Diawal tahun 1992, Allah mempertemukan penulis dengan seseorang, sebut saja namanya Bapak AB, beliau adalah salah seorang yang cukup terpandang didesanya, sebuah desa dipingiran wilayah Kabupaten Cirebon.
Bukan saja hanya harta yang dimilikinya, Bapak AB juga mempunyai kerabat dan keluarga yang merupakan orang-orang terpandang didesanya, ada yang jadi anggota DPRD, ada yang menjadi Jaksa dan bahkan salah seorang mantan menteri dalam negeri diera presiden BJ Habibie merupakan salah satu relasi dekat beliau, seperti dituturkan putra beliau yang juga teman sekelas penulis di sekolah tehnik menengah negeri Cirebon.
Beliau adalah seorang wira usaha yang bergelut dibidang jual beli sandang dipasar Tegalgubug – Cirebon. Ketika kali pertama penulis berkunjung kerumah beliau, rumahnya yang cukup luas dan besar itu hampir dipenuhi dengan barang dagangan yang berupa kain dan pakaian jadi.
Dari hasil usahanya ini keluarga Bapak AB hidup sangat berkecukupan, yang sebagai pembandingnya adalah uang jajan putranya yang teman penulis ini, jumlahnya lebih dari 20x lipat dari uang jajan penulis ketika itu, sungguh sebuah keluarga yang harmonis ditunjang dengan perekonomian yang sangat memadai.
Dipertengahan tahun 1994, ketika penulis dan putranya menjelang kelulusan dari sekolah menengah atas, penulis beberapa kali sempat berkunjung kerumah beliau lagi, tapi sekarang kondisinya justru terbalik 180 derajat dari apa yang penulis saksikan diawal tahun 1992 seperti disebutkan diawal tadi.
Rumah yang besar lagi hangat dengan keharmonisan keluarga, sekarang tidak nampak lagi, keluarga itu justru malah tercerai berai. Ibunya harus mengadu nasib ke Arab sana, sementara anak-anaknya ada yang ke Singapura dan malaysia sebagai tenaga kerja wanita. Yang tinggal dirumah hanya Bapak AB tadi dan teman penulis.
Sementara barang dagangan yang hampir memenuhi seluruh ruangan rumah yang besar itu, kini tidak tersisa sama sekali, dan yang lebih ironis, hampir seluruh barang-barang berharga yang dulu banyak menghiasi ruang tamu, seperti TV dan lainnya kini tidak tersisa, hanya tinggal sofa usang yang masing teronggok disana, seperti tidak terurus keadaanya.
Kondisi yang lebih memilukan terjadi pada teman penulis, ia seperti kehilangan arah dan pegangan karena perubahan yang demikian drastis tersebut, hampir suatu ketika ia terjerumus kedalam lembah kejahatan demi untuk menutupi rasa lapar perutnya. Ia, yang dulu penulis kenal sebagai seorang teman yang sangat setia kawan dan baik,tiba-tiba menjadi sosok lain dari yang dulu penulis kenal.
Hingga suatu ketika sang teman datang kekontrakan penulis dengan kepala berlumuran darah karena habis berkelahi, hingga akhirnya ia ditangkap polisi dan dimasukan kedalam lembaga pemasyarakatan selama kurang lebih lima bulan, sampai ketika Bapak AB meninggalpun, sang teman tidak bisa menungguinya karena masih ditahan.
Apa yang terjadi dengan keluarga ini? Kemana keharmonisan keluarga yang dulu membuat iri banyak orang? Kemana harta berlimpah yang demikian banyak itu?
Segudang tanya itu tak pernah terjawab sampai sekarang, apa yang terjadi dengan keluarga tersebut sehingga terjerembab pada kondisi seperti itu?
Tanpa ada maksud untuk mendiskreditkan keadaan kelurga diatas, mari kita merenung sejenak adakah pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan hidup Bapak AB untuk kita jadikan bekal perjalanan panjang kita?
Satu yang pasti yang dapat kita ambil adalah bahwa harta hanya titipan, bukan milik kita, suatu saat, kapanpun dan insya Allah pasti, ketika sang pemilik hakiki menghendaki harta itu diambil dari kita, kita tidak punya sesuatu kekuatanpun untuk mencegah atau melarangnya, karena sekali lagi harta itu bukan milik kita!
Dalam banyak ayat; al qur’an membahasakan harta dengan berbagai kiasannya;
46. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al Kahfi;46)
Harta adalah perhiasan dunia yang banyak menarik perhatian kita, karena memang demikianlah Allah menjadikan harta sebagai sesuatu yang indah pada pandangan manusia;
14. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali Imran:14)
Dalam ayat lain, Allah mengingatkan bahwa harta kadang melalaikan kita;
20. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.(Al Hadiid:20)
Ada banyak orang yang “tertipu” dengan keindahan dunia dan banyaknya harta yang mereka miliki, padahal seperti disebutkan pada ayat diatas, banyaknya harta dan anak-anak serta perhiasan hanya seperti tanaman yang mengagumkan kita, tapi ketika Allah menghendaki, harta, perhiasan dan anak-anak yang kita banggakan akan diambil kembali oleh pemiliknya yang hakiki, jadilah kita kembali miskin papa, tanpa perhiasan dan harta.
