“Alhamdulillah..,
tenang rasanya kalau sudah shalat ya Nak Mas….” Kata Ki Bijak ba’da shalat
berjamaah bersama para santrinya.
“Alhamdulillah
Ki…..” Kata Maula pendek.
“Oh
ya Ki…, menyambung obrolan yang tadi mengenai dzikir, Aki tadi bilang kalau
orang yang sudah baca bacaan tertentu dengan sangat banyak, tapi belum
menunjukan perubahan itu artinya dzikirnya belum bener Ki…?” Tanya Maula
Setelah
berdiam sejenak, Ki Bijak kemudian melanjutkan wejangannya; “Dzikir itu secara
bahasa berarti Ingat Nak Mas….;
“Kalau
ada orang ingat hutang, dia juga sedang berdzikir, dzikir hutang namanya..”
“Kalau
ada orang ingat masalah pekerjaan, dia juga sedang berdzikir, dzikir pekerjaan
namanya..”
“Kalau
ada orang ingat masalah, dia juga sedang berdzikir,dzikir pada masalah
namanya…”
“Setiap
aktivitas untuk mengingat sesuatu, itu namanya ‘dzikir’…; dan dzikir seperti
inilah yang kemudian bukan membuat orang menjadi tenang, tapi justru membuatnya
semakin jauh dari Allah dan hatinya menjadi tidak tentram….., itu yang
pertama….”
“Yang
kedua, yang banyak orang masih salah dan menyamakan dzikir dan bacaan dzikir
Nak Mas….; Subhanallah, Alhamdulillah,Allahu akbar itu sebagian contoh bacaan
dzikir, tapi aktivitas dzikir lebih daripada sekedar membaca, karena dzikir
atau ingat itu bukan dengan mulut, tapi dengan ini dan ini….” Kata Ki Bijak
sambil menunjuk hati dan keningnya.
“Dzikir
itu dengan hati dan fikiran Ki…?” Tanya Maula memastikan.
“Benar
Nak Mas…., Hati dan Fikiran kitalah yang beri kemampuan untuk berdzikir,
kemampuan untuk mengingat Allah, sementara lisan kita itu ibarat starter, yang
berfungsi untuk ‘memancing dan menggerakan’ hati dan fikiran kita untuk
berdzikir….”
“Jadi
kalau yang dibaca tadi, terlepas dari apapun itu bacaannya, tapi hanya sebatas
menggunakan lisan, dan tanpa melibatkan hati dan fikiran kita,itu analoginya
seperti orang yang sedang manasin mesin kendaraan Nak Mas…, setelah distarter,
kemudian dibiarkan mesin hidup, tapi kendaraan tidak bergerak kemana-mana,
hanya diam ditempat…..;pun ketika ‘dzikir’ kita hanya menyebut-nyebut nama
Allah tanpa konsentrasi, tanpa memfungsikan hati dan fikiran untuk mengingat
Allah, dzikir kita belum bisa disebut dzikir,karena sekali lagi, yang diberi
kemampuan mengingat itu adalah Hati dan Fikiran kita, dan dzikir yang sudah
benar,dzikir yang sudah matang, akan menjadikan pengamalnya orang-orang yang
memiliki ‘kesadaran ilahiyah serta akhlaqul karimah yang natural dan tentu
memiliki ketentraman hati sebagaimana yang Allah maklumkan dalam surat Ar-Rad:28….”
Kata Ki Bijak panjang lebar sambil menutip ayat yang dimaksud.
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
“Selain itu, dzikir yang benar,
akan memiliki daya sembuh bagi hati yang sakit, bahkan ketika seseorang sudah
mampu dzikir dalam taraf tertentu, orang itu akan mampu ‘menghidupkan hati yang
‘mati’….” Kata Ki Bijak lagi.
Maula manggut-manggut
mendengarkan penuturan gurunya; “Akan halnya dengan dzikir amal amal Ki..?” Tanya
Maula.
“Dzikir
amal Nak Mas..?” Tanya Ki Bijak.
“Ya
Ki…” Kata Maula
“Amal
Shaleh itu adalah buah dari hati yang shaleh Nak Mas, Hati yang shaleh itu
adalah hati yang mampu mengendalikan fikirannya untuk senantiasa terhubung
dengan Allah dan fikiran yang memiliki kesadaran bahwa hidup adalah anugrah
yang harus disyukuri, dan salah satu bentuk syukur itu adalah dengan amal-amal
shaleh tadi Nak Mas….”
“Orang
yang hatinya selalu terhubung dengan Allah, orang yang fikirannya senantiasa
terhubung dengan Allah, niscaya akan melahirkan akhlaqul karimah tadi yang
kemudian diterjemahkan kedalam amaliah sehari-harinya….”
“Orang
yang hati dan fikirannya senantiasa bersama Allah, pasti dia akan menjaga
shalatnya dengan baik, itulah dzikir amal,amaliah shalat namanya…”
“Orang
yang hati dan fikirannya senantiasa bersama Allah, pasti tidak akan lalai akan
kewajiban zakatnya, itupun dzikir amal, amaliah zakat namanya…”
“Orang
yang hati dan fikirannya senantiasa bersama Allah, pasti dia akan memiliki
kepekaan social yang tinggi, ia suka menolong yang lemah, ia akan gemar
membantu orang yang membutuhkan, ia rajin bersedekah, ia rajin mengajarkan ilmu
kepada sesamanya, ia tidak akan pernah jenuh atau bosan untuk senantiasa
menambah ilmu dan amalnya, singkatnya ia akan mengabdikan dirinya pada Allah
dengan jalan membantu dan menolong mereka-mereka yang membutuhkan, itulah
dzikir amal Nak Mas….” Kata Ki Bijak lagi.
“Oooh
ana paham sekarang Ki….; sebaliknya, orang yang hati dan fikirannya senantiasa
bersama dunia, ketika ia kaya, ia akan menjadi kikir ya Ki…” Kata Maula.
“Ya
Nak Mas…, pun ketika seseorang hati dan fikirannya semata jabatan, maka ketika
ia berkuasa,maka ia akan semena-mena…”
“Orang
yang hati dan fikirannya melulu pekerjaan, dia akan menjadi budak dari
pekerjaannya…..”
“Orang
yang hati dan fikirannya melulu pada harta, maka ia akan menjadi budak
hartanya…dan seterusnya Nak Mas…..” kata Ki Bijak lagi.
“Ana
mengerti Ki….” Kata Maula
“Karena
itulah Aki tidak bosan-bosannya mengulang dan mengulang pelajaran dan latihan
dzikir ini, tujuannya tidak lain adalah agar hati dan fikiran kita benar-benar
terlatih untuk senantiasa mengingat Allah…..” Kata Ki Bijak lagi sambil
mengutip ayat mengenai dzikir dengan hati dan fikiran.
205. Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan
rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
“Alhamdulillah
Ki…tambah ilmu lagi….” Kata Maula.
“Ya
Nak Mas, menambah ilmu itu wajib, seperti juga wajibnya kita mengamalkan ilmu
yang sudah Allah karuniakan kepada kita…”
“Dan
Nak Mas harus ingat, ilmu kita itu bukan untuk berdebat, ilmu kita itu bukan
untuk dipamer-pamerkan, ilmu kita itu bukan karena kita ingin dianggap
alim,ilmu itu bukan karena kita ingin disebut ahli hadits dan lain sebagainya,
ilmu itu untuk diamalkan…..” Tambah Ki Bijak.
“Iya
Ki…, memang sekarang ini banyak sekali orang pandai Ki…, hafal ratusan hadits,
hafal puluhan ayat, tapi hanya sebatas bahan untuk berdebat dan pamer….” Kata
Maula.
“Pengetahuan
yang dipamer-pamerkan itu belum menjadi ilmu Nak Mas, itu baru wawasan,
sementara ilmu itu adalah pengetahuan yang kita pahami untuk kemudian kita
amalkan dengan baik, dengan benar, dan dengan ikhlas, itu baru ilmu namanya…..”
Kata Ki Bijak lagi.
“Iya
Ki….” Kata Maula menutup perbincangan sore itu.
Wassalam
08
Januari 2014
No comments:
Post a Comment