“Innalillahi
wa inna ilaihi roji’un…..”Kata Ki Bijak dan Maula hampir bersamaan demi
mendengar berita banjir, yang hingga sekarang sudah menggenang di lima wilayah
ibukota Jakarta dengan ketinggian air yang bervariasi.
Kedua
orang guru dan murid itu nampak dengan seksama mengikuti berita di TV yang
hampir semuanya menampilkan berita banjir.
Sejurus
kemudian, Maula memecah keheningan, “Ki…,benarkah banjir ini semata karena
cuaca saja..?” Tanya Maula.
“Maksud
Nak Mas…?” Tanya Ki Bijak.
“Iya
Ki…,seperti tadi diberita itu,presenternya bilang banjir ini diakibatkan oleh
cuaca buruk, cuaca ekstrim dan lainnya, seolah cuaca itu dijadikan kambing
hitam atas semua kejadian banjir yang melanda…” Kata Maula.
Ki
Bijak menarik nafas dalam-dalam demi mendengar penuturan Maula, “Tergantung
siapa yang melihat dan dari mana sudut pandang yang ia pakai Nak Mas….”
“Seorang
pakar cuaca, pasti akan mengatakan bahwa perubahan iklim, bahwa perubahan arah
angin,bahwa pemanasan global dan lainnya_lah yang mengakibatkan curah hujan
yang tinggi, sehingga kemudian mengakibatkan banjir seperti sekarang ini…”
“Sementara
pakar lingkungan akan mengatakan, penggundulan hutan, alih fungsi lahan dan
gunungan sampah yang memadari aliran sungai yang jadi biang keladi terjadinya
banjir….”
“Lain
lagi pendapat politisi, mereka tentu akan melihat adanya kebijakan tata kota yang
salah, pemberian IMB yang asal kasih, yang penting ada uang, kemudian juga
kebijakan pemerintahan terdahulu yang tidak konsen dengan masalah ini, dan lain
sebagainya, yang menjadi penyebab banjir…”
“Begitu
seterusnya, setiap orang akan melihat dan kemudian mendeskripsikan pandangannya
sesuai dengan kapasitas dan keilmuan yang dimilikinya, dan semuanya secara
lahiriyah mungkin benar demikian adanya….” Kata Ki Bijak.
“Hanya
dalam pandangan Aki yang sempit ini, tidak ada iklim yang berganti dengan
sendirinya, tanpa seizing Allah..”
“Tidak
ada angin yang bergerak sendiri, tanpa seizin Allah…”
“Tidak
akan ada satu tetespun air hujan yang turun kebumi, melainkan atas perintah
Allah…”
“Sementara
amburadulnya kebijakan pemberian IMB, kemudian budaya masyarakat yang tidak
mengindahkan aturan,penggundulan hutan, adalah ‘wasilah’ untuk mengembalikan
akibat buruk dari perbuatan mereka sendiri, yaitu dengan cara Allah mengirimkan
banjir kepada mereka….”
41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).
“Apakah
kemudian kita boleh mengatakan Allah tidak sayang, tentu tidak, justru banjir
ini adalah bentuk lain dari kasih sayang Allah kepada kita….….” Kata Ki Bijak
lagi.
“Perhatikan redaksi yang indah pada ayat
diatas, “….agar mereka kembali (kejalan yang benar…”, karena memang selama ini
kita selalu saja merasa benar dengan tingkah polah kita, selalu saja punya
dalih untuk membenarkan perbuatan kita yang telah ‘melanggar’ hukum-hukum
Allah…”
“Belum
lama berselang, dengan bangga, masyarakat kita merayakan tahun baru, yang kalau
diukur dengan kacamata syari’at, jelas-jelas tidak ada tuntunannya, tidak ada
syari’atnya, tidak ada contohnya, tidak ada dalil al qur’annya, tidak ada dalil
sunnahnya, dan bahkan bisa dikategorikan perbuatan mubadzir, perbuatan yang
membuat setan tertawa terbahak-bahak tanpa harus peras keringat….” Kata Ki
Bijak panjang lebar
“Aki
bisa saja, masak setan peras keringat Ki….” Kata Maula dengan senyum mendengar
penuturan gurunya yang bersemangat.
“Kemudian
lagi, perang opini, perang urat saraf, saling caci, saling maki, saling lempar
fitnah, seperti menjadi konsumsi keseharian masyarakat kita, dan celakanya para
pelakunya adalah mereka yang sering menyebut dirinya orang terpelajar, orang
terhormat, pejabat, pemuka masyarakat atau bahkan orang yang menasbihkan
dirinya sebagai tokoh bangsa….”
“Kemudian
lagi acara-acara TV yang isinya pamer aurat, mengumbar syahwat, praktek
perdukunan, ramal-meramal, syirik, bahkan ada acara yang cari-cari hantu, dan
acara-acara TV yang jauh dari kata mendidik, jauh dari kata-kata syar’I, jauh
dari kata-kata tontonan yang patut ditonton…..”
“Belum
lagi praktek korupsi yang makin menggila, yang makin menggurita, yang makin
kasat mata, terang-terangan dilakukan oleh hampir semua kalangan, ada ustadz
terjerat kasus korupsi, ada jendral kena kasus korupsi, ada ratu yang memimpin
sebuah provisi, ada putri kecantikan yang juga terjerat kasus-kasus serupa….”
“Kesemuanya
adalah bahan untuk dikoreksi, bahan-bahan untuk diperbaiki, yang kemudian Allah
terjemahkan dalam bentuk teguran kecil seperti banjir sekarang ini…….” Kata Ki
Bijak panjang lebar.
Maula
menghela nafas dalam-dalam, “Alhamdulillah ya Ki, ‘hanya ditegur dengan banjir’,
coba kalau ditegurnya pakai air bah, pasti hancur semuanya….” Kata Maula.
“Naudzubillah
Nak Mas, jangan sampai Allah menegur kita seperti itu, karenanya segeralah kita
berbenah, segeralah kita menyadari bahwa semua yang terjadi sekarang bukanlah
semata fenomena alam,bukan semata karena cuaca buruk, tapi lebih dari itu
sebuah warning dari Allah pada kita yang selalu saja lupa dan lupa untuk
mensyukuri nikmatNya dan untuk menjauhi laranganNya…..” Kata Ki Bijak lagi.
“Iya
Ki,semoga banjirnya segera surut, semoga pula kita segera sadar, masyarakat
kita segera sadar, pemerintah juga segera sadar, para pemimpin juga segera
sadar, bahwa untuk menanggulangi banjir bukan sekedar mengeruk waduk, bukan
sekedar membersihkan sungai dan selokan, bukan sekedar menyiapkan pompa air,
tapi juga harus membenahi sisi manusianya ya Ki….” Kata Maula.
“Itu
yang menurut Aki sebuah langkah bijak untuk menanggulangi banjir, fisik dan
prasananya dibenahi, dijaga dan dirawat..,manusianya juga senantiasa diingatkan
bahwa ada Allah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu….” Kata Ki Bijak.
“Iya
Ki…”Kata Maula mengakhiri perbincangan.
Wassalam
13
Januari 2014
No comments:
Post a Comment