Manggis adalah buah yang manis lagi lezat, manggis dikenal dengan “buah yang jujur”, karena sekatan apa yang ada dibagian luar kulitnya, sama persis dengan jumlah spasi buah yang ada didalamnya. Manggis tak pernah berdusta tentang apa yang ada didalamnya, meskipun kulitnya tidak seindah kulit apel yang ranum, tapi manggis tetaplah memberikan kenikmatan dan kesegaran pada para penikmatnya.
Sebagaimana buah manggis, kejujuran tidak selalu nampak “indah dan nikmat” bagi sebagian orang, atau bahkan terkadang terasa pahit, sehingga kita sering mendengar perkataan yang terdengar sumbang;
“Aah, kalau saya jujur, kapan saya kaya?”
“Orang jujur akan hancur ditengah zaman edan seperti ini”
“Kalau kita jujur, kita tidak makan, bung!!”
“Jujur atau dusta toh sama saja, malah orang yang banyak dustanya, malah cepat kaya”
Dan masih banyak lagi ungkapan sejenis, dan yang perlu kita garis bawahi dari semua statement diatas adalah bahwa semua ungkapan diatas adalah salah total!!
Dengan berlaku jujur, mungkin kita tidak akan langsung menjadi kaya, tapi kejujuran adalah sebuah investasi yang sangat besar bagi “kekayaan” kita, bukan hanya kaya didunia, tapi kejujuran akan menghasilkan sebuah deviden bagi kesehatan ruhaniah kita, dan akan mengalirkan “keuntungan” berupa pahala bagi kita kelak, dan yang tak kalah penting, kita akan terhindar dari salah satu sifat munafik, yaitu pendusta!
Adakah keuntungan yang kita peroleh dengan berkata dan berlaku dusta melebihi keuntungan yang ditawarkan Allah bagi mereka yang jujur?
“Keuntungan semu” yang kita dapat dengan dusta hanya merupakan bom waktu yang setiap saat akan meledak dan meluluhlantakan kita.
“Keuntungan semu” yang mungkin kita peroleh dari dusta kita, ibarat bara dalam sekam, yang senantiasa mengintai dan siap membakar kita.
“Keuntungan semu” dari dusta sebenarnya sama sekali tidak ada!!
Kalau kemudian ada yang bilang orang jujur akan hancur, itu hanya ucapan pembual yang sama sekali tidak berfaedah, itu hanya ungkapan para pengecut yang tidak mampu memenangi pergulatan nafsunya.
Buka lebar-lebar mata dan telinga kita, panggung dan catatan sejarah selalu mencatat dengan tinta emas keberhasilan yang dicapai dengan kejujuran, sementara catatan ketidakjujuran hanya akan merupakan catatan diatas pasir yang akan segera sirna oleh hempasan gelombang.
Pahatan sejarah yang abadi hanya milik mereka yang meraihnya dengan kesungguhan dan kejujuran, bukan sebaliknya.
Benar, perut kita tidak akan serta merta akan kenyan manakala kita berkata dan berlaku jujur, tapi itu jauh lebih baik daripada kita menelan bara api neraka dengan berkata dusta!!
Benar, bahwa keroncongan bunyi perut kita tidak lantas berhenti dengan berkata jujur, tapi yakinlah bahwa bathin kita akan merasa puas dari dahaga dan lapar dengan kejujuran kita.
Satu lagi, akan terlihat jelas bedanya mereka yang pendusta dan mereka yang jujur, sebagaimana bedanya malam dan siang, seperti bedanya hitam dan putih, jelaaas sekali bedanya.
So, kalau sekarang diantara kita masih ada yang memiliki paradigma yang salah tentang kejujuran, sekarang saatnyalah kita mengubahnya menjadi paradigma yang benar, yaitu jujur adalah sebuah kebajikan!!
Dalam catatan sejarah peradaban manusia, Rasulullah Saw ditempatkan sebagai pemimpin dengan tingkat dan kadar keberhasilan yang paling tinggi, yang belum pernah disamai oleh pemimpin dunia manapun hingga sekarang.
Pernah terbayangkan bagaimana Rasulullah Saw mengubah peradaban jahilayah yang demikian kental ketika itu menjadi sebuah peradaban yang celang cemerlang, peradaban yang dipenuhi dengan cahaya dan keluhuran budi hanya dalam rentang waktu 23 tahun?
Pernah kita memikirkan apa resep Rasulullah untuk mencapai semua keberhasilan itu?
Salah satu faktor terpenting yang berperan dalam keberhasilan beliau adalah beliau menanamkan “kejujuran” dalam setiap langkah dan perjuangannya.
“Al amin”, demikian gelar yang beliau sandang, dan dengan modal itulah beliau maju menebarkan dakwah dan membebaskan masyarakatnya dari belenggu kejahiliyahan.
Tapi itu kan Rasul.....!!
Lalu? Kita khan umatnya, yang diwajibkan untuk meneladani beliau, bahkan kitapun berikrar dan mengakui bahwa beliau utusan Allah, lalu apa makna ikrar kita kalau kemudian kita berpaling kebelakang meninggalkan apa yang diajarkannya?
Tapi jujurkan sulit dizaman seperti ini....?!!
Kalau hanya ada satu juta orang jujur dari dua ratus lima puluh juta penduduk negeri ini, maka jadilah kita salahnya.
Kalau hanya ada seratus orang jujur dari dua ratus lima puluh juta penduduk negeri ini, maka jadilah kita salahnya.
Kalau hanya ada sepuluh orang jujur dari dua ratus lima puluh juta penduduk negeri ini, maka jadilah kita salahnya.
Kalau hanya ada satu orang jujur sajadari dua ratus lima puluh juta penduduk negeri ini, maka harus kitalah orangnya.
Kita tidak bisa mengajak orang lain berlaku dan berkata jujur, sementara ajakan kita masih dibalut dengan kedustaan, ajakan kita masih terbelenggu dengan pamrih, ajakan kita masih menginginkan pujian, sebuah pepatah Arab mengatakan;
Lisanu bil halli afshohuu min lisanil maqaali – Amal perbuatan jauh lebih terdengar dari sekedar ucapan” atau bahasa Cikampeknya “Action Talk then speak”
So, tidak ada ruginya kalau kita mulai berkata jujur sekarang, kita mulai bekerja dengan jujur sekarang, kita mulai berdakwah dengan jujur sekarang, kita mulai berteman dengan jujur sekarang, kita mulai menjalankan perintah Allah dengan jujur sekarang, karena sekaranglah saat yang tepat untuk jujur.....”
“Aah besok saja kalau sudah tua, baru kita bekerja dengan jujur, berkata dengan jujur, dan berlaku dengan jujur....”, siapa yang menjamin besok lusa kita masih akan ketemu matahari?
Kesempatan kita hanya “hari ini”, kemarin adalah waktu yang telah lewat, yang kita tidak akan bisa kembali pada saat walau sedetikpun, sebaliknya, esok adalah misteri yang kita tidak bisa menebaknya barang seujung kukupun!!
Jadi? Jadikan hari ini hari terbaik kita, hari terbaik untuk pengabdian kita, hari terbaik untuk amal kita, hari terbaik untuk kerja kita, jadikanlah hari ini hari istimewa kita!!
Wassalam
Juni 07, 2007
Thursday, June 7, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment