Wednesday, March 7, 2007

APA LAGI YANG KITA TUNGGU

Tanggal 26 Desember 2004, bumi serambi mekah, Aceh, luluh lantak dihempaskan oleh gelombang dahsyat dan tsunami, ribuan orang meregang nyawa, ratusan keluarga tercerai berai, anak kehilangan orang tuanya, orang tua meratapi kepergian putra putrinya, harta benda tak berharga lagi, jabatan dan kekuasaan tak berguna lagi, tak ada yang disebut dan diseru ketika itu kecuali Allah, karena hanya itu yang bisa kita lakukan, kembali kepada-Nya dengan berserah diri dan bersandar pada kebesaran-Nya.

Maret 2005, ketika air mata yang tertumpah di nanggroe Aceh Darussalam belum lagi mengering, belum lagi darah yang tercecer dibersihkan, Nias diguncang gempa, lagi, korban jiwa dan harta benda tak terperi terjadi.

Mei 2006, ketika konsentrasi dan pembicaraan kita tentang Nias belum lagi reda, Jogyakarta, kota penuh sejarah dan kenangan, dihancurkan oleh gempa yang tak kalah Dahsyat, lagi, 6000 orang dilaporkan meninggal, dan tak terhitung dengan pasti kerugian materil yang diderita.

Kemarin, 06 Maret 2007, Sumatra Barat dilanda gempa dengan kekuatan 5.8 skala Ritcher, belum diketahui berapa korban jiwa dalam peristiwa tersebut serta berapa kerugian yang diderita disana.

Gempa Aceh, gempa Nias, Gempa Jogja dan sekarang gempa Sumatra, seakan saling berlomba dengan bencana Tanah longsor di NTT, bencana tanah longsor dipandeglang, bencana Banjir di Jakarta dan sekitarnya untuk meluluh lantakan tanah kita yang tercinta, seolah saling berebut dengan berbagai kecelakaan transportasi laut, Tristar tenggelam, menyusul kemudian Senopati dan yang terakhir adalah kapal Levina, untuk mengingatkan kita bahwa kita bukanlah apa-apa, bahwa kita adalah mahluk yang tanpa daya, bahwa kita harus meyakini adalah Yang Maha Kuasa disana.

Lalu setelah serangkaian “pesan” dan “peringatan” dari Allah lewat peristiwa-peristiwa diatas, adakah kita masih menunggu untuk bertobat?

Adakah kita masih bilang “nanti” untuk segera bersujud kepada Allah dan kembali meratas jalan kebenaran yang telah dibentangkan lewat Rasul-Nya.

Apa lagi yang kita tunggu?

Apakah kita masih menunggu serangkaian gempa bumi lagi?
Apakah kita masih menunggu serangkaian tanah longsor lag?
Apakah kita masih menunggu serangkaian kecelakaan lagi?
Apakah kita masih menunggu apa yang menimpa saudara kita kemarin akan menimpa kita, baru kemudian kita baru tersadar dan bergegas untuk bersujud dan memohon kepada Allah?
Sangat boleh jadi tobat kita akan terlambat ketika bencana itu tiba-tiba saja menghampiri kita, sapuan gelombang Tsunami hanya memerlukan beberapa menit saja untuk menghancurkan dan menelan korban jiwa yang ribuan jumlahnya, lalu kapan kita sempat bertobat ketika itu melanda kita?

Sangat boleh jadi penyesalan kita akan tidak lagi berguna, karena gempa hanya memerlukan beberapa detik saja untuk mengakhiri kehidupan kita, lalu kapan lagi kita akan meretasi jalan kebenaran itu?

Mumpung masih ada waktu, mumpung gempa dan tsunami belum menimpa kita, kenapa kita tidak bertobat mulai sekarang? Mulai saat ini? Mulai detik ini?

Mengucapkan Istighfar berapa ribu kalipun tidak dipungut biaya apapun

Bersujud sepanjang malam untuk menyesali dosa dan khilap kitapun tak dipungut uang sepeserpun,

Menangis, menyesali didosa kita sepanjang haripun kita tak perlu biaya apapun,

Jadi Apalagi yang kita tunggu?

Wassalam

Maret 07, 2007

No comments:

Post a Comment