Thursday, September 13, 2007

SEBERAPA BESAR CINTAMU

“Ki, bagaimana kita mengukur kadar cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya ki.....? Tanya Ki Bijak.

“Wallahu’alam bishowab Nak Mas, hanya Allah dan Rasul-Nya yang tahu seberapa besar kecintaan kita, karena cinta tidak bisa diungkapkan dengan seribu kata cinta sekalipun.........”Kata Ki Bijak

“Lalu, ki.....?” Kata Maula.

“Begini Nak Mas, Aki masih punya sedikit nasi dan beberapa potong ikan asin dimeja makan itu..........”Kata Ki Bijak sambil menunjuk kearah meja makan diruangan sebelah.

“Apa yang harus ana lakukan Ki.....?” Tanya Maula heran.

“Nak Mas makanlah nasi dan lauk dimeja makan itu.....” Perintah Ki Bijak.

“Makan ki......” Tanya Maula heran dengan perintah gurunya, namun ia tetap melaksanakan apa yang diminta Ki Bijak.

Selesai makan, Maula mencari air minum karena kerongkongannya terasa gatal seret dan gatal karena ikan asin.

“Nak Mas jangan minum dulu hingga beberapa jam...........” Kata Ki Bijak.

Maula tambah bingung, pelajaran apa gerangan yang hendak Ki Bijak berikan padanya malam itu, setelah disuruh makan, sekarang ia dilarang minum, tapi Maula tetap melaksanakan titah Ki Bijak.

Setelah beberapa lama, Maula nampak semakin “tersiksa” dengan rasa seret dan gatal dikerongkongannya karena tidak boleh minum.

“Bagaimana rasanya Nak Mas.........?” Tanya Ki Bijak.

“Ki, tenggorokan ana gatal dan sakit ki, ana perlu air minum..........” Kata Maula.

“Bagaimana kalau Nak Mas tidak mendapatkan air minum itu hingga besok.....?” Tanya Ki Bijak.

Maula tidak menjawab, mukanya sedikit memucat karena membayangkan kalau benar-benar ia tidak minum sampai besok pagi.

“Apakah Nak Mas benar-benar memerlukan air minum sekarang....?” Tanya Ki Bijak.

“Iya Ki, ana butuh air minum itu.......” Kata Maula.

Ki Bijak kemudian memberikan segelas air minum kepada Maula, lalu berkata;

“Itulah cinta Nak Mas...........” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki.....?”Tanya Maula masih dibalut rasa heran.

“Cinta adalah sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditunda atau digantikan dengan yang lain, ketika kita ingin mengetahui seberapa besar cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kita bisa mengukurnya dengan seberapa besar kebutuhan kita kepada Allah dan Rasul-Nya........?” Kata Ki Bijak.

“Kalau kita sebatas mengatakan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, tapi kita kemudian “menunda” keinginan kita untuk beribadah kepada Allah atau mengganti sunah Rasul dengan keinginan nafsu kita, maka kita patut mempertanyakan kadar cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya....” Kata Ki Bijak lagi.

“Tapi ketika “kebutuhan” Nak Mas terhadap Allah dan Rasul-Nya seperti kebutuhan Nak Mas terhadap air minum tadi, yang tidak bisa ditunda atau diganti dengan yang lain, maka itu sebuah isyarat adanya “benih-benih cinta” kita kepada Allah dan Rasul-Nya...........” Kata Ki Bijak lagi.

“Adalah bohong kalau ada orang yang mengatakan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, tapi shalatnya selalu dilalaikan.....”

“Adalah dusta kalau ada orang yang mengatakan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, sementara zakatnya selalu terabaikan.....”

“Adalah munafik kalau ada orang yang mengatakan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, sementara shaumnya banyak yang ditinggalkan.....”

“Karena kecintaan adalah sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditunda atau diganti, kalau kita masih menunda munajat kita kepada Allah atau bahkan menggantinya dengan aktivitas duniawi kita yang kadang sangat-sangat berlebihan, menurut aki, cinta kita masih sebatas bibir saja............” Kata Ki Bijak.

“Ki, berarti kita yang butuh shalat ya ki.....?”Tanya Maula.

“Benar kita butuh shalat, kita memerlukan zakat, kita rindu shaum............., karena kebaikan dari apa yang Allah syari’atkan itu bukan untuk Allah, tapi semata demi kebaikan kita..........”Kata Ki Bijak.

“Seandainya seluruh penduduk bumi ini shalat semua, itu tidak akan menambah apapun bagi Allah, atau sebaliknya, kalau seluruh penduduk bumi ingkar dengan meninggalkan shalat misalnya, Allah tetaplah Allah, Dia tidak akan “turun” dari kekuasaannya sebagai Rabb semesta Alam......”Kata Ki Bijak.

“Jadi ki.....?” Tanya Maula.

“Jadi kita butuh shalat, karena dengan shalat itulah kita bisa mewujudkan penghambaan kita kepada Allah dengan sebenar-benar hamba, kita mengakui bahwa hidup mati kita, ibadah kita, hanya untuk Allah, dengan shalat kita mohon pertolongan kepada Allah, dengan shalat kita memohon petunjuk dan kekuatan kepada Allah, dengan shalat kita mohon diberikan ampunan, rahmat, diangkat derajat kita, disehatkan, dan masih banyak lagi berbagai hal yang sangat kita perlukan didalam shalat yang kita dirikan.............”

“Pun demikian halnya dengan zakat, harta yang kita keluarkan untuk zakat, samasekali tidak akan menambah perbendaharaan harta Allah, tapi justru untuk membersihkan diri dan harta kita dari hal-hal subhat atau bahkan haram yang mungkin tercampur didalamnya, sehingga harta yang Allah titipkan kepada kita menjadi berkah fidunya wal akhirat....”

“Dalam hal shaum pun demikian adanya, selain merupakan ladang amal dan pahala bagi kita, terdapat banyak manfaat dan hikmah yang terkandung dalam syari’at shaum.........”

“Kalau benar cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, kalau tulus pengabdian kita, niscaya kita akan sangat merindukan datangnya waktu shalat, niscaya kita akan sangat merasa rugi manakala kita tidak zakat, niscaya kita akan merasa kehilangan, manakala ramadhan meninggalkan kita..............” Kata Ki Bijak.

“Cinta memerlukan pembuktian ya ki........” Kata Maula.

“Benar, cinta perlu bukti, tanpa bukti, kata cinta hanya merupakan bualan orang-orang nifaq semata.....” Kata Ki Bijak.

“Ya Allah, karuniakan kepada hamba kecintaan kepada_Mu dan kepada Rasul-Mu, hingga hamba bisa mengabdi kepada-Mu dengan penuh cinta dan keikhlasan.....” Kata Maula Pelan.

“Amiin.....” Timpal Ki Bijak mengamini do’a yang dipanjatkan Maula.

Wassalam

September 11, 2007

No comments:

Post a Comment