Thursday, January 9, 2014

HATI-HATI DENGAN MUATAN



“Nak Mas pernah lihat mobil kelebihan muatan seperti ini dijalan raya?” Tanya Ki Bijak sambil menunjukan sebuah gambar mobil yang oleng hampir jatuh.

“Bukan pernah lagi Ki…, hampir setiap hari ana lihat banyak mobil-mobil seperti ini, yang bawa sayuran,yang bawa mebel, yang bawa besi tua dan banyak lagi, memang ada apa dengan gambar mobil ini Ki….” Tanya Maula.

Ki Bijak menarik nafas dalam-dalam; “Menurut Nak Mas, apa yang mungkin akan terjadi dengan mobil yang overloaded seperti ini…” Alih-alih menjawab pertanyaan Maula,Ki Bijak justru memberikan pertanyaan lanjutan mengenai mobil kelebihan muatan.

Mau tak mau Maula segera memperhatikan gambar yang ditunjukan gurunya dengan lebih seksama, sesaat kemudian Maula menjawab;

“Yang jelas, mobil ini tidak akan bisa berjalan dengan cepat Ki….” Kata Maula.

“Lalu….?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Sangat beresiko untuk mengamali kecelakaan, seperti gambar ini, mobil ini sudah oleng dan bisa terbalik,kemudian yang sering ana lihat dijalanan, sering juga mobil yang kelebihan muatan seperti ini patah as, pecah ban atau bahkan masuk keparit karena sopirnya tidak bisa mengendalikan kemudi yang berat Ki….” Jawab Maula lagi.

Ki Bijak manggut-manggut; “Bagaimana kemungkinan mobil-mobil dengan muatan seperti ini untuk sampai ketempat tujuan Nak Mas….?” Tanya Ki Bijak lagi.

“Mobil-mobil dengan kondisi seperti ini, memiliki resiko yang jauh lebih besar untuk tidak bisa sampai ketempat tujuan dibanding dengan mobil yang tidak memiliki muatan atau muatanya standard…..” kata Maula.

“Boleh Aki simpulkan seperti ini Nak Mas,semakin banyak muatan,semakin banyak resiko dan semakin kecil peluang untuk sampai ketempat tujuan….;sebaliknya, semakin sedikit muatan,semakin kecil resiko,dan semakin besar peluang untuk sampai pada tujuan…?” Kata Ki Bijak.

“Iya Ki…,kira-kira seperti itu…..” Kata Maula yang masih belum menangkap kearah mana gurunya akan membawa analogi mobil overloaded ini.

Sejurus kemudian, Ki Bijak meneruskan pituturnya;

“Nak Mas.., ibadah kita ini ibarat mobil, ibarat ‘kendaraan kita’ untuk sampai kepada Allah……” Kata Ki Bijak dengan tenang.

“Ibadah kita ibarat kendaraan kita untuk sampai kepada Allah Ki..?” Tanya Maula.

“Ki Bijak mengangguk; “Benar Nak Mas….; shalat yang kita dirikan dengan ikhlas; adalah kendaraan kita untuk mendapatkan ridha Allah swt….”

“Zakat yang kita tunaikan, juga merupakan kendaraan kita untuk mendapatkan ridha Allah…”

“Shaum yang kita laksanakan,juga merupakan kendaraan itu untuk menggapai ridho,rahmat dan ampunan Allah….”

“Ibadah haji kita, adalah kendaraan kita untuk dapat mencapai jannahnya Allah….”

“Pun dengan ibadah-ibadah yang lain yang disyari’atkan,yang kemudian dilaksanakan dengan ikhlas, adalah kendaraan kita untuk dapat ‘sampai’ kepada Allah…..” kata Ki Bijak memberikan beberapa analogi.

“Lalu Ki…..?” Tanya Maula.

“Lalu kalau kemudian shalat kita ‘ditumpangi’ keinginan untuk disebut ahli ibadah alias riya, maka shalat kita sama dengan mobil yang dibebani muatan yang berlebih tadi Nak Mas.., akan menjadi ‘berat, gampang oleng dan sangat mungkin shalatnya tidak sampai kepada Allah…”

“Kalau kemudian zakat kita,’ditumpangi’ dengan keinginan untuk menjadi kaya,boleh jadi zakat kitapun seperti mobil yang kelebihan muatan, menjadi ‘berat,menjadi oleng dan mungkin tidak akan sampai kepada Allah, hanya sampai pada tingkatan menjadi ‘orang kaya’ didunia fana ini….”

“Kalau kemudian shaum kita, ‘ditumpangi’ dengan keinginan untuk menjaga nama baik dimata atasan,menjaga wibawa dimata bawahan,atau hanya karena ikut-ikutan atau malu kepada selain Allah, maka itupun seperti kendaraan yang membawa beban, shaumnya akan terasa berat, niatnya menjadi oleng,dan sangat mungkin shaumnya tidak akan sampai kepada Allah….”

“Pun ketika kita berangkat ke tanah suci Mekah, tapi kemudian keberangkatan kita kesana ‘ditumpangi’ dengan niat atau keinginan untuk mendapatkan gelar atau panggilan Bapak haji atau Ibu Hajjah;maka itu sama dengan kendaraan yang membawa muatan yang berat, gelar Haji dan Hajjahnya mungkin dapat, tapi belum tentu nilai ibadahnya tidak sampai kepada Allah…..”

“Pun ketika kita ber-qurban pada hari idul adha, tapi kemudian qur’ban kita ‘ditumpangi’ oleh muatan rasa malu ketetangga kalau tidak qurban;atau gengsi karena kita orang kaya, maka itupun sama dengan kendaraan yang membawa beban berat, nilai ibadah qurbannya sangat mungkin tidak sampai kepada Allah…..” Kata Ki Bijak panjang lebar.

Maula kembali memperhatikan gambar mobil yang nampak oleng karena kelebihan muatan yang tadi ditunjukan gurunya;

“Astaghfirullah……;ana juga masih merasa seperti itu Ki…, dalam shalat, ana masih sering kefikiran keinginan-keinginan kepada selain Allah…;pun ketika ana menunaikan zakat, ada saja rasa dihati ini sesuatu pengharapan kepada selain Allah….;astaghfirullah….astaghfirullah….” Kata Maula dengan nada berat, dirinya seperti dihadapkan pada sebuah cermin besar,kemudian dia seperti melihat kedalam cermin tersebut segala bentuk ibadah yang pernah dan telah dilakukannya selama ini, dan ternyata masih banyak coreng moreng, masih banyak yang buram, masih banyak yang ditumpangi muatan-muatan kepada selain Allah……

“Ki….; bantu ana untuk memperbaiki diri Ki…..” Kata Maula kemudian.

Ki Bijak tersenyum mendengar perkataan muridnya, “Mohonlah kepada Allah Nak Mas, semoga disisa umur kita kedepan, ibadah yang kita lakukan, benar-benar murni sebagai bentuk pengabdian kepada Allah semata, dan bukan karena hal lainnya.

Maula mengangguk pelan sambil kemudian memejamkan matanya, bermunajat kepada Allah agar diberi kemampuan untuk memperbaiki diri dan ibadahnya…………….

Wassalam

09 Januari 2014  

No comments:

Post a Comment