Tuesday, July 17, 2007

ADIL TIDAK BERARTI SAMA

“Assalamu’alaikum........” Sapa Maula

“Walaikumusalam warahmatullahiwabarakatuhu..........” balas Ki Bijak

“Ki, apakah adil itu berarti “sama”...? Tanya Maula.

“Maksud Nak Mas....? Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki, apakah agar kita bisa berbuat adil, kita harus memberikan sesuatu yang sama kepada setiap orang....? Tanya Maula lagi

Ki Bijak tersenyum mendengar pertanyaan muridnya, guru yang santun dan bijak ini kemudian menuturkan;

“Nak Mas lihat keseliling kita, mulai dari tatanan masyarakat disekitar kita, ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang kuat, ada yang lemah, ada yang pintar, ada yang bodoh, ada yang pendek, atau yang tinggi, setiap orang memiliki karakteristik dan kondisi yang berbeda-beda...., menurut Nak Mas apakah Allah tidak adil dengan memberikan sedemikian banyak perbedaan seperti diatas.....? Kata Ki Bijak.

“Allah kan Maha Adil, Ki, dan mustahil Allah tidak adil kepada mahluk-Nya.......” Kata Maula.

“Nak Mas benar, Allah Maha Adil, dan mustahil Allah berbuat tidak adil, dan itu merupakan jawaban atas pertanyaan Nak Mas tadi, bahwa adil tidak berarti harus sama, adil adalah proporsional atau tepat, baik itu waktu dan kegunaanya......” Kata Ki Bijak.

“Ki, adakah perumpamaan untuk memperjelasnya Ki.....” Tanya Maula.

“Misalnya begini Nak, putra Nak Mas dua orang, yang satu berumur 6 tahun dan satu lagi berumur 9 bulan, apakah menurut Nak Mas adil jika Nak Mas memberi porsi makan yang sama pada kedua putra Nak Mas tersebut.....?” Tanya Ki Bijak

“Ya tidak Ki......” Kata Maula

“Kenapa....?”Tanya Ki Bijak lagi

“Karena anak yang besar tentu memerlukan porsi makanan yang lebih besar, sementara yang kecil, kalau diberi porsi yang sama, pasti perutnya tidak bisa menampungnya Ki.....” Kata Maula.

“Nak Mas benar, adil artinya kita memberikan sesuatu kepada orang yang tepat dan dengan kadar atau takaran yang tepat pula, jadi sekali lagi adil tidak berarti harus sama......” Kata Ki Bijak.

“Lalu satu pertanyaan lagi, yang menentukan kadar pas atau tidaknya makanan kepada dua orang putra Nak Mas tadi, Nak Mas atau si anak...? Tanya Ki Bijak.

“Ya tentu saya ki....” Kata Maula

“Kenapa..?” Tanya Ki Bijak

“Karena kami selaku orang tua lebih tahu kebutuhan sianak, kalau kami memberikan porsi yang tidak sesuai, mungkin justru akan menyebabkan anak kami sakit ki, berarti pula, kami tidak mencintai mereka......” Kata Maula.

“Begitupun dengan Allah Nak Mas, Allah Maha Tahu dengan kebutuhan kita, Allah Maha teliti perhitungannya, kalau Allah memberikan porsi rezeki kita berbeda dengan orang lain yang lebih banyak misalnya, bukan berarti Allah tidak mendengar do’a kita yang setiap saat meminta rezeki yang banyak, bukan berarti pula Allah tidak sayang kepada kita, tapi justru disini dituntut kebijaksanaan kita dalam menyikapi karunia Allah dengan rasa syukur...........”

“Seperti Nak Mas bilang tadi, kalau anak yang lebih kecil diberi porsi yang sama dengan kakaknya, mungkin sikecil akan sakit, pun demikian halnya dengan rezeki kita, ketika kita “belum dewasa” dalam menyikapi karunia Allah, rezeki yang berlimpah sangat mungkin justru akan membuat kita “sakit”....”

“Sudah banyak contoh orang yang tiba-tiba menjadi “sakit” karena diberi limpahan rezeki yang belum sebanding dengan rasa syukurnya, mereka kemudian terjangkit penyakit kikir, wabah pelit serta terkontaminasi dengan sifat sombong dan membanggakan diri, karena kelebihan rezeki yang diterimanya........” Kata Ki Bijak.

“Ki, lalu bagaimana agar kita mendapat porsi rezeki yang lebih besar...?” Tanya Maula.

“Jadilah orang yang pandai bersyukur Nak Mas....!! Kata Ki Bijak.

“Maksudnya, Ki.........? Tanya Maula.

“Dengan menjadi orang yang bersyukur, artinya kita telah menyiapkan wadah yang lebih besar untuk menerima karunia Allah, semakin bagus syukur kita, Insya Allah, akan semakin banyak karunia yang akan kita terima, seperti janji Allah dalam surat Ibrahim ayat tujuh, Nak Mas ingat ayat tersebut..?” Kata Ki Bijak.

Kemudian Maula mengucapkan ayat yang dimaksud;

7. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

“Ya, itu ayatnya, dan selaku orang yang mengaku beriman, tidak ada alasan sama sekali bagi kita untuk mengikari atau meragukan janji Allah tersebut....” Kata Ki Bijak.

“Terima kasih Ki....., semoga ana bisa menjadi hamba yang pandai bersyukur.....” Kata Maula sambil berpamitan dengan gurunya.

Ki Bijak tersenyum sambil menyambut uluran tangan muridnya.

Wassalam

July 17, 2007

No comments:

Post a Comment