“Alhamdulillahirabbil’alamiin....insya Allah beberapa hari lagi kita memasuki bulan Ramadhan ya ki...........” Kata Muala kepada Ki Bijak.
“Insya Allah Nak Mas, puji syukur sepatutnya kita panjatkan atas nikmat ini Nak Mas, nikmat umur, hingga kita dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan.........” Kata Ki Bijak.
“Ki, kita sudah berpuluh kali dipertemukan dengan Ramadhan, tapi ana sendiri belum benar-benar bisa mencapai apa yang dikehendaki Allah dengan diturunkannya bulan suci tersebut ki.........” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, sebagian besar kita sangat paham secara harfiah bahwa tujuan shaum Ramadhan adalah untuk mengembalikan kita pada fitrah kemanusian kita diakhir bulan Ramadhan, yang diilustrasikan oleh banyak orang bahwa puasa Ramadhan akan mengembalikan kita pada kesucian, kesucian dari dosa dan kufarat, sehingga kita seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim seorang ibu, suci tanpa dosa...........” Kata Ki Bijak.
“Lalu ki............? Tanya Maula.
“Lalu kita sering “lupa” atau tidak mengetahui secara benar hakekat puasa yang memungkinkan kita untuk bisa kembali suci seperti bayi, kita justru sering terjebak pada puasa yang hanya menahan diri dari rasa haus dan lapar serta beberapa hal lain yang membatalkannya, maka jadilah puasa kita hanya mengakibatkan “penderitaan” karena haus dan lapar saja, tanpa makna, tanpa hasil sesuai dengan keagungan ramadhan itu sendiri.........” Kata Ki Bijak.
“Ki, siapa saja mereka hanya mendapat “penderitaan” karena puasanya ki.........” Tanya Maula.
“Nak Mas pernah perhatikan ular......?” Tanya Ki Bijak.
“Ular ki.........?” Tanya Maula
“Ya, Nak Mas perhatikan ular python misalnya, biasanya seekor ular akan menelan mangsanya bulat-bulat, ia menelan habis semua bagian mangsanya, termasuk kulit dan tulang belulangnya, kemudian, setelah itu, ular akan mencari tempat persembunyian untuk mencerna makanan yang ditelannya, ular itu “puasa” berhari-hari sampai makanan diperutnya dicerna secara sempurna.........”
“Setelah selesai “puasa”nya, ular akan kembali mencari mangsa, bahkan cenderung lebih ganas dari sebelumnya.........” Kata Ki Bijak.
Maula mengangguk-anguk, ia berusaha keras memahami penjelasan ki Bijak.
“Kebanyakan dari kita seperti ular pyhton itu Nak Mas, ketika kita sahur, semua kita makan, semua kita habiskan, sehingga perut kita kekenyangan, kemudian kita tidur lagi, shubuhnya kelewat, dan ia menjalani puasanya penuh dengan penderitaan karena kekenyangan, ia menjadi malas untuk beraktivitas dengan alasan sedang puasa, hari-harinya dihabiskan untuk tidur mendengkur menunggu beduk maghrib tiba, dan begitu terdengar beduk ditabuh, lagi, ia menyantap semua yang terhidang dimeja, lagi, ia kekenyangan, isya-nya telat, terawihnya lewat, tadarus qur’anya apalagi, terus selama sebulan ia menjalani ramadhannya seperti ular python yang kekenyangan..........”
“Dan ketika syawal tiba, sangat sulir mengharapkan suatu perubahan perilaku yang lebih baik dari mereka yang puasanya sebatas itu, bahkan tak jarang selepas puasa, mereka cenderung “balas dendam” dengan kembali memakan makanan yang tidak jelas halal-haramnya, ia seperti python yang bertambah ganas selepas puasa...” Kata Ki Bijak.
“Betapa rugi mereka yang menyia-nyiakan jamuan Allah dibulan penuh berkah ini, karena boleh jadi kita tidak akan dipertemukan lagi dengan bulan suci ini ditahun berikutnya............” Kata Ki Bijak.
“Lalu siapa mereka yang memperoleh kemenangan dibulan Ramadhan ki.........?” Tanya Muala.
“Seorang ulama mengatakan, bahwa secara fungsi shaum ramadhan adalah sebuah proses latihan bagi kita untuk dapat mengaplikasikan nilai-nilai ketaatan para malaikat, atau yang biasa disebut dengan Tarekatul lil malaikat, kemudian shaum juga merupakan sarana latihan Tarbiyatul lil iradah, pengendalian terhadap kehendap atau keinginan kita, serta Tarekatul lil ilahiyah, belajar mengaplikasikan sifat-sifat ketuhanan, seperti sifat kasih sayang dan saling mencintai....”
“Dengan proses latihan dibulan suci ini, kita dididik untuk menjadi hamba Allah yang taat, baik taat dalam menjalankan perintah-Nya, serta taat dalam menjauhi larangan-Nya, dengan shaum kita dididik untuk menjadi pribadi muslim yang berguna bagi sesamanya, dengan turut merasakan lapar dan dahaga mereka yang ditimpa kemiskinan, disamping juga memiliki kepekaan terhadap penderitaan sesamanya, sehingga diharapkan, setelah shaum ramadhan, kepekaan kita terhadap sesama menjadi semakin baik......” Kata Ki Bijak.
“Ki, lalu apa saja indikator berhasil tidaknya shaum seseorang ki.........?” Tanya Maula.
“Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib ra., dari Rasulullah saw., beliau bersabda, "sesungguhnya Allah Maha Barakah dan maha Tinggi berfirman, "Puasa itu untukku; dan Aku akan membalasnya (memberi pahala). Ada dua kegembiraan bagi orang berpuasa, gembira ketika berbuka dan gembira ketika melihat Tuhannya. 'Dan demi dzat yang jiwa Muhammad di tangannya, sungguh bau busuk dari mulut orang yang berpuasa bagi Allah lebih harum daripada minyak kesturi." (hadits riwayat anNasa'i),
“Hal itu itu yang kemudian mendorong beberapa kalangan untuk tidak terlalu dalam membahas berhasil tidaknya puasa seseorang, karena hanya Allah dan orang yang melakukannya sajalah yang tahu apakah ia sudah benar shaumnya atau tidak….”
“Namun demikian, secara syari’at, keberhasilan shaum seseorang “dapat dilhat” dengan ada tidaknya peningkatan ketaqwaannya kepada Allah selepas Ramadhan…” Kata Ki Bijak.
“Maksudnya ki…….? Tanya Maula.
“Ya Nak Mas, kata Syawal, terambil dari akar kata Sala ya sulu sawalun, yang artinya “meningkat”, sehingga berhasil tidaknya shaum seseorang, akan tercermin dari perilakunya diluar bulan ramadhan, misalnya kalau dibulan suci ramadhan seseorang rajin tadarus al qur’an, maka mereka yang berhasil shaumnya akan lebih meningkatkan tadarus al qur’annya diluar ramadhan, mungkin bukan hanya tadarus, tapi juga ditambah tadabur dan memahami al qur’an dengan berbagai hikmah yang terkandung didalamnya….” Kata Ki Bijak.
“Misalnya lagi, kalau dibulan suci ramadhan rajin tarawih, maka selepas ramadhan, mereka yang shaumnya berhasil, akan senantiasa menjaga qiyamul lail dan tahajudnya…..”
“Misalnya lagi, kalau dibulan suci ramadhan banya melaksanakan shalat nafilah, meraka yang berhasil shaumnya, akan semakin menjaga shalat fardhunya, baik menjaga waktu shalat dan kekhusuan shalat-shalatnya…”
“Misalnya lagi, kalau dibulan suci ramadhan kita pandai menjaga perkataan kita, mereka yang berhasil shaumnya, akan semakin memelihara dirinya dari perkataan dusta dan ghibah…”
“Misalnya lagi, kalau dibulan suci ramadhan kita pandai menjaga amarah, selepas ramadhan, mereka yang berhasil shaumnya, akan menjadi orang yang lebih bijak dan pandai membawa diri, dan seterusnya….” Kata Ki Bijak.
“Tapi ki, yang sering ana lihat, justru ketika syawal tiba, orang-orang lebih cenderung “balas dendam”, karena merasa sudah dikekang selama bulan suci ramadhan….” Kata Maula.
“Mereka yang masih memiliki sifat seperti itu, atau kalau kita masih seperti itu, bersegeralah kita memperbaikinya, agar shaum kita tidak hanya membuat kita lapar dan dahaga semata, agar kita tidak rugi dan menyesal dikelak kemudian hari….” Kata Ki Bijak.
“Nak Mas sudah siap memasuki ramadhan kali ini…..?” Tanya Ki Bijak.
“Insya Allah ki, ana siap, do’akan shaum ana lebih baik ya ki……” Kata Maula.
“Ya Nak Mas, mari kita berdoa dan memohon kepada Allah semoga ramadhan kali ini adalah ramadhan terbaik untuk kita…..” Kata Ki Bijak.
“Amiin ………” Timpal Maula, sambil mengangkat tangannya untuk mengaminkan do’a yang dibacakan ki Bijak.
Wassalam;
Sepetember 05, 2007
Monday, September 10, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment