“Assalamu’alaikum........” Sapa Maula
“Walaikumusalam warahmatullahiwabarakatuhu..........” balas Ki Bijak
“Alhamdullilah, kita sudah memasuki bulan Rajab, Nak Mas....” Kata Ki Bijak.
“Ya, Ki, tidak terasa kita sudah menjelang Ramadhan lagi, Ki, kenapa ya waktu terasa begitu cepat berlalu, sepertinya baru kemarin kita meninggalkan ramadhan, sekarang insya Allah kita akan dipertemukan lagi dengan bulan yang dimuliakan itu.....? Tanya Maula.
“Karena kita sangat kerasan / betah tinggal didunia ini Nak Mas......” Kata Ki Bijak.
“Betah, Ki........? Tanya Maula
“Ya, orang yang betah tinggal disuatu tempat, misalnya ditempat wisata, ditempat yang mereka senangi, atau tempat bulan madu, pasti merasakan waktu seakan bergulir lebih cepat, dibanding mereka yang tinggal ditempat-tempat yang tidak mereka senangi....., seorang Narapidana misalnya, pasti merasakan pergantian waktu seakan melambat, karena siapapun tidak suka penjara........” Kata Ki Bijak.
“Begitupun dengan kita, kita merasakan waktu demikian cepat berputar karena kita sangat senang tinggal dudunia ini, kita sangat mencintai dunia ini, sehingga kita sering terpesona oleh keindahannya, itulah yang menyebabkan waktu terasa begitu cepat berlalu...........” Kata Ki Bijak.
“Ki, kenapa orang cenderung mencintai dunia ini, Ki..........? Tanya Maula.
“Karena memang Allah menjadikan dunia ini indah Nak Mas...., coba Nak Mas perhatikan ayat ini”;
14. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
[186] yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.
“Dan karena keindahannya itulah, banyak manusia terpesona oleh keindahan dunia, sehingga sebagian dari kita lupa bahwa dunia ini hanya tempat persinggahan,tempat mampir, yang mau tidak mau harus kita tinggalkan kelak...” Kata Ki Bijak.
“Ki, apakah kita boleh menikmati karunia Allah berupa keindahan dunia ini Ki...? Tanya Maula.
“Boleh Nak Mas, tapi dengan syarat............” Kata Ki Bijak.
“Apa syaratnya Ki......?” Tanya Maula
“Keinginan dan kecintaan kita pada wanita (istri kita), kasih sayang kita pada anak-anak kita, hasrat kita terhadap harta, tidak boleh melebihi kecintaan kita pada Allah dan Rasul-Nya......” Kata Ki Bijak.
“Kadang kita ini berlebihan dalam mencintai dunia dan urusannya, kita demikian cinta pada istri dan anak kita, sehingga kadang kita gelap mata, apapun yang mereka minta, kita turuti, terlepas dengan cara apa kita memenuhinya, sehingga tak jarang orang yang korupsi, menipu atau berbuat kejahatan lainnya, hanya untuk memenuhi kecintaanya pada anak istri.....”
“Benar, anak – istri adalah amanat yang harus kita jaga dan kitapun berkewajiban untuk membahagiakan, tapi juga benar bahwa anak-istri adalah sebuah ujian bagi kita, apakah kecintaan kita terhadap Allah dan Rasul-Nya tidak tergeser oleh kecintaan kita kepada anak istri kita, kita harus benar-benar bijak dalam menyikapi hal ini........”
“Kadang pula kita demikian mencintai harta kita, sehingga kita lebih mementingkan mobil atau motor kita untuk dibersihkan, dari pada panggilan adzan yang berkumandang, ini yang tidak boleh Nak Mas.....” Kata Ki Bijak.
“Kadang hari-hari dan pikiran kita dipenuhi dengan urusan dunia, mulai mencari duit, pikiran kita dipenuhi ide-ide untuk menambah penghasilan, hati kitapun turut serta mempertimbangkan untung rugi usaha yang akan kita jalani, anak istri pun dilibatkan, waktu kitapun dihabiskan untuk berkubang pada pekerjaan, ikut seminar, pelatihan, trainning yang semuanya bermuara pada uang , sehingga Allah dan Rasul-Nya menjadi nomor sekian.......” Kata Ki Bijak lagi
“Bagaimana cara kita untuk menyikapinya Ki...? Tanya Maula.
