Monday, September 10, 2007

BERKACA PADA BAYANGAN

“Assalamu’alaikum...........” Salam Maula.

“Walaikumusalam warahmatulahiwabarakatuh...., masuk Nak Mas....” Jawab Ki Bijak sambil menyambut kedatangan tamunya diluar pintu pondok.

“Dinda, Ade, ayo salim sama Aki.......” Kata Maula pada dua putranya yang hari itu ikut berkunjung kepondok Ki Bijak.

Segera saja Dinda menyalami tangan Ki Bijak, pun dengan adiknya yang tengah digendong Maula, mereka semua bersalaman.

“Dinda sudah besar sekarang ya...., Ade juga nih, Aki sampai pangling.....” Kata Ki Bijak.

“Iya Ki, anak-anak sudah mulai besar, ada sedikit rasa khawatir pada diri ana sekarang ini ki...” Kata Maula.

“Khawatir kenapa Nak Mas....?” Tanya Ki Bijak.

“Ana khawatir ana tidak mampu mendidik mereka dengan baik ki......” Kata Maula.

Ki Bijak tersenyum menanggapi kekhawatiran Maula, “Tak perlu terlalu khawatir Nak Mas, karena bukan hanya Nak Mas yang merasa tidak akan mampu mendidik anak-anak, tapi semua orang............” Kata Ki Bijak.

“Lalu bagaimana agar rasa khawatir ini tidak melanda kita ki..........” Tanya Maula.

“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, laa haula walaquata ila billah...., kembalikan semuanya kepada Allah Nak Mas, karena memang kita tidak memiliki kemampuan apapun untuk mendidik anak kita dengan baik, kecuali dengan kekuatan dan izin Allah...........” Kata Ki Bijak.

“Ki, adakah kasab dan syari’at yang bisa kita lakukan dalam mendidik anak-anak kita ki........? Tanya Maula.

Sambil tersenyum ki Bijak menunjuk kearah bayangan pohon diluar pondokan...

“Nak Mas perhatikan bayangan pohon kelapa itu..............” Kata Ki Bijak sambilng menunjuk bayangan pohon kelapa yang lurus selurus batang pohonnya.

“Lalu Nak Mas perhatikan bayangan pohon pepaya sebelahnya...........” Kata Ki Bijak lagi sambil menunjuk pohon pepaya yang tidak jauh dari pohon kepala itu.

“Ya ki............” Kata Maula.

“Nak Mas perhatikan kenapa bayangan pohon kelapa itu lurus, sementara bayangan pohon pepaya bengkok............” Tanya Ki Bijak.

“Bayangan pohon kelapa lurus karena memang pohon kelapanya lurus tak bercabang, sementara bayangan pohon pepaya bengkok karena memang pohonnya pun demikian ki............” Kata Maula.

“Nak Mas benar, lurus atau bengkoknya bayangan pohon – pohon itu tergantung pada pohonya sendiri, pun demikian dengan anak – anak kita.....” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki..............?” Tanya Maula.

“Anak yang Allah amanahkan adalah ibarat bayangan kita Nak Mas, maka jika kita ingin agar anak kita “lurus”, hendaknya kita mendidik anak-anak kita dengan cara meluruskan diri kita terlebih dahulu......” Kata Ki Bijak.

“Seperti bayangan pohon itu, kita tidak mungkin meluruskan bayangan pohon pepaya, karena memang pohonnya sendiri bengkok..., dan seperti itu pula seharusnya kita dalam mendidik anak – anak kita, sangat sulit mengharapkan anak kita menjadi orang baik yang “lurus”, sementara perilaku kita sendiri justru bengkok dan banyak bercabang.........” Kata Ki Bijak.

“Contoh nyatanya seperti apa ya ki......?” Tanya Maula

“Contohnya Aki temukan kemarin Nak Mas, ketika Aki hendak menuju masjid untuk shalat maghrib, ada seorang bapak yang tengah sibuk mengurusi mobilnya, entah apanya yang rusak....” Kata Ki Bijak.

“Lalu ki.....?” Kata Maula lagi.

“Lalu anaknya yang berusia sekitar sepuluh tahun, menghampiri bapaknya, si Bapak kemudian dengan nada yang agak tinggi berkata kepada anaknya “Kok tidak pergi kemasjid sih.......?” Kata Ki Bijak menirukan pertanyaan bapak yang ditemuinya dijalan menuju kemasjid.

“Anaknya menjawab “malas pak.....”, setelah itu , si Bapak menanyakan alasan kenapa anaknya tidak mau kemasjid, dan sampai Aki pulang dari masjid, bapak tadi masih bergelut dengan mobilnya, sementara sianak juga tidak nampak sama sekali dimasjid...............”

“Nak Mas perhatikan jawaban sianak tadi, ia dengan ringan menjawab “malas” untuk kemasjid, karena secara tidak langsung bapaknya telah mengajarinya untuk tidak pergi kemasjid, ia lebih sibuk mengurusi mobilnya, dan itu pula yang terjadi dengan sianak, ia lebih senang nonton film kartun ditelevisi, end toh bapaknya juga tidak kemasjid tidak apa-apa.....” Kata Ki Bijak.

“Mungkin akan lain ceritanya, ketika adzan maghrib berkumandang, bapak tadi sudah bersiap kemasjid dengan pakaian rapih, kemudian dia mengajak anaknya turut serta kemasjid, insya Allah sianak pun akan ikut kemasjid bersama bapaknya...” Sambung Ki Bijak.

“Jadi menurut hemat Aki, kunci dalam mendidik anak adalah bagaimana kita mendidik diri kita sendiri terlebih dahulu sebaik mungkin, selurus mungkin, insya Allah, bayangan kita, anak kitapun akan mengikuti kita, lurus kita berperilaku, lurus pula “bayangan anak kita”, bengkok kita berperangai, bengkok pula “bayangan anak kita”.............” Kata Ki Bijak lagi.

“Jadi kuncinya teladan ya ki.......” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, kuncinya teladan, kita tidak bisa mendidik anak kita hanya dengan menjejali mereka dengan teori dan kata-kata, “kamu harus shalat, kamu harus rajin, harus kemadrasah, harus mengaji....”

“Sementara kita sendiri shalat saja jarang, baca buku hampir tidak pernah, kemadrasah sudah lewat usianya, qur’an hanya jadi pajangan, si anak pasti akan bercermin dari perilaku kita sehari-hari, bahkan ada anak sekarang yang balik berkata “bapak saja nggak shalat, emak saja tidak pernah baca Al qur’an” dan pasti kita akan kehabisan kata untuk meluruskan “bayangan” anak kita tersebut............” Kata Ki Bijak.

Maula memperhatikan putra-putrinya yang tengah berlarian dihalaman pondok, ia berjanji dalam hatinya untuk berbuat yang terbaik untuk anak-anaknya, ia bertekad untuk mendidik mereka dengan cara terbaik, yaitu dengan menjadikan dirinya suri tauladan dan anutan yang bisa dijadikan contoh oleh anak –anaknya kelak.

Beberapa saat kemudian, Ki Bijak dan Maula melangkah keluar pondok, mereka berjalan-jalan disekitar pondok yang banyak ditumbuhi berbagai pepohanan, dan tak lama kemudian Ki Bijak menemukan sebuah mangga terjatuh dari pohonnya.

“Lihat mangga ini Nak Mas, buah ini pasti jatuhnya tidak akan jauh dari pohonnya....” Kata Ki Bijak.

“Maksud Aki, akhlaq anak kitapun tak akan jauh dari akhlaq kita, begitu khan ki...?” Kata Maula.

“Ya, begitu Nak Mas, pribadi anak kita adalah miniatur dari pribadi kita sendiri, karena itu bercerminlah selalu pada mereka, baik mereka, insya Allah sudah baik perilaku kita, jelek tingkah mereka, kita yang pertama harus mengintrospeksi diri kita sendiri terlebih dahulu, jangan buru-buru marah dan mencari kambing hitam karena kesalahan lingkunganlah, karena temannya lah, tapi tengok kedalam sekali lagi, adakah kita sudah menjadi ayah yang baik bagi mereka ....?” Kata Ki Bijak.

“Ya ki, semoga ana bisa menjadi ayah teladan bagi mereka, do’akan ana ya ki....” Kata Maula.

“Insya Allah Nak Mas, .............” kata Ki Bijak mengakhiri perbincangan hari itu.

Wassalam’

September 07, 2007

No comments:

Post a Comment