Tuesday, July 31, 2007

BURUNG KECIL

“Ciiit..ciiit cuit...ciiit...ciit cuit.........” Riuh suara anak burung berhamburan meningalkan sarang.

“Waah....lihat ki, anak-anak burung itu mulai belajar terbang......” Kata Maula sambil menunjuk kearah anak-anak burung yang beterbangan.

Ki Bijak hanya tersenyum melihat tingkah polah Maula yang nampak bersemangat memperhatikan perilaku burung-burung diladang itu.

“Ki, lihat ada yang jatuh..............” Kata Maula sambil berlari menghampiri seekor anak burung yang jatuh dan tertinggal dan kawanannya.

“Lihat Ki, anak burung ini lucu sekali.......” Kata Maula sambil memperlihatkan anak burung yang baru didapatnya.

Kedua orang murid dan guru itu kemudian membawa anak burung itu menuju kesebuah tempat istirahat, sebuah pohon rindang dipinggiran ladang.

“Nak Mas masih tertarik untuk berbicara tentang burung..........?” Tanya Ki Bijak.

“Selain pelajaran yang Aki berikan kemarin, bahwa burung memberi kita ibrah untuk senantiasa meyakini kebenaran janji Allah, bahwa burung mengajarkan kepada kita untuk menyempurnakan ihktiar kita, memperkaya diri dengan sifat qana’ah dan senantiasa bersyukur, memang ada pelajaran apa lagi ki..................” Tanya Maula.

“Masih banyak yang bisa kita pelajari Nak Mas............” Kata Ki Bijak.

“Misalnya ki.........?” Tanya Maula

“Misalnya kenapa ditengah kondisi yang serta terbatas itu, keluarga burung tidak pernah bertengkar, sementara kita yang dilingkupi kondisi berkecukupan, justru hampir setiap hari kehidupan rumah tangga kita dibumbui dengan pertengkaran .......” Kata Ki Bijak

“Pernah Nak Mas berpikir, kenapa ditengah rumah kondisi kita yang permanen, bahkan tingkat dua, tabungan kita yang berjuta jumlahnya, mobil kita punya, perhiasan pun tak kurang banyaknya, tapi justru harta yang banyak itu menjadi biang terjadinya pertengkaran, istrinya pengen mobil ini, suaminya pengen mobil itu, akibatnya terjadi pertengakaran, kemudian suaminya ingin berlibur ke Bali misalnya, istrinya ingin ketempat lain, terjadi lagi pertengkaran, masalah sekolah anak, masalah keuangan atau apapun bisa jadi bahan pertengkaran kita, sementara keluarga burung itu kelihatan begitu harmonis dan serasi......” Kata Ki Bijak

“Burung selalu seiring sejalan dalan menjalani kehidupan, keutara betina terbang, kesana sang jantan menuju, keselatan sang jantan mengarah, kesana pula betina berlabuh, ini yang membuat mereka selalu tentram dan damai menjalani kehidupannya......” Kata Ki Bijak lagi.

Maula tercenung mendengar penjelasan gurunya, dalam hatinya berguman, “iya ya, kenapa burung itu malah bisa menjalani kehidupan dengan lebih baik dari manusia yang berakal..?.

“Lalu, ketika kita belum dikaruniai anak, kita memohon kepada Allah untuk diberikan keturunan, naum kemudian keberadaan anak kita, sering kali membuat kita stress bukan kepalang, bagaimana kita menyekolahkan anak kita, bagaimana kita mengajari anak kita agar kelihatan pintar dimata orang lain, bagaimana kita berusaha mencukupi kebutuhan anak kita, dan masih banyak hal lain tentang anak kita, yang karena besarnya perhatian kita padanya, tak jarang melalaikan kita bahwa hanya Allah sajalah yang mampu memenuhi kebutuhan kita dan anak kita, bahwa bukan kita yang mampu mendidik anak kita, tapi Allah, bahwa kita tidak akan mampu mencukupi kebutuhan anak kita, kecuali Allah yang memenuhinya...........” Kata Ki Bijak.

“Induk dan jantan burung itu tidak sekolah, mereka tidak tahu bagaimana cara mengajar anaknya terbang, mereka pun tidak tahu bagaimana mengajari anak-anaknya untuk mencari makan, mereka pun tidak mampu memberikan jaminan makanan pada anak-anaknya bahkan untuk esok hari sekalipun, tapi lihat, kepasrahan dan keyakinannya bahwa Allah-lah yang mengajari semua mahluk dengan ilmu-Nya, bahwa Allah-lah yang memenuhi hajat hidup semua mahluknya, burung-burung itu bisa dengan riang terbang kian kemari................” Kata Ki Bijak.

Lagi Maula tercenung mendengar uraian gurunya, karena baru beberapa waktu lalu ia dan istrinya mengalami kebingungan luar biasa karena anak sulungnya harus masuk kesekolah dasar, sementara asuransi pendidikan yang diikutinya tak mencukupi biaya pendaftaran sekolah yang mahal, ia kembali harus menarik nafas dalam-dalam, ia merasakan seolah ki Bijak tahu apa yang sedang dan telah dialaminya, padahal ia tidak pernah menceritakan hal itu kepada ki Bijak.

“Misalnya lagi, burung-burung itu tidak pernah mendapatkan pendidikan akhlaq, tidak pernah mengikuti seminar kepribadian, tidak pernah kursus bermasyarakat, tapi lihat, bagaimana burung-burung itu bisa hidup ditengah masyarakat burung dengan penuh harmoni, tidak ada burung yang saling caci maki, tidak ada burung yang saling membenci, tidak ada fitnah apalagi saling mencelakakan.............” Kata Ki Bijak.

“Sementara kita yang mendapatkan pendidikan moral dari sejak taman kanak-kanak, mendapatkan pengajaran akhlaq hingga kita dibangku kuliah, dimasyarakat pun kita dipagari oleh norma, nilai dan syari’at, tapi coba lihat disekeliling kita, masih banyak diantara kita yang sering terjebak pada kondisi saling membenci, sering kita terjebak pada fitnah-fitnah keji, bahkan kerap sebagian orang saling membunuh demi sesuap nasi, tidakkah kita harusnya malu kepada burung-burung itu...............” Kata Ki Bijak.

“Nak Mas......!” Tegur Ki Bijak melihat Maula yang tengah termenung.

“Iya Ki....” Kata Maula gagap.

“Nak Mas mau memelihara anak burung ini...?” Tanya Ki Bijak.

“Tidak Ki, ana ingin mengembalikan anak burung ini kesarangnya, kasihan ki, kalau induknya kehilangan, menurut Aki bagaimana....?”Tanya Maula.

“Menurut Aki juga lebih baik begitu, sebaik apapun perlakuan kita terhadap burung itu, pasti tidak akan bisa menyamai kasih sayang induk burung itu pada anaknya.................” Kata Ki Bijak.

Maula kemudian bangun, ia bergegas memanjat pohon tempat sarang burung itu berada dan meletakan anak burung itu kembali disarangnya..

Sekembalinya Maula dari pohon itu, ia bertanya kepada gurunya;.

“Ki, lewat pitutur aki, Allah telah mengajari ana dengan berbagai tamsil dan permisalan bagi kehidupan ana, mulai dari semut yang serakah, gajah yang tak pernah melihat langit, hingga kawanan lebah dan sarangnya, lalu apa maksud Allah dengan semuanya itu ki........? Tanya Maula.

“Karena Allah ingin dikenal Nak Mas......” Kata Ki Bijak.

“Ingin dikenal ki...?” Tanya Maula.

“Ya, Allah adalah Dzat yang sangat ingin dikenal oleh mahluknya, dengan perumpamaan-perumpamaan itu Allah ingin kita berpikir bahwa tidak akan ada rambatan semut yang kecil, tidak akan ada geliat gajah yang besar, tidak akan ada kawanan lebah yang bersarang, kecuali disana ada ilmu dan qudrat-Nya............., semuanya itu, seharusnya menuntun kita untuk meyakini keberadaan Allah sebagai satu-satunya ilah yang Mencipta dan Tuhan yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu..................” Kata Ki Bijak.

“Dengan semua itu Allah ingin kita tidak hanya mengenal-Nya sebatas nama, karena kalau kita mengenal Allah hanya sebatas itu, sangat mungkin kita akan tertipu oleh tuhan-tuhan lain selain Allah, mungkin kita terjebak untuk mempertuhankan harta, mempertuhankan pangkat dan jabatan, atau mempertuhankan mahluk lainnya..”

“Tapi ketika kita mengenal Allah dengan baik dan benar, bahwa Allah sajalah yang menghidupkan dan mematikan, bahwa Allah sajalah yang menjamin rezeki kita, bahwa Allah sajalah yang wajib kita ibadahi, insya Allah kita tidak akan tersesat lagi, sehingga dengan sadar kita mengucapkan dan mengakui bahwa Laa maujuda ilallah,bahwa tidak ada yang maujud dialam ini kecuali disana ‘terlihat’ kebesaran Allah.........”Kata Ki Bijak.

“Ya ki, ana mengerti sekarang.............” Kata Muala pelan, sambil beranjak dari bawah pohon itu, matanya kembali menoleh kearah burung kecil, sambil hatinya berguman, “ terima kasih burung kecil, kau telah mengajariku banyak hal hari ini....”

Wassalam

July 31, 2007

No comments:

Post a Comment