“Tempatkan dunia pada porsi yang benar, Nak Mas....” Kata Ki Bijak.
“Ketika kita salah dalam menempatkan dunia, ibarat kita menempatkan kelereng persis didepan mata kita, sehingga bola mata kita tidak bisa melihat benda lain yang lebih besar dari kelereng itu, karena semua bagian mata kita tertutup oleh kelereng yang kecil....”
“Ketika kita menempatkan dunia didalam seluruh aspek kehidupan kita, maka kita tidak lagi dapat melihat akhirat yang luasnya seluas bumi dan langit, dunia ini sangat kecil jika dibandingkan kehidupan diakhirat kelak..........” Kata Ki Bijak.
“Jika kita punya mobil, tempatkan mobil kita digarasi, bukan dihati, karena hati kita hanya untuk Allah”
“Ketika kita punya emas, perak atau tabungan, tempatkan dibank, jangan dihati, karena hati kita hanya untuk Allah”
“ketika kita punya rumah mewah, tempatkan pada posisi yang benar, bukan dihati, karena hati kita hanya untuk Allah”
“Ketika kita punya istri cantik dan anak yang lucu, sayangi dan cintai mereka dengan semestinya, hati kita tetap untuk Allah”
“Sehingga ketika mobil kita rusak atau hilang, hati kita tetap terpaut pada Allah, ketika harta, emas dan perak kita habis, iman kita tidak berkurang pada Allah, ketika rumah kita rusak, kita tidak lantas menyalahkan Allah, atau ketika saatnya tiba kita harus berpisah dengan anak istri kita, kita tetap bersama Allah...” Kata Ki Bijak.
“Ada sebuah kiasan yang indah untuk menggambarkan mereka yang lalai didunia ini, hingga akhirnya mereka menyesal........” Kata Ki Bijak yang melihat muridnya masih betah mendengarkan petuahnya.
“Bagaimana itu, Ki....?” Kata Maula penasaran.
“Ada seorang yang diuji oleh Rajanya dengan cara menempatkan orang tersebut disebuah hutan lebat yang belum pernah terjamah manusia untuk menemukan sebuah mahkota bertahta berlian. Pada mulanya orang tersebut sangat takut dan bingung dengan kondisi hutan yang asing baginya, ia kemudian berjalan kesana-kemari tanpa arah, hingga kemudian ia menemukan sarang lebah yang berisi madu. Setelah mencicipi rasa madu yang baru ditemukannya, orang itu semakin asyik menikmati manisnya madu, ia terus saja menikmati madu, tanpa peduli lagi pada titah raja untuk menemukan mahkota, bahkan ia pun sampai lupa waktu, detik demi detik, menit demi menit ia gunakan semua waktunya untuk menikmati madu, hingga tanpa sadar, malam sudah menjelang...., ia pun kebingungan ditengah kegelapan........”
“Orang tersebut bisa mewakili kita Nak Mas, sementara hutan adalah dunia ini. Ketika kita dilahirkan kedunia yang semula asing bagi kita, kita ditugaskan oleh Allah untuk mengabdi kepada-Nya, dan ditengah perjalanan kehidupan kita, kita dipertemukan dengan manisnya “madu dunia”, yaitu berupa harta serta keindahan lainnya. Dan seperti orang dalam tamsil tersebut, kita terbuai dengan manisnya madu kehidupan dunia, sehingga ketika kita sadar, ajal sudah menjelang, dan kita tidak sempat lagi menunaikan tugas pengabdian kita kepada Allah swt........”
“Apa yang harus kita lakukan agar kita tidak seperti orang itu, Ki...” Tanya Maula.
“Nikmatilah madu itu, sekedarnya saja, dan jangan lupakan tugas pokok kita untuk mengabdi kepada Allah, untuk membawa sebuah mahkota “Laa ilaha ila llah” untuk kita persembahkan kepada Allah sepulangnya kita keakhirat kelak....” Kata Ki Bijak.
Maula mengganguk, kemudian ia berpamitan kepada gurunya untuk berangkat kerja.
Wassalam
July 18, 2007
Wednesday, July 18, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment