereka yang masuk finish dalam lomba Ramadhan dengan cara-cara yang sesuai dengan tuntunan syari’at dan hakekat yang benar.........” Kata Ki Bijak.

“Waah, hebat benar makna huruf ramadhan ya ki........” Kata Ki Bijak.

“Hal yang kecil sebenarnya, namum hal itu semakin menguatkan keimanan kita bahwa Ramadhan adalah sebuah bulan yang benar-benar didesign oleh Allah untuk kita yang mau mendapatkannya...........” Kata Ki Bijak.

“Siapa orang yang tidak mau ki...........” Tanya Maula.

“Banyak Nak Mas, tengok dijalan dan dipasar, diterminal atau diMal-mal, disana dengan mudah kita akan menemukan contoh orang-orang yang “tidak mau” mendapatkan ramdhan yang Allah siapkan untuk mereka..........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, pagi tadi saja ada sekelompok pemuda yang minum kopi ditengah-tengah jalan yang ramai, tak ada rasa risih apalagi merasa bersalah, ditengah orang-orang yang tengah melaksanakan shaum.........” Kata Maula, merujuk apa yang ditemukannya pagi tadi.

“Dan masih banyak lagi contoh-contoh seperti itu disekitar kita Nak Mas.......”Kata Ki Bijak.

“Untuk itu pandai-pandailah Nak Mas memilih teman dan lingkungan, karena teman dan lingkungan yang tidak steril dari bibit-bibit penyakit kesombongan seperti itu, berpotensi untuk menular dan menjangkiti orang-orang didekatnya............”Nasehat ki Bijak.

“Iya Ki...........” Kata Maula sambil pamitan.

Wassalam

October 02, 2007

No comments:

Post a Comment