“Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh....” Salam Maula kepada gurunya.
“Wassalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh....” Balas Ki Bijak sambil menoleh kearah Maula.
“Nak Mas...., mari masuk Nak, dari mana Nak Mas, kok selama tiga atau empat hari ini tidak kesini ya......” Tanya Ki Bijak.
“Iya Ki, ana tidak kemana-mana ki, dirumah saja.....” Kata Muala.
“Kenapa?.....Ada apa kok tampak lelah sekali Nak Mas.....” Tanya Ki Bijak.
“Iya Ki, tepat beberapa hari setelah ana mendapatkan pelajaran dari aki mengenai burung yang tidak pernah mengeluh, yang tidak pernah khawatir, dan burung yang demikian yakin dengan janji Allah, ana dihadapkan pada sebuah momen yang sangat menguras emosi ana, seakan - akan Allah ingin menguji pemahaman ana tentang pelajaran yang aki berikan kemarin ki..........., ” Kata Maula.
“Ada apa Nak Mas.........?” Tanya Ki Bijak.
“Dua hari yang lalu ana dapat telpon dari kampung yang mengabarkan umi ana sakit dan harus diopname, pada saat yang bersamaan disini, sibungsu juga badannya panas sekali dan batuk-batuk, dan harus dibawa kedokter.....” Kata Maula.
“Masya Allah......., lalu Nak Mas? ” Kata Ki Bijak
“Ana sedemikian khawatir dengan kondisi umi dikampung sana ki, sementara ana juga tidak bisa meninggalkan sibungsu yang sakit, jadi ana agak larut tidurnya......” Kata Maula.
Ki Bijak menghela nafas panjang mendengar penuturan muridnya;
“Bersyukurlah Nak Mas, bersyukurlah seandainya benar apa yang kemarin Nak Mas alami itu merupakan ujian dari Allah untuk mengetahui kadar keimanan dan pemahaman Nak Mas terhadap pelajaran dari Allah melalui percakapan kita kemarin, karena hanya dengan ujian itulah kita akan segera mengetahui apakah kita ‘lulus’ atau ‘gagal’ dalam memaknai ayat Allah................” Kata Ki Bijak.
“Seseorang yang tengah belajar, harus mengikuti test terlebih dahulu sebelum ia dinyatakan lulus dan berhak menaiki jenjang berikutnya, sekarang tergantung bagaimana kita menyikapi dan mempersiapkan diri kita dalam menghadapi ujian yang pasti akan kita hadapi.......” Kata Ki Bijak.
“Demikian pun dengan Nak Mas, Nak Mas harus melalui ujian untuk mengetahui apakah Nak Mas berhak untuk naik kejenjang yang lebih tinggi atau tidak, dan ujian itu bisa berupa rasa cemas dan khawatir dengan sakitnya orang-orang yang kita cintai, bisa merasa gelisah karena kita tidak punya uang untuk berobat dan lain sebagainya, sekali lagi yang terpenting bagi kita adalah bagaimana persiapan kita dalam menghadapi ujian tersebut, terlepas dari apapun bentuk ujian yang akan kita hadapi........” Kata Ki Bijak.
Maula menarik nafas dalam-dalam, dia menyimak setiap kata yang keluar dari lisan gurunya.
“Nak Mas masih ingat bagaimana seekor anak burung ‘harus terjatuh’ ketika baru belajar terbang kemarin.....?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki.....” Kata Maula.
“Seperti itulah Nak, sebelum akhirnya anak burung itu bisa terbang bebas diangakasa, ia pun harus melalui tahapan demi tahapan, belajar berjalan, belajar mengepakan sayap, sebelum akhirnya ia belajar terbang, dan ketika ia harus jatuh pada proses belajar terbangnya, burung itu tidak menjadi takut untuk tetap melanjutkanperjuangannya untuk bisa terbang diangkasa raya........”
“Pun dengan kita, kehidupan kita harus dilalui tahap demi tahap, proses demi proses, ujian demi ujian, sebelum akhirnya kita bisa ‘terbang’ dalam kehidupan kita yang lebih luas..............., “
“kita tidak boleh cengeng dan cepat menyerah karena ujian yang ada dihadapan kita nampak berat dan besar, seorang ksatria tidak akan pernah lari dari ujian, ia akan maju terus pantang mundur, hanya mereka yang pengecutlah yang lari ketika dihadapkan pada masalah.....” Kata Ki Bijak.
“Aki selalu berdoa dan memohon kepada Allah, agar kelak Nak Mas tidak hanya sekedar seperti burung pipit yang kecil, lebih dari itu, aki berharap Nak Mas bisa seperti Elang atau rajawali yang perkasa..............” Kata Ki Bijak.
“Elang ki..................” Tanya Maula.
“Ya Nak Mas, burung elang adalah sebuah perlambang bagi kebebasan, bebas terbang diangkasa raya, tanpa terbelenggu oleh sangkar atau rantai yang mengikatnya........” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki.........” Tanya Muala.
“Kita pun harus bisa sebebas dan semerdeka burung elang dalam kehidupan kita, kita harus bisa membebaskan diri kita dari kerangkeng nafsu kebinatangan kita, kita harus bisa lepas dari jeratan nafsu syaitoniyah kita, kita harus bebas dari sifat syirik kepada Allah, sehingga pengabdian kita kepada Allah bisa dilaksanakan penuh kemerdekaan tanpa intimidasi dari setan, tanpa kungkungan keinginan sesaat duniawi kita...........” Kata Ki Bijak.
“Jika kita beribadah, bentangkan tujuan kita menembus ruang dan waktu, menembus langit untuk menuju Allah semata, jangan memenjarakan tujuan shalat kita hanya karena kita ingin dipuji, jangan mengikat amal ibadah kita untuk tujuan duniawi semata, jangan ingin berdakwah karena ingin disebut ustadz atau kyai, jangan berzakat hanya karena ingin naik pangkat, karena ada yang jauh lebih luas dan lebih besar yang bisa kita capai, yaitu ridha Allah dan jannah-Nya yang seluas bumi dan langit..................” Kata Ki Bijak.
Maula semakin nampak asyik mendengarkan petuah gurunya, ia membayangkan burung elang yang terbang diangkasa raya, berkepak sayapnya, tanpa ada temali yang membatasi ruang geraknya.
“Lalu burung elang juga sering disimbolkan sebagai burung yang tahu potensi dirinya, ia tahu betapa tajam matanya, ia tahu betapa lebar sayapnya, ia tahu betapa kokoh paruhnya, ia tahu betapa kuat cakarnya, sehingga dengan semua potensi yang dimilikinya, ia menjadi burung yang paling perkasa disegani kawan maupun lawannya.....” Kata Ki Bijak.
“Akipun berharap demikian terhadap Nak Mas, Nak Mas harus terus menggali potensi yang terdapat dalam diri Nak Mas, gali potensi yang terdapat dalam hati Nak Mas, temukan potensi yang tersimpan dalam pikir dan rasa Nak Mas, pertajam lisan kita dengan kalamullah, gunakan jemari Nak Mas untuk sesuatu yang berguna, kalau Nak Mas baru bisa menulis sesuatu yang kecil, terus asah hingga tulisan Nak Mas benar-benar mampu menjadi suluh bagi diri Nak Mas sendiri, syukur berguna pula bagi orang lain, jangan cepat puas karena pujian, jangan surut karena kritikan, seperti sang elang, ia tak gentar menembus laju angin yang menerpanya, tak lekang karena panas yang menerpa tubuhnya, pun ia tak menggigil kedinginan karena hujan yang mengguyurnya............” Kata Ki Bijak.
“Nak Mas tahu perbedaan Elang dan burung lainnya......?” Tanya Ki Bijak.
Maula menggeleng, karena ia tahu yang dimaksud perbedaan oleh gurunya tentu bukan sekedar ukuran tubuh sang elang yang lebih besar dari burung-burung lainnya.
“Dengan memaksimalkan semua potensi yang ada padanya, elang senantiasa mampu bertengger dipuncak pohon tertinggi, sehingga ia relatif aman dari kejahilan tangan-tangan manusia......” Kata Ki Bijak.
“Pun dengan kita, orang yang menduduki maqam tertinggi disisi Allah dan dimata manusia adalah mereka yang tahu siapa dirinya, ia mampu memaksimalkan semua potensinya untuk mengabdi kepada Allah swt dengan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi dengan cara memakmurkannya dan menegakan agama-Nya serta memurnikan ajaran-ajarannya.....” Kata Ki Bijak lagi.
Wajah Maula mulai nampak cerah, sumringah dan bersemangat lagi, ia sekarang memiliki modal tambahan untuk menjalani kehidupannya, ia ingin seperti Sang Elang................
Wasssalam
Agustus 03, 2007
Wednesday, August 29, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment