“Mari tambah makannya Nak Mas...........” Kata Ki Bijak, mereka tengah buka bersama diserambi masjid selepas shalat maghrib.
“Alhamdulillah, terima kasih ki, ana sudah kenyang ki............” Kata Maula sambil mencuci tangannya dikobokan yang tersedia.
Pun halnya dengan Ki Bijak dan santri yang lain, mereka menyelesaikan buka puasanya tanpa ada yang nambah makannya.
Sambil menunggu waktu isya tiba, Ki Bijak ngobrol bersama para santrinya.
“Nak Mas, adakah kita bisa mengambil suatu hikmah dari buka puasa tadi.....?” Tanya Ki Bijak.
“Selain rasa bahagia karena kita diberi nikmat untuk berbuka, apa lagi ya ki.......?” Kata Maula.
“Coba kita ingat-ingat lagi, sepanjang hari tadi, kita merasakan haus dan lapar yang sangat hebat, perut kita panas, kerongkongan kita terasa terbakar, sehingga seolah-olah kita ingin makan dan minum sebanyak mungkin, kadang dari siang kita ngumpulin makanan, ingin minum sirop,ingin teh manis, ingin kolak, ingin kurma, ingin manisan, dan masih banyak keinginan kita lainnya selama kita puasa tadi....” Kata Ki Bijak.
“Tapi coba tengok sekarang, setelah segelas air putih dan nasi yang tidak terlalu banyakpun, kita sudah merasa kekenyangan, makanan yang tadi kita kumpulkan dari siang tadi, bahkan sama sekali tidak tersentuh............”Kata Ki Bijak lagi.
“Iya ya ki, kenapa tadi siang kita seolah ingin semuanya, tapi sekarang malah sudah kenyang duluan..........”Tanya Maula.
“Itulah bedanya kebutuhan dan Nafsu Nak Mas.........” Kata Ki Bijak.
“Beda kebutuhan dan nafsu ki............” Tanya Maula.
“Ketika siang, kita ingin ini dan itu, adalah dorongan nafsu, sementara kebutuhan kita sebenarnya tidak lebih dari segelas air dan sepiring nasi.........”Kata Ki Bijak.
“Nafsu cenderung mendorong kita untuk mengumpulkan semuanya secara berlebih, kita ingin harta yang berlimpah, kita ingin simpanan yang banyak, mobil dan kendaraan pun tak cukup satu, rumahpun kalau mungkin ingin punya beberapa buah, sehingga kadang kita lepas kendali dan lupa kontrol, demi untuk memenuhi nafsu kita, kita kemudian bekerja keras, banting tulang, hingga kadang kita lalai dan lupa terhadap kewajiban kita sebagai mahluk yang diciptakan untuk menyembah dan mengabdi kepada Allah semata...........”
“Padahal apa yang kita usahakan dengan sedemikian rupa tadi, hanya sedikit saja yang dapat kita nikmati................, harta dan simpanan yang berlimpah, toh bukan kita yang menikmati, tapi bank yang mengelola uang kitalah yang justru lebih banyak menikmati hasil jerih payah kita........”
“Mobil yang berjejer digarasipun, tidak bisa kita nikmati semua, hanya satu saja yang kita perlukan untuk memenuhi kebutuhan kita akan transportasi.....”
“Rumah yang luas dan bertingkat lebih dari dua lantaipun, kita hanya perlu ruangan yang tidak lebih dari 3x3 meter saja untuk membaringkan badan kita untuk tidur, lalu kenapa untuk memenuhi “kebutuhan kita yang sedikit itu” kita menghabiskan lebih dari separuh waktu kita....? Kata Ki Bijak.
“Iya ya ki, kenapa tadi kita ngumpulin banyak makanan dan minuman, sibuk masak ini dan itu, padahal hanya sedikit saja yang dapat kita makan, selebihnya jadi mubazir gini ya ki......” Kata Maula sambil melihat sekeliling yang masih nampak sisa makanan yang tidak habis dimakan.
“Iya Nak Mas, kita masih seperti semut-semut itu..........’Kata Ki Bijak sambil menunjuk rangkaian semut yang hilir mudik berjalan, membawa sisa-sisa makanan yang berserakan dilantai yang belum dibersihkan.
“Kita seperti semut-semut itu ki.....?” Tanya Maula heran, sambil matanya tak luput mengawasi semut-semut yang ditunjukan Ki Bijak.
“Coba Nak Mas perhatikan sekali lagi semut-semut itu, perhatikan juga ukuran beban yang dibawanya...........”Kata Ki Bijak.
Maula mengamati semut-semut itu dengan seksama
“Nak Mas perhatikan beban yang dibawa semut-semut itu, jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya, bahkan hingga empat kali lipat dari ukuran tubuhnya....,
“Makanan yang lima kali lebih besar dari tubuh semut itu, pasti tidak akan habis dimakan semut-semut itu dalam sehari, tapi meskipun makanan yang disarang semut itu belum habis, mereka tetap mencari makanan lagi untuk dikumpulkan dan ditumpuk didalam sarangnya, meski makanan itu mungkin tidak akan habis hingga daur hidup mereka berakhir..........” Kata Ki Bijak lagi.
“Adakah kita seperti itu ki.........?” Tanya Maula.
“Contoh yang paling tepat adalah bagaimana kita mengumpulkan makanan untuk berbuka tadi Nak Mas, meski akhirnya kita tidak bisa makan semuanya....,
“Dalam kontek yang lebih luas, kita bisa dengan mudah menemukan mereka yang menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan uang dan harta secara membabi buta, meski sebenarnya mereka tahu bahwa harta yang mereka kumpulkan samasekali tidak akan mampu menghalangi kedatangan malaikat maut, harta yang berlimpah juga tidak menjamin mereka bahagia, atau kalau ada orang yang beralasan untuk warisan anak cucunya, inipun tidak menjamin bahwa keturunan mereka lebih baik dengan harta yang mereka tinggalkan......,”
“Kita bisa melihat dan menemukan dengan mudah ada orang korupsi, ada yang keparanormal, ada yang maling, ada yang dagang dengan curang, dan beragam cara dilakukan oleh sebagian orang demi memuaskan nafsunya, bukan untuk memenuhi kebutuhannya.................”Kata Ki Bijak.
“Nah puasa ini, salah satu hikmahnya adalah untuk mentarbiyah nafsu kita, agar tetap berjalan direl yang benar.............” Kata Ki Bijak lagi.
“Ki, apakah kita tidak boleh memiliki keinginan ki...........?” Tanya Maula.
“Keinginan, cita-cita, harapan dan kehendak adalah sebuah fitrah kita Nak Mas, dan kita tidak mungkin menghilangkannya, dan puasa sama sekali bukan untuk menghilangkan keinginan kita, tapi “mendidik” dan “mengendalikannya” agar tetap sejalan dan selaras dengan kehendak Allah dan sesuai dengan fitrah kita sebagai manusia...............” Kata Ki Bijak.
“Keinginan yang tanpa batas, jika tidak kita kendalikan, laksana banteng liar yang terus meronta, yang pada akhirnya akan membanting sang matador ketanah dengan sangat keras...............”
“Harapan yang tanpa kendali, ibarat kuda liar yang akan melemparkan penunggangnya hingga jatuh meremukan tulang..............”
“Kehendak yang tanpa batas, akan berbenturan dengan Dzat yang Maha Berkehendak, yaitu Allah swt..............”
“Dengan puasa inilah kita melatih dan mendidik nafsu kita agar terkendali, sehingga mampu bermanfaat bagi kita, kita yang harus mengendalikan nafsu dan bukan nafsu yang mengendalikan kita, sehingga nafsu bisa tunduk pada fitrah kita, seperti kuda yang bisa kita manfaatkan untuk kepentingan dan kebutuhan kita.........” Kata Ki Bijak.
“Masih ada sekitar 25 hari lagi bagi kita untuk mentarbiyah nafsu kita, agar benar-benar sesuai dengan kehendak yang menciptakannya, berlatihlah terus setiap hari, kalau ketika siang kita ingin dan itu, tanyakan lagi, seperti itukah atau sebanyak itukah kebutuhan kita, atau itu hanya sekedar dorongan nafsu..........”Kata Ki Bijak.
“Iya ki, do’akan ana bisa mendapatkan sebuah hikmah untuk dapat mengendalikan nafsu pada ramadhan kali ini ya ki.........”Kata Maula.
“Insya Allah Nak Mas..........” Kata Ki Bijak sambil bersiap shalat isya diikuti para santrinya.
Wassalam
September 17, 2007
Monday, September 17, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment