“Baju baru Nak Mas....?” Tanya Ki Bijak.
“Alhamdulillah ki, kemarin ada lebihan rezeki, ana belikan baju ini, sekalian buat shalat lebaran ki..........” Jawab Maula.
“Syukurlah Nak Mas, semoga baju baru yang Nak Mas kenakan, juga akan memperbaharui keimanan dan ketaqwaan Nak Mas kepada Allah swt.....” Kata Ki Bijak.
“Insya Allah, amiiin.......” Maula mengamini do’a Ki Bijak.
“Aki sedikit prihatin ketika kemarin aki melihat seorang anak muda yang mengenakan kaos bergambar kepala setan ketika shalat tarawih, gambarnya sangat mengganggu sekali, selain warnanya merah, seringai gambar itu sepertinya kurang pantas untuk dikenakan ketika kita shalat..........” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, ana juga beberapa kali menemukan orang yang shalat dengan mengenakan pakaian seperti itu, ala kadarnya bahkan cenderung sembarangan....” Timpal Maula.
“Iya Nak Mas, masih banyak diantara kita yang lebih mementingkan berpakaian rapih ketika kita menghadiri undangan atau jamuan makan, hingga banyak diantara kita sampai bingung milih baju yang mana yang harus kita kenakan agar terlihat “pantas” dimata orang lain...., tapi justru kita hampir tidak pernah peduli dengan pakaian kita ketika kita hendak menghadiri “undangan Allah” untuk shalat.....” Kata Ki Bijak.
“Kadang kita shalat dengan baju yang lusuh sehabis tidur, kadang kita shalat dengan baju yang bau keringat sehabis olahraga, kadang kita pakai kaos oblong yang belel dimakan usia, end toh kita tetap merasa “percaya diri” dihadapan Allah, sementara ketika kita berpakaian seperti itu keundangan, pasti kita merasa tak punya muka karenannya.......” Sambung Ki Bijak.
“Iya ki, kadang kita sudah sedemikian pandai beretika dihadapan orang lain, tapi belum pandai beretika dihadapan Allah ya ki...........” Kata Ki Bijak.
“Kalau kekantor saja kita harus sedemikian rupa memperhatikan penampilan dan pakaian kita, tidakkah seharusnya kita lebih memperhatikan penampilan kita dihadapan Allah..........?” Kata Ki Bijak setengah bertanya.
“Ki, kalau ada orang yang beralasan “yang penting kan hatinya”, sehingga ia berpakaian ala kadarnya ketika shalat bagaimana ki......” Tanya Maula.
“Dari satu sisi, hal itu mungkin benar, tapi seperti yang pernah aki katakan pada Nak Mas beberapa waktu lalu, bahwa apa yang nampak pada kondisi lahiriah kita adalah juga cerminan apa yang ada didalam dada ini, apa yang nampak pada cara berpakaian kita, juga merupaka salah satu cerminan kondisi hati kita......”,
“Coba Nak Mas perhatikan ayat berikut ini;
31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid[534], makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
“Kadang kita terlalu mengedepankan asumsi kita sendiri, padahal dengan sangat jelas ayat diatas mengajarkan pada kita bagaimana seharusnya kita berpakaian, meski ukuran pakain terbaik dan indah itu berbeda untuk setiap orang...........” Kata Ki Bijak lagi.
“Kalau orang itu memang tidak memiliki baju baru atau orang tidak mampu bagaimana ki.....” Tanya Maula.
“Tidak harus baju baru atau baju yang mahal Nak Mas, seperti aki bilang tadi, ukuran indah itu berbeda bagi setiap orang, kalau memang baju terindah yang kita miliki itu hanya baju lengan pendek atau kaos, ya tidak apa-apa................., tapi yang aki maksudkan adalah mereka yang ketika ke undangan pakai batik yang mahal, mengenakan jas yang serba wah, atau dadakan beli baju baru, sementara ketika shalat atau datang kemasjid sama sekali tidak mempedulikan penampilannya, itu yang aki prihatin Nak Mas...........”Kata Ki Bijak
“Ki, pakaian model apa yang terindah untuk kita kenakan ki..........” Tanya Maula.
“Pakaian takwa Nak Mas...........” Kata Ki Bijak.
“Baju koko, ki.............” Tanya Maula.
“Nak Mas perhatikan lagi surat Al A’raf ayat 26;
26. Hai anak Adam[530], Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.
“Pakaian takwa itu pakain yang paling baik, terlepas dari model baju apa yang kita kenakan, selama kita membalut diri kita dengan nilai-nilai tauhid yang benar, kita mempercantik diri kita dengan sifat tawadlu dan tawakal serta senantiasa memperindah penampilan kita dengan dzikir dan tafakur serta taubat, insya Allah kita akan nampak indah dalam pandangan Allah swt.............” Kata Ki Bijak.
“Tauhid, tawadlu, tawakal, taubat adalah pakaian terindah kita ki...........?” Kejar Maula.
“Benar Nak Mas, nilai ketakwaan kita diukur dari bagaimana tingkat ketauhidan kita kepada Allah, dinilai dengan seberapa baik tawadlu kita disisi Allah, berapa intens dzikir dan tafakur kita kepada Allah serta berapa besar kesigapan kita untuk menggapai fasilitas taubat yang disiapkan Allah untuk kita, disamping nilai zuhud dan wara’ kita dalam pandangan Allah swt.......” Kata Ki Bijak.
“Jadi baju dan pakaian baru yang kita kenakan pada hari lebaran, seharusnya merupakan cerminan pembaharuan ketakwaan kita ya ki.........” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, shaum ramadhan ini seharusnya dapat kita jadikan mesin pencuci kotoran dan dosa kita atau untuk melepaskan “pakaian usang” kita yang lusuh dan robek karena goresan salah dan khilaf kita, setelah ramadhan, seharusnya kita sudah berganti pakaian dengan pakaian yang baru, dan sebaik-baik pakaian kita adalah pakaian takwa..............” Kata Ki Bijak lagi.
“Iya ki, rasanya menjadi mubazir kalau pakaian dan baju yang mahal yang kita beli, tidak diimbangi dengan keindahan ruhani kita ya ki.......” Kata Maula.
“Semahal apapun pakaian kita, sebagus apapun modelnya, atau siapapun perancangnya, ketika nilai baju lahiriah yang kita kenakan lebih berharga dari pakaian takwa kita, maka sesungguhnya kita adalah termasuk orang-orang yang merugi..............” Kata Ki Bijak.
“Ya Allah, perbaharui ketakwaan hamba kepada-Mu ya Allah, agar hamba tidak termasuk orang-orang yang merugi.................” Kata Maula
“Semoga Nak Mas, semoga baju baru ini akan juga menjadi pembaharu ketakwaan Nak Mas disisi Allah.............” Kata Ki Bijak.
“Amiiin............” Maula mengamini perkataan gurunya.
Wassalam
September 28, 2007
Friday, September 28, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment