Hampir pada setiap waktu shalat berjamaah dimasjid Mifthahusallam, penulis menemukan sesosok pria bertubuh tinggi besar berada ditengah-tengah jama’ah yang hadir. Pria setengah baya itu selalu nampak khusyu dalam shalatnya, dan sampai hari ini pun penulis belum berkesempatan untuk berbicara langsung dengan beliau, karena beliau selalu melanjutkan aktivitas dzikir ba’da shalatnya dengan tafakur yang demikian intens, sehingga penulis khawatir mengganggu tafakur beliau tersebut.
Sekian waktu berlalu, dan selama itu pula penulis hampir selalu bertemu beliau dimasjid tersebut dengan kondisi seperti diatas. Rasa penasaran inilah yang kemudian mendorong penulis untuk bertanya kepada Pak Ustadz pada suatu kesempatan;
“Pak Ustadz, Bapak itu siapa ya?” Tanya penulis sambil menyembutkan ciri-ciri jama’ah tetap masjid tersebut, yakni membawa motor honda dan hampir selalu membawa putranya ketika shalat berjamaah dimasjid.
“Oooh, itu Mas Gimin” Jawab Pak Ustadz.
“Siapa dia Pak? Tanya penulis lagi.
Pak Ustadz kemudian bercerita tentang awal perkenalannya dengan Mas Gimin tadi yang terjadi sekitar tahun 1999 lalu.
“Beliau dulu adalah juru masak di restoran depan itu” Kata Pak Ustadz sambil menunjuk sebuah rumah makan yang tepat berada didepan masjid kami. Restoran itu dulu dikenal sangat ramai pada malam hari karena restauran itu menyediakan berbagai fasilitas kehidupan malam bagi para pengunjungnya.
Masyarakat sekitar yang gerah dengan aktivitas rumah makan yang sudah beralih fungsi tersebut, kemudian mendatangi Pak Ustadz untuk meminta pendapat tentang upaya menghentikan kegiatan restauran yang sudah dianggap keterlaluan.
Beberapa orang pemuda desa setempat kemudian mendatangi Pak Ustadz, mereka meminta izin dan pendapat pada pak Ustadz untuk “menyerbu” restoran itu.
“Jangan dulu, nanti coba saya minta pendapat pada Pak Kyai” Kata Pak Ustadz.
Atas nasehat dari Pak Kyai, guru Pak Ustadz tadi, pak ustadz kemudian melakukan upaya pendekatan kepada pemilik restauran dan para pegawainya sebagai upaya mengingatkan dan menyadarkan mereka, bukan dengan cara kekerasan yang diusulkan para pemuda tadi.
Usaha inilah yang kemudian mempertemukan Pak Ustadz dengan Mas Gimin, seorang juru masak paling senior dirumah makan tersebut, yang menjadi andalan sang pemilik rumah makan untuk menjamu para tamunya dengan masakan yang lezat.
Setelah beberapa kali pertemuan dengan Pak Ustadz, ada beberapa orang karyawan rumah makan tersebut yang menyadari bahwa ditempatnya bekerja terdapat benih-benih kemaksiatan dan dosa, termasuk salah satu diantaranya adalah Mas Gimin.
“Pak Ustadz, saya menyadari bahwa tempat ini kurang berkah, tapi bagaimana ya Pak, saya tidak punya usaha lain untuk menghidupi anak istri saya, kalau saya keluar dari rumah makan tersebut, bagaimana saya menafkahi anak istri saya?” Kata Mas Gimin menyatakan rasa gundahnya pada Pak Ustadz.
“Mas Gimin percaya bahwa rezeki Allah yang mengatur?” Tanya pak Ustadz memaklumi keberatan Mas Gimin.
“Saya percaya Pak” Jawab Mas Gimin.
“Mas, saya pun tidak tahu usaha apa yang harus mas Gimin lakukan seandainya mas Gimin keluar dari rumah makan itu, tapi kalau kita yakin bahwa Allah akan memberikan jalan keluar kepada orang-orang yang ikhlas berhijrah meninggalkan kemunkaran, Insya Allah, Allah akan memberi jalan keluar pada Mas Gimin, yang penting sekarang Mas keluar dulu dari lingkungan yang berbau maksiat tersebut dengan niat lillahita’ala...” Papar Pak Ustadz.
Selanjutnya, setelah beberapa waktu lamanya, Mas Gimin diberikan kekuatan oleh Allah untuk keluar dari rumah makan yang selama ini menjadi sandaran penghasilan untuk menafkahi keluarganya, meskipun pemilik rumah makan tersebut mengiming-imingi Mas Gimin dengan kenaikan gaji yang lebih besar.
Setelah keluar dari rumah makan tersebut, Mas Gimin hanya mengandalkan sedikit tabungannya untuk menafkahi keluarganya, ia tidak langsung menemukan usaha apa yang harus dikerjakan untuk menutupi kebutuhan dapurnya.
Akhirnya, Mas Gimin memutuskan untuk membuat gerobak dorong dan dengan bekal keahlianya memasak selama ia bekerja dirumah makan, ia berjualan nasi goreng dipinggir jalan.
Usaha jualan nasi goreng yang dirintis Mas Gimin tidak langsung laku, beberapa lama ia sedikit mendapat ujian dari Allah dengan niat tulusnya untuk keluar dari lingkaran kemunkaran. Dan selama itu pula Mas Gimin selalu menyempatkan diri berjamaah dimasjid sambil terus meminta pendapat dan saran dari Pak Ustadz, hingga akhirnya penulis bertemu beliau dimasjid itu.
Setelah sekian lama berjualan nasi goreng dipinggir jalan, Nasi goreng mas Gimin mulai dikenal dan singkat cerita usahanya berkembang. Mas Gimin kemudian membuka warung untuk dagangannya.
Janji Allah kemudian mulai nampak bagi mereka yang benar-benar sabar dan istiqomah dalam berjuang dijalannya. Warung itupun berkembang dan sekarang sudah mempunyai cabang ditempat lain.
Mas Gimin tidak lagi berjualan dipinggir jalan dengan gerobak dorongnya, ia sekarang sudah memiliki warung dengan beberapa orang pegawai yang bekerja diwarung makannya, penghasilannya pun sekarang lumayan.
Nafkah keluraga yang dulu menjadi salah satu alasan keberatan mas Gimin untuk keluar dari rumah makan tersebut mulai tertutupi dengan penghasilannya yang sekarang, bahkan mungkin jauh lebih besar dari penghasilannya ketika ia bekerja sebagai juru masak dirumah makan.
Hari ini, pagi tadi, penulis berpapasan dengan Mas Gimin, dan sekali lagi sebuah bukti kebenaran janji Allah dalam firman-Nya;
2. Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.(At Thalaq:2)
3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.(At Thalaq:3)
Mas Gimin sekarang, dengan beberapa warung yang dikelolanya, sudah menaiki mobil Avanza sebagai buah jerih payahnya dan Insya Allah merupakan balasan dari Allah atas keberanianya meninggalkan kemunkaran, atas kesabarannya menjalani kehidupan yang benar dan atas istiqomahnya menjalankan kasab dan syari;atnya yang tidak melanggar tata nilai dan syari’at yang digariskan.
Ada banyak cerita sejenis yang kita lihat disekitar kita, baik itu melalui sinetron atau surat kabar, dan kisah ini penulis temukan dari seorang rekan jama’ah masjid yang hampir setiap hari bertemu dimasjid.
Adakah kita masih meragukan janji Allah?
100. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh Telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An Nissa:100)
Perhatikan lagi, “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”, dan meninggalkan tempat yang dipenuhi kemaksiatan meskipun disana adalah ladang usaha kita, adalah sebuah hijrah hakiki yang akan dibalasi oleh Allah dengan Rezeki yang banyak, salah satunya adalah kisah diatas tadi.
Meninggalkan kebiasan buruk, seperti kebiasaan mengakhirkan waktu shalat dengan alasan kesibukan adalah hijrah, yang insya Allah akan dibalas oleh Allah dengan rezeki yang jauh lebih berkah dan bermanfaat.
Meninggalkan sifat kikir karena takur miskin, kemudian berhijrah untuk menjadi ahli sedekah dan zakat, insya Allah akan dibalas oleh Allah dengan harta yang bersih lagi bermanfaat.
Dan masih banyak tempat hijrah; niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini tempat hijrah yang luas, dengan niatan yang tulus ikhlas karena Alla semata, Insya Allah kita akan mendapatkan “rezki yang banyak” sebagai balasan atas keikhlasan kita menjauhi apa yang dilarang Allah dan menegakan apa yang diperintahkan-Nya.
Semoga kita menjadi Mas Gimin yang lain, yang diberi kekuatan oleh Allah untuk dapat meninggalkan tempat-tempat maksiat, baik itu tempat usaha kita, atau tempat-tempat maksiat yang berada diruang hati kita.
Ada tempat maksiat diruang hati kita?
Kemusyrikan adalah tempat maksiat yang berada diruang hati
Kekufuran adalah tempat maksiat yang berada diruang hati
Kesombongan dan sifat takabur adalah tempat maksiat diruang hati
Maka dari itu terangi ruang hati kita dengan ilmu dan keimanan, agar kita bisa dengan jelas membedakan mana maksiat dan mana syari’at.
Subhanallah, subhanakaallanhuma laa ilaha illa anta, astaghfiruka waatubuhi ilaka.
Wassalam
April 16, 2007
No comments:
Post a Comment