Kadang sebagian kita tidak menyadari bahwa miskin dan kaya, berada atau papa, keduanya adalah ujian dari Allah;
15. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (At Taghabun:15)
Agar kita bisa lulus dalam ujian yang diberikan Allah berupa kelapangan harta, maka hendaknya kita bijak dalam menyikapi harta yang dititipkan Allah pada kita, yakni dengan cara mensyukurinya, dengan cara menafkahkannya dijalan yang dikehendaki oleh yang menitipkan harta tersebut yaitu Allah Swt, dengan cara membangun kesadaran bahwa (sekali lagi) harta yang secara syari;at kita miliki ini, hakekatnya adalah amanah yang harus kita pertanggungjawabkan dihadapan sang pemberi amanah kelak.
Dengan senantiasa menyadari bahwa harta adalah amanah, insya Allah kita akan terhindar dari muslihat yang terdapat pada harta kita, kita akan terhindar dari sifat sombong dengan kelebihan harta kita, pun kita tidak menjadi kikir karenanya, sebab kita sadar bahwa dalam harta kita terdapat hak-hak orang lain yang harus kita tunaikan.
Dalam harta kita terdapat hak fakir miskin, anak terlantar, ibnu sabiil, sebagaimana tercantum dalam ayat berikut;
215. Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.(Al Baqarah:215)
Syukur kita atas karunia Allah yang diberikan kepada kita, akan menghindarkan kita dari sifat kufur dan lalai terhadap siapa yang menitipkan harta tersebut, lebih jauh, syukur adalah salah satu syarat untuk bertambahnya nikmat Allah;
7. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Ibrahim:7)
Sekali lagi harta adalah ujian bagi kita;
28. Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Al Anfal:28)
“Benar, harta adalah ujian yang sangat sulit,” Kata Abah, seorang sepuh yang pernah penulis ajak dialog mengenai hal ini.
“Abah dulu adalah seorang direktur sebuah CV yang sangat sukses di Bandung, sehingga abah termasuk salah seorang yang paling kaya didesa, sebelum orang lain punya mobil, orang pertama yang punya mobil didesa itu adalah Abah” Kata Abah sambil matanya menerawang pada masa jayanya dulu.
“Tapi itulah muslihat harta, ketika Abah punya banyak uang, Abah hampir tidak pernah berpikir bahwa Abah akan tua dan mengalami siklus kehidupan seperti ini”, Katanya lagi.
Kondisi Abah saat bertemu dengan penulis sungguh jauh dari keadaan yang Abah ceritakan pada penulis, karena sekarang Abah tinggal seorang diri di sebuah “rumah” yang sangat tidak layak, jika menilik bagaimana keadaan Abah dulu.
Beliau setiap hari mengayuh sepeda tua untuk berjualan penghapus pensil disekolah taman kanak-kanak dengan penghasilan tidak lebih dari sepuluh ribu sehari untuk menyambung hidup dimasa tuanya.
“Tidak apa-apa, Abah tidak menyesal dengan apa yang terjadi sekarang, malah Abah mendapatkan “sesuatu” yang Abah tidak pernah Abah dapatkan ketika Abah banyak uang dulu”, Tambahnya.
“Jalani saja kehidupan ini layaknya air mengalir, mungkin suata saat jalan yang kamu lalui landai sehingga kehidupanmu mengalir dengan tenang dan damai, tapi jangan cengeng jika kelak kamu menemukan bebatuan yang menghambat laju hidupmu, itu hanya sebentuk ujian saja” Tuturnya Bijak.
“Kamu masih muda, masih banyak pengalaman yang akan kamu temukan, belajarlah setiap hari dari apapun yang kau temukan, jangan mengeluh, jangan menyerah, dan bersandarlah pada yang diatas sana dengan benar dan kokoh”, Nasehatnya.
“Jangan engkau ulangi kelalaian Abah dulu jika engkau menemukan banyak harta dalam hidupmu, tapi juga jangan pernah engkau menyesal jika engkau temukan kerikil berbatu yang tajam dalam perjalananmu, karena dari apa yang Abah alami, Abah menemukan kegetiran justru pada saat Abah bergelimang harta, tapi justru menemukan kedamaian dan kebahagiaan saat Abah seperti ini, Allah Maha Adil.........” mengakhiri percakapan kami menjelang waktu ashar tiba.
Berulang kali Allah menegaskan bahwa harta adalah ujian, juga seperti pengalaman Abah tadi, maka dari itu belajarlah mulai detik ini agar kita bisa lulus dengan nilai sempurna sebagai seorang hamba yang mampu mensyukuri harta yang dititipkan kepada kita, sehingga kita mendapat pahala yang jauh lebih besar disisi Allah swt, amiin.
Wassalam
April 19, 2007
No comments:
Post a Comment