Friday, June 15, 2007

VAKSIN ANTI MAKSIAT

Ketika kita memulai sebuah kalimat dengan kata “maksiat”, maka dengan mudah dan dengan segera kita akan dapat menggandengkan kata tersebut dengan kata lainnya, maksiat kepada Allah, maksiat kepada manusia, maksiat kepada orang tua, maksiat kepada lingkungan, atau bahkan bermaksiat kepada diri sendiri.

Maksiat, secara umum merupakan suatu perbuatan munkar (jahat) karena akan merugikan diri pelakunya, orang lain dan tentu akan mendapat murka dari Allah swt.

Untuk menggambarkan betapa perbuatan maksiat akan merugikan diri sendiri dan orang lain, ada sebuah tamsil indah untuk menggambarkan betapa bahayanya maksiat sehingga kita dibebani kewajiban untuk menghindarkan diri kita dari perbuatan maksiat dan bahkan memeranginya.

Ibarat penumpang sebuah kapal laut, dimana setiap orang telah memiliki tiket dan tempat duduk masing-masing, tapi ketika ada seorang saja yang berusaha merusak dan melubangi kapal, maka bukan hanya satu dua orang yang harus mengingatkan dan mencegah penumpang yang merusak kapal itu, melainkan seluruh penumpang, karena jika satu orang yang merusak itu berhasil melubangi dan membocorkan kapal, maka seluruh kapal dna penumpangnya akan tenggelam,bukan hanya orang yang melubangi kapal tersebut.

Dan konteks kehidupan nyata, jika disekitar ada tempat prostitusi, jika disebelah kita ada ajang judi, jika disekitar kita ada kemunkaran, maka semua kita wajib mengingatkan dan mencegah perbuatan keji dan munkar itu, bukan hanya berdiam diri dengan berbagai dalih bahwa untuk mengingatkan dan menasehati orang itu adalah tugas ustadz saja, bahwa yang berdakwah itu kewajiban kyai saja, itu pandangan yang dangkal bahkan mungkin keliru. Sekali lagi, ketika kapal telah berlubang, maka semua akan tenggelam, ketika kemaksiatan kita biarkan, maka azab Allah tidak akan memilah dan memilih siapa yang akan dihantam tsunami, misalnya.

Nah, sebelum kita terlibat jauh dalam upaya kita memerangi kemaksiatan disekitar kita, sebaiknya kita memastikan terlebih dahulu bahwa “virus maksiat” itu tidak ada dalam diri dan hati kita.

Dialog seorang ulama salaf, Ibrahim bin Adham dengan seorang lelaki yang bertanya kepada beliau bagaimana caranya agar kita dapat menghindarkan diri kita dari kemaksiatan, mungkin dapat kita jadikan salah satu referensi kita, dialog itu kira-kira begini;

Beliau, Ibrahim bin Adham ditanya oleh seorang lelaki yang mengatakan bahwa ia sangat sulit menghindarkan diri dari maksit kepada Allah; maka Ibrahim bin Adham mengatakan;

“Jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah, maka engkau jangan memakan rezeki yang dikaruniakan Allah”

Silelaki menjawab “ Bagaimana mungkin itu terjadi, sedangkan apa yang ada dilangit dan dibumi semuana adalah milik Allah?

Ibrahim bin Adham berkata “Jika engkau masih memakan rezeki-Nya, apakah patut engkau bermaksiat kepada-Nya?.

Silelaki menjawab “Engkau benar, yang kedua?

“Jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah, maka engkau jangan tinggal dibumi-Nya”

Silelaki menjawab “Ya Ibrahim, apakah ada bumi selain bumi Allah? Kemana saya harus pergi jika bukan dibumi Allah ini?

Ibrahim bin Adham berkata “Jika engkau masih tinggal dibumi Allah, maka pantaskan engkau bermaksiat kepada-Nya?

Jawb silelaki “Engkau benar, yang ketiga?

“Jika engkau masih memakan rezeki dari Allah, kemudian engkau juga masih tinggal dibumi-Nya, tapi tetap saja engkau ingin bermaksiat kepada-Nya, maka carilah tempat maksiat yang tidak terlihat oleh Allah”

Silelaki menjawab “Ya Ibrahim, bukankah Allah Maha mengetahui segala sesuatu, mana mungkin aku menemukan tempat yang bisa terbebas dari penglihatan-Nya?”

Ibrahim bin Adham berkata “Jika engkau tahu bahwa tidak ada tempat yang luput dari pengawasan-Nya, masihkah engkau berani berbuat maksiat kepada-Nya?”

Silelaki berkata “Engkau benar, yang keempat?”

“Jika engkau makan rezeki-Nya,tinggal dibumi-Nya dan engkau tahu bahwa Allah Maha melihat, tapi engkau tetap ingin berbuat maksiat, maka tolaklah malaikat maut ketika ia datang menjemputmu”

Silelaki berkata “Tidak ada satu orang pun yang mampu meolak kedatang malaikat maut, Ya Ibrahim”

Ibrahim bin Adham berkata “Jika engkau tahu bahwa engkau tidak mampu menolak kedatangan malaikat maut, masihkah engkau mau berbuat maksiat?”

Silelaki berkata “Engkau benar, yang kelima?

“Jika engkau tahu bahwa engkau bakal mati, tapi engkau masih ingin berbuat maksiat, maka tolaklah kedatangan malaikat Zabaniyah yang akan menyeret setiap pendosa kedalam neraka”

Silelaki menjawab “Itu tidak mungkin, hai Ibrahim”

Ibrahim bin Adham berkata “Jika engkau tahu bahwa engkau tidak mampu memcari rezeki selain rezeki dari Allah, kalau engkau tahu bahwa engkau tidak mungkin tinggal dibumi lain selain bumi Allah, jika engkau tahu bahwa tidak ada satupun tempat yang luput dari Allah, jika engkau tahu bahwa engkau tidak bisa menolak kedatangan malaikat maut, jika engkau tahu bahwa engkau tidak mungkin menahan malaikat zabaniyah, masihkah engkau mau bermaksiat kepada Allah?

Diakhir cerita lelaki tahu kemudian benar-benar bertobat dari perbuatan-perbuatan munkarnya (Ensiklopedi cerita kaum salaf?).

Bagaimana dengan kita?

Adakah salah seorang diantara kita yang bisa membuat barang sebutir gandum saja untuk rezeki dan makan kita?

Adakah diantara kita yang sanggup menemukan barang sejengkal saja bumi tempat kita berpijak selain
bumi Allah?

Adakah diantara kita yang mampu bersembunyi dari penglihatan Allah?

Adakah diantara kita yang mampu menolak kedatangan malaikat maut?

Adakah diantara kita yang mampu menghindar dari malaikat zabaniyah yang akan menyeret kaum pendosa ke neraka?

Jika jawaban semua kita, “tidak ada” dan pasti tidak akan ada, mengapa tidak sekarang saja kita bertobat? Mengapa tidak sekarang saja kita menanggalkan kemaksiatan-kemaksiatan yang mungkin masih melekat dalam diri dan hati kita?

Just think it deeply.

Wassalam

June 15, 2007

No comments:

Post a Comment