“Assalamu’alaikum........” Sapa Maula
“Walaikumusalam warahmatullahiwabarakatuhu..........” balas Ki Bijak.
“Ki, ana sering sekali mendengar orang yang mengeluh, ‘saya khan sudah beriman kepada Allah, sudah shalat, sudah baca al qur’an, tapi kehidupan saya seperti ini terus, sementara mereka yang shalatnya kadang-kadang atau bahkan tidak shalat sama sekali kok malah murah rezeki’, sehingga kemudian mereka seakan ragu dengan kebenaran janji Allah.......” Kata Maula.
“Nak Mas pernah merasakan hal seperti itu..?” Tanya Ki Bijak.
“Jujur, ana juga beberapa kali mengalami perasaan seperti itu, ketika ana sudah merasa bahwa ana sudah berbuat baik kepada seseorang, tapi justru ana mendapatkan hal sebaliknya dari orang tersebut.....” Kata Maula.
“Maksudnya Nak Mas...?” Tanya Ki Bijak.
“Iya Ki, ana pernah dimintai tolong oleh seorang teman yang istrinya tengah dirawat, dan alhamdulillah, ana ketika itu punya sedikit tabungan, tapi ketika ana butuh uang, sulit sekali nagihya, bahkan kadang menjadikan hubungan kami jadi tidak baik....” Kata Maula.
“Pun beberapa kali ana justru “dikecewakan”, setelah ana merasa telah berbuat baik.....” Kata Maula.
“Nak Mas tahu kenapa hal demikian terjadi pada kita....?” Tanya Ki Bijak.
Maula menggelengkan kepalanya tanda belum mengerti.
“Pertama, Nak Mas harus berhati-hati dengan perkataan “merasa”, merasa telah berbuat baik, merasa telah menolong orang lain, merasa shalatnya sudah benar, merasa sudah taat, karena boleh jadi perasaan itu, perasaan kita telah berbuat baik, dimanfaatkan setan untuk menggelincirkan kita pada rasa tidak ikhlas, sehingga apa telah kita perbuat tidak lagi semata-mata karena Allah......” Kata Ki Bijak.
“Pertolongan yang kita berikan yang seharusnya dilandasi dengan keikhlasan, bergeser menjadi pertolongan yang dipenuhi dengan pamrih, kita ingin dipuji sebagai orang baik, kita ingin dihormati teman yang kita tolong, kita ingin disebut sebagai pahlawan, mesti semuanya tidak kita ucapkan, tapi ketika rasa itu muncul, maka boleh jadi keikhlasan kita tercemari....” Kata Ki Bijak.
“Shalat yang kita lakukan, zakat yang kita tunaikan, juga kadang diselipi oleh pamrih duniawi kita, kita shalat dengan harapan kita mendapatkan “sesuatu”selain ridha-Nya, demikin juga dengan zakat kita, benar kita dianjurkan untuk memiliki rasa “harap dan cemas” ketika kita memohon kepada Allah, tapi harap dan cemas itu adalah perasaan takut kita kalau ibadah kita tidak diterima Allah, bukan harapan dan kecemasan lainnya.....” Kata Ki Bijak.
“Ketika kita menolong orang lain karena pamrih, bersiap-siaplah kita untuk kecewa, seperti yang pernah Nak Mas alami itu.....” Kata Ki Bijak.
“Ketika shalat dan zakat kita bukan semata karena Allah, bersiaplah kita akan mengalami kejenuhan dalam beribadah kepada Allah, dan itu sangat berbahaya........” Kata Ki Bijak.
“Perasaan seperti itu juga sebentuk ujian dan kita harus menyikapinya dengan sikap terbaik kita agar kita tidak merugi nantinya.....” Kata Ki Bijak.
