Friday, September 21, 2007

“DUUH RAMAINYA ANAK-ANAK”

“Nak Mas, masih banyak anak-anak yang minta tanda tangan buku kegiatan ramadhan....?” Tanya Ki Bijak.

“Masih Ki, masih banyak, padahal banyak diantara mereka yang tidak ikut shalat, tapi pas mau tanda tangan pada ngumpulin buku.......” Kata Maula.

“Ya itulah anak-anak Nak Mas, mereka mau datang kesini pun alhamdulillah, meski kedatangan mereka hanya sekedar untuk memperoleh tanda tangan untuk buku kegiatan ramadhannya...........” Kata Ki Bijak.

“Tapi setidaknya kita bisa belajar dari perilaku mereka yang datang kemasjid ini hanya ramadhan saja dan hanya untuk tanda tangan saja..........”Sambung Ki Bijak.

“Apa yang bisa kita pelajari dari mereka ki.....?” Tanya Maula.

“Kita pun kadang masih demikian Nak Mas.....” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya shalat dan ibadah kita ki....?” Tanya Maula lagi.

“Benar Nak Mas, shalat dan ibadah kitapun kadang masih kekanak-kanakan....” Kata Ki Bijak lagi.

“Nak Mas perhatikan anak-anak itu, sebagian besar dari mereka mau datang kemasjid ini karena dua hal, pertama karena mereka ingin nilai yang bagus dari gurunya dengan tanda tangan dibuku itu, yang kedua, mereka mau datang kemasjid ini, karena mereka takut dihukum oleh gurunya jika mereka tidak mengumpulkan buku kegiatan ramadhannya.....” Kata Ki Bijak.

“Lalu apa hubungannya dengan shalat dan ibadah kita ki........?” Tanya Maula.

“Shalat dan ibadah kitapun kadang karena dua faktor diatas Nak Mas, kita mau datang tarawihan disini, karena kita “diiming-imingi” dengan pahala tarawih sunah yang kata sebagian ustadz nilainya akan sama dengan ibadah wajib, yang kedua, kita “terpaksa” datang ke masjid ini karena “takut” dengan ancaman neraka.....” Kata Ki Bijak.

“Ki, bukankah memang ibadah kita untuk mengharap pahala dan takut ancaman neraka ki....?” Tanya Maula lagi.

“Secara umum benar Nak Mas, bahwa ibadah kita adalah karena dua hal diatas, tapi mari kita perhatikan lagi tingkah polah anak-anak itu, ketika mereka datang kemasjid ini dengan niat mendapatkan tanda tangan dan nilai semata, maka yang terjadi kemudian adalah mereka berusaha untuk memenuhi buku kegiatan ramadhannya dengan tanda tangan, dengan cara apapun, minta ustadznya tanda tangan lebih dari satu atau bahkan ada yang berupaya memalsukan tanda tangan ustadz, selepas itu, setelah bukunya penuh tanda tangan, mereka kembali enggan untuk datang kesini, end toh apa yang mereka inginkan sudah terpenuhi semua.......” Kata Ki Bijak.

“Mereka merasa sudah “aman” dari ancaman sang guru yang akan menghukumnya kalau buku kegiatan ramadhannya tidak ditanda tangani, selebihnya tidak ada lagi yang ingin mereka dapatkan, sehingga kalaupun mereka tetap datang, tak lebih hanya untuk bermain-main.........” Kata Ki Bijak.

“Nah kita pun kadang demikian, kita rajin tahajud, karena kita mengejar sesuatu, ingin mendapatkan kenaikan pangkat misalnya, atau ingin mendapatkan kenaikan gaji misalnya, dan persis seperti anak-anak itu, ketika kita mendasari tahajud kita semata karena itu, selepas jabatan kita naik, setelah gaji kita berkecukupan, tahajudnya pun lalu ditinggalkan, end toh apa yang dia harapkan sudah tercapai......” Kata Ki Bijak.

“Atau biasanya sebagian kita rajin ibadah ketika terdengar adanya rencana penggantian jabatan, atau akan ada orang baru yang datang, mereka kemudian takut posisinya tergeser, risau kalau jabatanny diganti, tapi setelah semua berlalu, ibadahnya dan tahajudnya pun berhenti ditengah jalan...........”Kata Ki Bijak lagi.

“Lalu bagaimana landasan ibadah yang benar ki..........” Tanya Maula.

“Jadikan shalat dan ibadah kita sebagai kebutuhan, bukan hanya sekedar kewajiban Nak Mas.......” Kata Ki Bijak

“Shalat dan ibadah kita sebuah kebutuhan ki......” Tanya Maula.

“Ketika kita haus, kita akan berusaha mencari air, dengan cara apapun, karena kita butuh air itu........”

“Ketika kita lapas, kita akan berusaha mencari makanan, tak peduli rintangan apapun yang menghalanginya.....”

“Ketika kita sakit, kita pun berusaha mencari obat, betapapun mahal obat itu.....”

“Ketika kita tahu bahwa ibadah kita adalah kebutuhan kita, maka kita akan melaksanakannya dengan penuh kesadaran, karena jika kita tidak shalat, jika kita meninggalkan zakat, jika kita tidak puasa, maka kita akan merasakan dahaga dan lapar yang luar biasa, sehingga kita akan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan ibadah kita, insya Allah dengan kedewasaan ini, pahala yang Allah janjikan kita tetap dapat, ancaman Allahpun insya Allah kita pun selamat........” Kata Ki Bijak.

“Shalat kita adalah kebutuhan kita, karena dengan shalat, kita membersihkan diri kita dari kufarat dan dosa,...”

“Zakat adalah kebutuhan kita, agar bersih harta dan jiwa kita.......”

“Puasa adalah kebutuhan kita, karena dengan puasa, akan terasah kepekaan dan ketajaman nurani kita.........”

“Haji adalah kebutuhan kita, betapapun mahalnya ongkos kesana, kita wajib berusaha untuk menunaikannya, karena memang kita “butuh” makna dan nilai haji yang mabrur..........”

“Jika kita sudah mampu menjadikan “perintah” sebagai “kebutuhan”, bukan hanya ramadhan saja getol kemasjidnya,bukan bulan muharam saja menyantuni yatimnya, bukan puasa fardhu saja kita melaksanakannya, bahkan bukan sekali saja kita ingin ketanah suci, insya Allah, sepanjang hayat hidup kita, kita akan merasakan nikmatnya shalat jamaah dimasjid, kita akan merindukan qiyamul lail, kita akan merasa “kehilangan sesuatu” manakala kita tidak bersedekah sekali saja, kita akan merasa “sakit”, manakala kita meninggalkan puasa senin-kamisnya.........”Kata Ki Bijak lagi.

“Jadi ibadah juga perlu kedewasaan ya ki....” Kata Maula.

“Benar, ibadah perlu kedewasaan, karena mereka yang belum dewasa, belum baligh, belum dikenai kewajiban beribadah, baru sekedar latihan, seperti anak-anak itu, mereka dilatih oleh gurunya untuk datang kemasjid, untuk tarawihan, untuk tadarus al qur’an, dengan cara memberi tugas mengumpulkan tanda tangan, dengan harapan kelak, ketika mereka dewasa, mereka, dengan kesadaran penuh tetap datang kemasjid, bukan sekedar untuk meminta tanda tangan, tapi murni sebagai pengabdian, terlepas dari ada tidaknya orang lain yang menilai.......” Kata Ki Bijak.

“Kita tidak bisa selamanya menjadi anak-anak, yang datang kemasjid hanya untuk latihan, hanya untuk pujian, hanya untuk pangkat dan jabatan, kita harus belajar untuk menjadi dewasa, dengan memahami secara benar perintah dan esensi ibadah kita, yaitu ridha Allah subhanahuwa’ala............” Kata Ki Bijak.

“Kita harusnya malu ya ki, sudah pada ubanan, tapi kemasjidnya hanya mingguan atau bahkan tahunan saja.......” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, harusnya kita malu, malu pada Allah, malu pada umur, malu pada uban, masak sih sudah berkali-kali ramadhan, tetap saja kemasjidnya mingguan, dan shalat malamnya tarawihan doang.....” Kata Ki Bijak.

“Terima kasih ki, terima kasih anak-anak, syukur pada-Mu ya Allah, Engkau bukakan pintu hikmah lewat anak-anak yang suka ribut ini...........” Bathin Maula.

Wassalam

September 21,2007

No comments:

Post a Comment