Monday, January 13, 2014

BANJIR (LAGI)

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un…..”Kata Ki Bijak dan Maula hampir bersamaan demi mendengar berita banjir, yang hingga sekarang sudah menggenang di lima wilayah ibukota Jakarta dengan ketinggian air yang bervariasi.

Kedua orang guru dan murid itu nampak dengan seksama mengikuti berita di TV yang hampir semuanya menampilkan berita banjir.

Sejurus kemudian, Maula memecah keheningan, “Ki…,benarkah banjir ini semata karena cuaca saja..?” Tanya Maula.

“Maksud Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki…,seperti tadi diberita itu,presenternya bilang banjir ini diakibatkan oleh cuaca buruk, cuaca ekstrim dan lainnya, seolah cuaca itu dijadikan kambing hitam atas semua kejadian banjir yang melanda…” Kata Maula.

Ki Bijak menarik nafas dalam-dalam demi mendengar penuturan Maula, “Tergantung siapa yang melihat dan dari mana sudut pandang yang ia pakai Nak Mas….”

“Seorang pakar cuaca, pasti akan mengatakan bahwa perubahan iklim, bahwa perubahan arah angin,bahwa pemanasan global dan lainnya_lah yang mengakibatkan curah hujan yang tinggi, sehingga kemudian mengakibatkan banjir seperti sekarang ini…”

“Sementara pakar lingkungan akan mengatakan, penggundulan hutan, alih fungsi lahan dan gunungan sampah yang memadari aliran sungai yang jadi biang keladi terjadinya banjir….”

“Lain lagi pendapat politisi, mereka tentu akan melihat adanya kebijakan tata kota yang salah, pemberian IMB yang asal kasih, yang penting ada uang, kemudian juga kebijakan pemerintahan terdahulu yang tidak konsen dengan masalah ini, dan lain sebagainya, yang menjadi penyebab banjir…”

“Begitu seterusnya, setiap orang akan melihat dan kemudian mendeskripsikan pandangannya sesuai dengan kapasitas dan keilmuan yang dimilikinya, dan semuanya secara lahiriyah mungkin benar demikian adanya….” Kata Ki Bijak.

“Hanya dalam pandangan Aki yang sempit ini, tidak ada iklim yang berganti dengan sendirinya, tanpa seizing Allah..”

“Tidak ada angin yang bergerak sendiri, tanpa seizin Allah…”

“Tidak akan ada satu tetespun air hujan yang turun kebumi, melainkan atas perintah Allah…”

“Sementara amburadulnya kebijakan pemberian IMB, kemudian budaya masyarakat yang tidak mengindahkan aturan,penggundulan hutan, adalah ‘wasilah’ untuk mengembalikan akibat buruk dari perbuatan mereka sendiri, yaitu dengan cara Allah mengirimkan banjir kepada mereka….”

41.  Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).


“Apakah kemudian kita boleh mengatakan Allah tidak sayang, tentu tidak, justru banjir ini adalah bentuk lain dari kasih sayang Allah kepada kita….….” Kata Ki Bijak lagi.

 “Perhatikan redaksi yang indah pada ayat diatas, “….agar mereka kembali (kejalan yang benar…”, karena memang selama ini kita selalu saja merasa benar dengan tingkah polah kita, selalu saja punya dalih untuk membenarkan perbuatan kita yang telah ‘melanggar’ hukum-hukum Allah…”

“Belum lama berselang, dengan bangga, masyarakat kita merayakan tahun baru, yang kalau diukur dengan kacamata syari’at, jelas-jelas tidak ada tuntunannya, tidak ada syari’atnya, tidak ada contohnya, tidak ada dalil al qur’annya, tidak ada dalil sunnahnya, dan bahkan bisa dikategorikan perbuatan mubadzir, perbuatan yang membuat setan tertawa terbahak-bahak tanpa harus peras keringat….” Kata Ki Bijak panjang lebar

“Aki bisa saja, masak setan peras keringat Ki….” Kata Maula dengan senyum mendengar penuturan gurunya yang bersemangat.

“Kemudian lagi, perang opini, perang urat saraf, saling caci, saling maki, saling lempar fitnah, seperti menjadi konsumsi keseharian masyarakat kita, dan celakanya para pelakunya adalah mereka yang sering menyebut dirinya orang terpelajar, orang terhormat, pejabat, pemuka masyarakat atau bahkan orang yang menasbihkan dirinya sebagai tokoh bangsa….”

“Kemudian lagi acara-acara TV yang isinya pamer aurat, mengumbar syahwat, praktek perdukunan, ramal-meramal, syirik, bahkan ada acara yang cari-cari hantu, dan acara-acara TV yang jauh dari kata mendidik, jauh dari kata-kata syar’I, jauh dari kata-kata tontonan yang patut ditonton…..”

“Belum lagi praktek korupsi yang makin menggila, yang makin menggurita, yang makin kasat mata, terang-terangan dilakukan oleh hampir semua kalangan, ada ustadz terjerat kasus korupsi, ada jendral kena kasus korupsi, ada ratu yang memimpin sebuah provisi, ada putri kecantikan yang juga terjerat kasus-kasus serupa….”

“Kesemuanya adalah bahan untuk dikoreksi, bahan-bahan untuk diperbaiki, yang kemudian Allah terjemahkan dalam bentuk teguran kecil seperti banjir sekarang ini…….” Kata Ki Bijak panjang lebar.

Maula menghela nafas dalam-dalam, “Alhamdulillah ya Ki, ‘hanya ditegur dengan banjir’, coba kalau ditegurnya pakai air bah, pasti hancur semuanya….” Kata Maula.

“Naudzubillah Nak Mas, jangan sampai Allah menegur kita seperti itu, karenanya segeralah kita berbenah, segeralah kita menyadari bahwa semua yang terjadi sekarang bukanlah semata fenomena alam,bukan semata karena cuaca buruk, tapi lebih dari itu sebuah warning dari Allah pada kita yang selalu saja lupa dan lupa untuk mensyukuri nikmatNya dan untuk menjauhi laranganNya…..” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya Ki,semoga banjirnya segera surut, semoga pula kita segera sadar, masyarakat kita segera sadar, pemerintah juga segera sadar, para pemimpin juga segera sadar, bahwa untuk menanggulangi banjir bukan sekedar mengeruk waduk, bukan sekedar membersihkan sungai dan selokan, bukan sekedar menyiapkan pompa air, tapi juga harus membenahi sisi manusianya ya Ki….” Kata Maula.

“Itu yang menurut Aki sebuah langkah bijak untuk menanggulangi banjir, fisik dan prasananya dibenahi, dijaga dan dirawat..,manusianya juga senantiasa diingatkan bahwa ada Allah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu….” Kata Ki Bijak.

“Iya Ki…”Kata Maula mengakhiri perbincangan.

Wassalam

13 Januari 2014 

No comments:

Post a Comment