Wednesday, August 29, 2007

DARI SEBATANG POHON KELAPA

“Aaah, alhamdulillah, segar sekali panas-panas begini minum air kelapa muda ya ki.........” Kata Maula sambil mengusap ceceran air kelapa muda dari sela bibirnya.

“Ya Nak Mas, air kelapa muda ini manis dan segar.......” Kata Ki Bijak.

Kedua orang murid itu tengah rehat disebuah kebun kelapa disekitar pondokan.

“Ki, ana jadi kepikiran, bagaimana buah kelapa ini bisa berisi air ya ki..., tidak bocor dan manis lagi rasanya.............” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum mendengar perkataan Maula, “Wallahu ‘alam....” Nak Mas..”, Kata Ki Bijak sambil kembali meminum air kelapa yang masih tersisa.

“Terlepas dari bagaimana kelapa ini bisa berisi air yang manis, kita juga bisa belajar banyak dari pohon kelapa ini Nak Mas......” Kata Ki Bijak

“Pelajaran apa ki...........?” Tanya Maula.

“Nak Mas perhatikan, mulai dari akar hingga ujung batang pohon kelapa ini, semuanya bisa bermanfaat bagi kita..............’ Kata Ki Bijak.

Maula segera saja mulai memperhatikan batang pohon kelapa yang tidak jauh tempat istirahat.

“Mulai dari akar pohon kelapa ini yang bisa dibuat berbagai kerajinan oleh tangan-tangan terampi,atau dibuat kerangka bedukl, kemudian batangnya yang dapat kita fungsikan untuk bahan bangunan, bahan jembatan, dan lain sebagainya, kemudian nyiurnya bisa dibuat atap, lidinya bisa dibuat sapu, terlebih buah kelapanya, ada sedemikian banyak manfaat dan kegunaan selain rasanya yang manis dan menyegarkan..........” Kata Ki Bijak

“Air kelapa juga merupakan penawar racun, bahkan sekarang lagi musim kelapa muda yang dibakar, katanya baik untuk kesehatan, sungguh sebuah pelajaran yang sangat baik baik kita......”

“Ketika mudanya, kelapa sudah memberikan rasa yang nikmat dan manfaat yang banyak, pun ketika tuanya, semakin tua kelapa dipetik, semakin banyak santan yang dihasilkan, serabutnya bisa buat sapu lantai, batoknya bisa buat arang, subhanallah, seandainya kita bisa seperti buah kelapa dan batangnya............” Kata Ki Bijak.

Maula diam tercenung mendengar ucapan Ki Bijak yang panjang lebar;

“Seandainya kita seperti kelapa ki......? Kata Maula.

“Ya seandainya masa muda kita bisa kita manfaatkan untuk menuntut ilmu agama sebanyak dan sedalam mungkin, menuntut berbagai ilmu yang bisa berguna bagi kehidupan kita dan syukur berguna pula bagi orang lain, niscaya kita akan seperti kelapa muda yang manis rasanya lagi menyegarkan....”

“Ketika kita beranjak dewasa, kita semakin bijak dalam bertutur kata, bisa semakin santun dalam bertatakrama, bisa semakin berilmu, bisa semakin bermanfaat bagi orang lain, sehingga orang lain bisa menikmati “santan” dari keberadaan kita......”

“Betapa kita akan menjadi orang yang sangat beruntung, manakala mata kita bisa digunakan untuk membimbing mereka yang kehilangan arah atau mereka yang tersesat dan tak menemukan jalan....”

“Betapa kita akan beruntung, bila tangan kita bisa digunakan untuk meringankan beban mereka yang tengah dilanda kesulitan dan kesusahan....”

“Betapa kita akan sangat bahagia, bila kaki kita ini mampu menjadi tumpuan mereka yang “lumpuh” dan lemah tiada berdaya...”

“Betapa kita patut bersyukur seandainya bahu kita bisa menjadi sandaran mereka yang telah dilanda musibah, bahu kita menjadi tempat mereka menumpahkan air mata kesedihan..........”

“Betapa kita akan menjadi orang yang berguna, jika lisan kita mampu menjadi peyambung ilmunya para ulama untuk kita sampaikan kepada orang yang membutuhkan.....”

“Betapa kita laksana buah kelapa, yang kala muda lezat rasanya, kala tua, menghasilkan santan yang berguna, dicampur gula tambah nikmat, dimakan sendirian pun tak kurang lezat, putih warna buahnya, alami dan segar airnya, suci dan terproteksi dari debu dan kotor karena kokoh serabut dan kulitnya, betapa ketika itu kita menjadi sebaik-baik manusia, yakni manusia yang paling berguna bagi manusia lainnya....”

Sekali lagi Maula menoleh dan memperhatikan batang pohon kelapa didepannya, dan menatap buah kelapa muda yang berada ditangannya, ternyata buah kelapa yang selama ini menjadi kesukaannya, mengandung berbagai hikmah yang luar biasa, seperti pitutur Ki Bijak barusan.

“Ooooh, ana baru mengerti sekarang ki, kenapa gerakan pramuka menggunakan lambang tunas kelapa.........” Kata Maula.

“Aki tidak tahu persis latar belakang pengambilan tunas kelapa sebagai lambang gerakan Pramuka, tapi boleh jadi sang penemu lambang itu orang yang sangat bijak, yang mengerti betul bahwa pohon kelapa memiliki keunikan tersendiri dibanding buah lainnya, sehingga diharapkan para praja pramuka mampu menjadikan diri mereka menjadi sedemikian berguna bagi dirinya dan bagi orang lain diberbagai lahan kehidupan.....” Kata Ki Bijak.

“Aki benar Ki, itu falsafah pengambilan tunas kelapa sebagai lambang pramuka......” Kata Maula.

“Nak Mas, saat ini, diusia sekarang ini, Nak Mas harus belajar menjadi buah kelapa muda, yang mampu memberikan kesegaran mereka yang mereguknya.........” Kata Ki Bijak lagi.

“Bagaimana caranya ki.....” Tanya Maula.

“Segarkan mereka yang “dahaga akan ilmu dan pengetahuan”, dengan “manisnya ilmu dan hikmah” yangAllah amanahkan kepada Nak Mas, ajak mereka untuk bersama sama Nak Mas meninggikan kalimah Tauhid, sehingga mereka tidak lagi mencari-cari “air” yang tidak terjamin kualitas dan kemurniannya, misalnya dengan membaca buku-buku terbitan barat yang kadang tidak jelas misi dan fungsinya....,

“Berikan teladan dengan menjadikan diri Nak Mas orang yang pertama-tama melakukan apa yang Nak Mas serukan, Insya Allah, Nak Mas mampu menjadi penawar dahaga mereka, syukur kalau menjadi penawar racun kemaksiatan yang belakang banyak menjangkiti umat ini...........” Kata Ki Bijak.

“Mampukah ana ki...........” Tanya Maula.

“La haula walaa quata ilabillah.....jika tidak mulai dari sekarang, maka selamanya tidak akan pernah bisa Nak Mas............., seperti buah kelapa tua yang banyak menghasilkan santan pun, harus terlebih dahulu melalui proses pematangan dengan menjadi kelapa muda terlebih dahulu, setelah sekian lama, menahan derasnya hembusan angin yang menerpanya, maka ia akan menjadi penghasil “santan yang gurih” dan lezat rasanya............” Kata Ki Bijak lagi.

“Nak Mas harus ingat, tidak ada waktu yang paling tepat untuk memulai sesuatu kebaikan kecuali saat ini, kita tidak bisa menunggu dipanggil ustadz atau kyai dulu, baru kemudian baru mau menyampaikan kebenaran, kita tidak bisa menunggu umur tertentu untuk memulai kebaikan, karena kita tidak tahu sampai kapan usia kita ini, bismilllah...kuatkan niat Nak Mas untuk semata mengharap ridha ilahi dengan jalan dakwah, bukan karena hal lainnya...........” Kata Ki Bijak.

“Do’akan ana bisa mengemban amanah ini ki.........” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas, Aki selalu berdo’a untuk Nak Mas, semoga kelak Nak Mas mampu menjadi anutan dan pitutur yang baik bagi sesama, menjadi sosok yang mampu memberikan “air penawar dahaga” atau santan si penyedap rasa.........” Kata Ki Bijak lagi.

“Amiiin........”

Wasssalam

24 Agustus 2007

No comments:

Post a Comment