“Lalu kenapa ketika kita sudah beriman kepada Allah, menjalankan ajaran agama dengan benar, tapi kita masih senantiasa diuji oleh Allah dengan berbagai penderitaan, kekurangan, ketakutan seperti yang dikeluhkan oleh banyak orang, karena memang keimanan seseorang perlu diuji sebagai pembuktian Nak Mas.....” Kata Ki Bijak.
“Maksudnya, Ki....?” Tanya Maula.
“Kita boleh mengaku telah beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya, kitapun boleh merasa ibadah kita sudah baik dan benar, tapi itu kan masih sebatas pengakuan kita, dan Allah ingin menguji kebenaran pengakuan itu, yaitu dengan cara menguji kita dengan berbagai penderitaan, kekurangan, ketakutan dan lainnya......” Kata Ki Bijak.
“Dan yang Nak Mas harus ingat bahwa bukan hanya kita yang diuji demikian...., Nak Mas ingat ketika dizaman Rasul dulu, umat Islam yang ketika itu masih berjumlah sedikit, diisolasi, sehingga umat Islam ketika itu tidak bisa berhubungna dengan dunia luar, bahkan banyak diantara sahabat yang harus terpisah dengan sanak saudaranya...” Kata Ki Bijak.
“Tak kurang dari sahabat yang kita kenal keteguhan dan kekokohannya, “mengeluh dan mengadu” kepada Rasul, kenapa justru mereka mengalami hal seperti itu justru ketika mereka telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.............”
“Nabi ketika itu tidak bisa langsung menjawab, karena betapapun beliau merasakan beban yang harus dipikul dan ditanggung oleh para sahabat demi mempertahankan keimanannya....., Nabi diam, hingga Allah kemudian mengutus Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang merupakan jawaban atas pengaduan para sahabat........” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat dimaksud;
1. Alif laam miim[1144]
2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
3. Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.
“Itulah jawaban Allah, dan Nak Mas perhatikan, emas harus ditempa dan disepuh terlebih dahulu sebelum benar-benar menjadi perhiasan yang mahal, pun demikian halnya dengan keimanan kita, harus diuji dulu, agar terlihat siapa yang benar imanya, dan siapa diantara kita yang berdusta......” Kata Ki Bijak.
“Ki, apa ujian yang diberikan Allah itu berbeda-beda kadarnya....” Tanya Maula.
“Benar, berbeda, tergantung sebesar apa keimanan mereka, semakin tinggi kadar iman seseorang, makin semakin berat ujian yang diberikan Allah padanya.......” Kata Ki Bijak.
“Lihat pucuk cemara itu, Nak Mas..........” Kata Ki Bijak sambil menunjuk pucuk cemara yang oleng kekiri dan kekanan karena hembusan angin yang kencang.
Maula menoleh kearah yang ditunjuk oleh gurunya.
“Semakin tinggi pohon,maka semakin kencang ia akan diterpa angin, tapi selama pohon itu memiliki akan yang kokoh, maka ia akan mampu bertahan dari kencangnya terpaan angin, pun dengan kita, kalau iman kita benar, maka cobaan apapun tak akan merobohkan keyakinan kita akan janji Allah..............., dan satu lagi, Allah tidak akan membebani seseorang melebihi kapasitas yang dimiliki orang tersebut, Allah Maha tahu lagi Maha Adil...........” Kata Ki Bijak.
“Jadi sekali lagi, ikhlaskan ibadah dan pengabdian kita kepada Allah dan jadikan sabar dan shalat sebagai penolong kita dalam menjalani ujian dari Allah swt....” Kata Ki Bijak.
Maula mengangguk tanda mengerti, ia sekarang paham kenapa Allah menguji manusia, bukan karena Allah dhalim, tapi justru Allah ingin menaikan derajat keimanan kita kejenjang yang lebih tinggi.
“Subhanalllah, Ki, ana paham sekarang......” Kata Maula.
Ki Bijak tersenyum sambil menyambut uluran tangan muridnya yang pamitan pulang.
Wassalam
July 16, 2007.
Monday, July 16, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment