“Innalillahi
wa inna ilaihi roji’un…..” Ki Bijak dan Maula hampir bersamaan demi melihat
banjir yang makin meluas, bukan hanya didaerah-daerah langganan banjir, tapi sudah
meluas,bahkan hampir merata diseluruh pelosok negeri.
Hening…,nampak
keprihatinan yang mendalam dari raut wajah kedua orang guru dan murid tersebut.
“Ki….;apakah
Allah sudah tidak lagi sayang sama kita Ki…?”Tanya Maula memecah keheningan.
“Astaghfirullah…,
kenapa Nak Mas bertanya seperti itu..?” Tanya Ki Bijak.
“Kemarin
ana baca disebuah berita, selama Januari ini saja, sudah 91 bencana alam yang
melanda negeri ini,padahal bulan ini belum lagi genap sebulan Ki……” Kata Maula.
“Nak
Mas…., ketika putra Nak Mas melakukan hal yang membahayakan dirinya, apa yang
akan Nak Mas lakukan pada putra Nak Mas tersebut..?”Tanya Ki Bijak.
“Tentu
ana akan menegurnya pelan-pelan Ki,ana nasehati dengan baik-baik, dan memberikan
penjelasan padanya bahwa apa yang dilakukannya tersebut berbahaya bagi dirinya….”Jawab
Maula.
“Kalau
kemudian putra Nak Mas tidak mengindahkan teguran,nasehat dan penjelasan Nak
Mas…?”Tanya Ki Bijak lagi.
Maula
sempet terdiam sejenak,sebelum kemudian menjawab; “Paling ana jewer Ki….” Katanya
kemudian.
“Bukankah
Nak Mas sangat menyayangi putra Nak Mas, kenapa Nak Mas menjewernya..?” Tanya
Ki Bijak.
“Justru
karena ana sangat sangat pada putra ana, ana tidak ingin anak ana mengalamai
kecelakaan karena perbuatannya yang mungkin dia belum mengerti….” Kata Maula
lagi.
“Nak
Mas..,perilaku sebagian kita ini masih kayak anak kecil, yang berbuat
seenaknya, tanpa mengindahkan keselamatan dirinya dan orang lain…..” Kata Ki
Bijak.
“Perilaku
sebagian kita masih seperti anak kecil Ki…?”Tanya Maula.
“Benar
Nak Mas…, penggundulan hutan yang semena-mena, pengurukan laut, pemapasan
gunung, peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya, pembuangan sampah
sembarangan, adalah sebagian kecil perilaku kekanak-kanakan yang tidak
bertanggung jawab, yang tidak memperhatikan keselamatan, baik itu keselamatan
dirinya, pun dengan keselamatan orang lain….”Kata Ki Bijak.
“Lalu
Ki….”Tanya Maula.
“Lalu
seperti apa yang Nak Mas lakukan terhadap putra Nak Mas, dengan kasih
sayangNya, Allah memperingatkan kita dengan firman-firmanNya bahwa telah kerusakan
yang nampak dimuka bumi ini yang diakibatkan oleh perbuatan tangan-tangan
manusia yang jahil, Nak Mas perhatikan ini ayatnya….” Kata Ki Bijak sambil
mengutip ayat Ar-rum:41;
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).
“Tapi kemudian manusia,
termsasuk mungkin kita didalamnya, tidak mengindahkan peringatan tersebut,
bahkan semakin semena-mena,semakin sombong,semakin angkuh,dan semakin merasa berkuasa,
sehingga wajar kalau kemudian kita ‘dijewer’ Allah dengan bencana banjir
seperti sekarang ini Nak Mas….”Kata Ki Bijak.
Maula
menghela nafas dalam-dalam mendengarkan penuturan gurunya;
“Iya
Ki…., memang banyak orang yang ngeyel dan merasa pintar, seperti malam tahun
baru kemarin Ki, di ibukota saja, berapa puluh panggung hiburan yang disiapkan
untuk menyambut pergantian tahun, dan isinya semua sama,
joget-joget,teriak-teriak, nyanyi-nyanyi,niup teropet dan puncaknya adalah ‘memberondong
langit’ dengan tembakan kembang api dan mercon,pantes saja langitnya pada
bocor, lha wong ditembaki pake mercon…!” Kata Maula.
“Iya
Nak Mas…, terlepas dari bocor atau tidaknya langit karena dentuman mercon dan
petasan, yang jelas,sekarang Allah tengah memperlihatkan kasih sayangNya kepada
kita bahwa perbuatan kemarin dimalam tahun baru itu sia-sia, mubazir dan bahkan
mengikuti perilaku setan yang gemar foya-foya dan takabur…..; coba kalau bukan
karena kasih sayang Allah, mungkin tembakan kembang api dan mercon kemarin
dibalas dengan hujan meteor, bisa apa kita..? dengan air hujan ini saja kita
sudah kalang kabut……, sementara Allah dengan sangat santun memperingatkan kita
untuk tidak bermaksiat kepadaNya….” Kata Ki Bijak lagi mengutip surat Al A’raf
ayat 55-56:
(#qãã÷$# öNä3/u %Yæ|Øn@ ºpuøÿäzur 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä úïÏtF÷èßJø9$# ÇÎÎÈ wur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) çnqãã÷$#ur $]ùöqyz $·èyJsÛur 4 ¨bÎ) |MuH÷qu «!$# Ò=Ìs% ÆÏiB tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÎÏÈ
55. Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri
dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas[549].
56. Dan janganlah kamu
membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.
[549] Maksudnya:
melampaui batas tentang yang diminta dan cara meminta.
“Iya
Ki…,sudah dikasih banjir saja masih ‘ngeyel’, pake acara modifikasi cuaca,
milyaran rupiah habis terbuang percuma, hanya untuk menuruti keangkuhan dan
kesombongan segelintir orang yang merasa hebat dan merasa mampu mengendalikan
hujan, emang hujan takut sama garam apa….” Kata Maula agak sengit.
“Iya
Nak Mas…; seharusnya kita bisa lebih arif dan lebih bijak dalam menyikapi ‘teguran’
ini, bukan dengan mengedepankan kesombongan dan merasa mampu….;tidak ada satu
tetespun air hujan yang akan turun kecuali dengan izin Allah, karena Dia_lah
yang Maha Mengatur dan Maha Berkendak, jadi kalau memang perlu menggunakan
teknologi, bahasanya yang santun, bahasa yang menunjukan keterkaitan kita
dengan Allah, bukan dengan bahasa-bahasa orang yang seolah-olah tidak bertuham,
bahasa orang yang mempertuhankan teknologi…..” Kata Ki Bijak lagi.
“Iya
Ki….;semoga banjirnya segera reda, dan semoga para elit kita ini segera
menyadari bahwa hujan itu bukan semata awan,hujan itu ada yang mengatur, dan
kemudian kita semua segera bertobat, jangan sampai hujan meteor benar-benar
terjadi karena kedurhakaan kita kepada Allah ya Ki….” Kata Maula.
“Semoga
Nak Mas….” Kata Ki Bijak mengakhiri perbincangan.
Wassalam;
21
Januari 2014
No comments:
Post a Comment