“Ki, insya Allah, dua hari berselang kedepan, bangsa kita akan genap berusia 62 tahun ya ki.....” Kata Maula
“Ya Nak Mas, sebuah bilangan usia yang cukup dewasa untuk kematangan sebuah bangsa......” Kata Ki Bijak.
“Ki, bagaimana kita memaknai kemerdekaan ini ki.....” Tanya Maula.
“Untuk dapat memaknai kemerdekaan, sebelumnya kita perlu memahami bagaimana proses kemerdekaan itu sendiri Nak Mas...” Kata Ki Bijak.
“Maksud Aki.........” Tanya Maula.
“Kemerdekaan bangsa ini, secara lahiriah adalah sebuah proses perjuangan yang dilakukan oleh generasi terbaik bangsa ini, mereka bahu membahu mengangkat senjata dengan sebuah tekad baja untuk mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan bangsa ini........”
“Mereka, para pahlawan ini, merupakan wasilah Allah untuk memerdekaan bangsa Indonesia dari tangan penjajah, tanpa berkat dan rahmat Allah swt, niscaya perjuangan segigih apapun tak akan mampu mencapai kemenangan, dan inilah yang harus kita pahami secara benar.......” Kata Ki Bijak lagi.
“Ki, apa yang membuat para pejuang itu mampu mengorbankan segalanya untuk mencapai kemerdekaan ini ki............” Tanya Maula
“Yang utama tentu keimanan yang kuat Nak Mas.....” Kata Ki Bijak.
“Iman yang kuat ki....?” Tanya Maula
“Ya Nak Mas, dengan keimanan akan adanya kehidupan akhirat, mereka yakin bahwa pengorbanan mereka adalah sebuah nilai luhur yang wajib mereka lakukan demi kemerdekaan, dan kalaupun mereka tidak sempat menikmati jerih payah pengorban mereka, toh mereka telah disediakan surga bagi para syuhada diakhirat kelak...........’ Kata Ki Bijak
“Tanpa itu, tanpa keyakinan akan adanya hari kemudian, niscaya mereka tidak akan berani berkorban sedemikian rupa, karena pengorbanan yang mereka lakukan , boleh jadi tidak akan dinikmatinya, karena mereka harus gugur dimedan laga..........” Kata Ki Bijak lagi.
Sambil menghela nafas, Ki Bijak meneruskan pituturnya;
“Aki jadi teringat dengan sebuah pelajaran yang Aki dapat ketika Aki menghadiri acara tasyakur sebuah pondok pesantren, dalam tausiahnya, Pak Kyai yang sangat kondang itu menceritakan hasil studinya ketika beliau mengajukan desertasinya, beliau mengatakan bahwa ketika tahun 1945, tiga bulan setelah kita memproklamasikan kemerdekaan, Belanda datang lagi dengan membonceng tentara Inggris untuk berusaha menjajah kembali negeri ini.....”
“Ketika mengetahui hal itu, Presiden Soekarno berusaha menggalang seluruh potensi yang ada untuk melakukan perlawanan terhadap agresi militer Belanda tersebut, yang salah satunya adalah dengan meminta fatwa kepada KH Hasyim Asyari di Pesantren Tebu Ireng dan KH Abbas di Pondok Pesantren Buntet Cirebon, dan dari fatwa kedua ulama ini ditambah dengan dua orang Kyai lainnya masing-masing dari Indramayu dan Jawa tengah, Presiden Soekarno mendapatkan fatwa bahwa berjuang melawan penjajah adalah sebuah jihad yang wajib dilakukan oleh siapapun yang mengaku beriman...”
“Dari sanalah kemudian setiap pemuda-pemuda muslim bangkit mengangkat senjata melawan Belanda dan tentara sekutu dengan bersenjatakan bambu runcing, seketika itulah gema takbir berkumandang diantara desingan peluru dan letusan mortir, dan dengan bekal itulah, bekal keimanan dan keyakinan yang hebat, pasukan kita, dibahwah komandi Bung Tomo, berhasil memukul mundur pasukan sekutu, kisah heroik itu kemudian dikenal dengan Hari Pahlawan, tanggal 10 Nopember...., Kata Ki Bijak lagi.
“Nak Mas masih ingat dengan ayat berikut;
65. Hai nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti[623].
66. Sekarang Allah Telah meringankan kepadamu dan dia Telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
[623] Maksudnya: mereka tidak mengerti bahwa perang itu haruslah untuk membela keyakinan dan mentaati perintah Allah. mereka berperang Hanya semata-mata mempertahankan tradisi Jahiliyah dan maksud-maksud duniawiyah lainnya.
“Nak Mas perhatikan, kekuatan sabar dan iman, mampu mengalahkan jumlah musuh yang lebih besar, dan inilah kekuatan tentara kita saat itu, mereka memiliki keimanan dan kesabaran untuk berperang dijalan Allah............” Kata Ki Bijak.
“Selebihnya adalah keinginan luhur untuk terlepas dari belenggu penjajahan, keinginan yang kuat untuk merdeka, yang disertai semangat persatuan dan kesatuan yang terpupuk dalam setiap jiwa para pahlawan kita itulah yang mendorong mereka berjibaku berjuang membela tanah airnya......” Kata Ki Bijak.
“Waaah, hebat sekali para pahlawan itu ya ki.........” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, dan sekarang kewajiban kitalah untuk tidak menyia-nyiakan pengorbanan mereka dengan mengisi kemerdekaan ini dengan baik..........” Kata Ki Bijak.
“Apa yang bisa kita berikan untuk menghargai jasa mereka ki...........” Tanya Maula.
“Sebenarnya,mereka tak peduli jika pengorbanannya dulu tidak dihargai dengan sebuah medali atau sebutan pahlawan, meski sebagai bangsa yang besar memang kita perlu menghargai mereka dengan medali dan penghormatan dengan sebutan pahlawan, tapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana kita mengisi kemerdekaan ini dengan karya nyata yang mungkin bisa kita lakukan.........” Kata Ki Bijak.
“Kalau kita pandai komputer, gunakan keahlian dan kepandaian kita untuk membantu membentuk generasi yang beriman dan berteknolgi.....”
“Kalau kita pandai managemen, gunakan keahlian dan kepandaian kita untuk membantu membentuk generasi yang ahli managemen dan islami.....”
“Kalau kita tentara, jadilah pejuang muslim yang gagah perkasa.....”
“Kalau kita politisi, jadilah politisi yang mumpuni, berbudi dan berbakti kepada agama, nusa dan bangsanya...”
“Kalau kita pejabat, jadilah pejabat yang takut kepada Allah dan menyayani rakyatnya, membangun jiwa dan raga umat untuk menuju ridha-Nya......”
“Kalau kita memiliki harta yang berkecukupan, berjuanglah untuk membebaskan saudara-saudara kita dari kemiskinan....”
“Kalu kita diamanahi ilmu, berjuangalah untuk membebaskan saudara-saudara kita dari kebodohan....”
“Apapun kita, dimana pun kita, umat ini masih membutuhkan banyak pahlawan, yang benar-benar mau berjuang demi membela kebenaran dan jalan yang diridhai Allah swt.............” Kata Ki Bijak lagi.
“Ki, ana sekarang ana bekerja sebagai karyawan disebuah perusahaan, apa yang bisa ana lakukan untuk mengisi kemerdekaan ini ki...........?” Tanya Maula.
“Jadilah karyawan teladan dan profesional, karyawan yang menjunjung tinggi ajaran agamanya, karyawan yang hanya mengabdi kepada Tuhannya, karyawan yang berjuang lilahita’ala demi memenuhi tanggung jawab lahiriahnya untuk keluarga dirumah, insya Allah, jika Nak Mas sudah berusaha maksimal untuk itu, penghargaan dari Allah atas niat baik Nak Mas akan Nak Mas dapatkan, yang nilainya jauh lebih besar dari sekedar piagam penghargaan dari kantor Nak Mas misalnya.............” Kata Ki Bijak.
“Sebagai orang merdeka secara lahiriah, kita juga harus merdeka secara bathiniah, bebas dari nafsu kebinatangan kita, bebas dari perbudakan syaitoniyah kita, sehingga kita benar-benar merdeka secara lahir dan bathin.........” Kata Ki Bijak.
“Insya Allah ki...............” Kata Maula
Ki Bijak tersenyum, sambil menyalami Maula yang pamitan
Wassalam
Agustus 15, 2007.
Wednesday, August 29, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment