Selalu saja menarik menulis dan berbicara tentang hati, karena disana, didalam kata “hati” ada segudang Tanya dan misteri yang belum terungkap dan selaksa ilmu yang belum tersingkap.
Tak akan habis cerita tentang hati, tak akan basi berbicara tentang hati, tak akan jemu menuliskan bisikan dan kata yang terbersit dari hati, tak akan puas kita belajar bahasa hati, bahasa yang mengandung seribu makna, bahasa yang mengandung selaksa rasa, bahasa yang mengandung berjuta keindahan.
Kata hati, bahasa hati, gerak hati, tanya hati, kretegeng ati, banyak sekali istilah yang digunakan untuk berusaha mendefinisikan hati.
Hati adalah sebuah intan permata yang menyimpan sejuta kemilau dan keindahan, dari hati yang bersih akan terpancar cahaya keimanan, cahaya kebenaran, cahaya kearifan yang penuh pesona. Dari hati yang bersih akan semburat kilau yang penuh kearifan, dari hati yang bersih akan keluar sejuta kebijaksanaan, hati yang bersih adalah permata dengan berjuta kilau pesona.
Bagaimana menjadikan hati yang bersih, agar kilaunya keluar dan mampu menerangi jalan kehidupan yang akan dilaluinya?
Ada banyak cara untuk membersihkan hati, sehingga cahaya fitrah Rabbaniyah kita terpancar dominan dibanding dengan fitrah lainnya; salah satunya adalah melalui proses Muhasabah, yang diartikan sebagai sikap introspeksi diri dari setiap pribadi sebagai mahluk ciptaan Allah, melalui tiga tahapan, Yaitu Takhali, Tahali dan tajali.
Makna Takhali, digambarkan sebagai sikap untuk mengosongkan, memperbaiki sikap dan perilaku, serta meninggalkan pola-pola kehidupan yang lama yang tidak atau kurang sesuai dengan norma, tata aturan atau syar’at.
Proses ini meliputi proses pengosongan diri dari sifat-sifat hewani, seperti rakus, tamak, buas dan tak tahu malu, pemarah, pengumpat, pendendam, pendengki serta sifat grasa-grusu (tidak sabaran).
Takhali juga meliputi upaya untuk mengendalikan sifat-sifat syaitoniyah yang ada pada diri dan hati kita, seperti sifat sombong, ujub, takabur, riya dan malas beramal shaleh.
“Ketika satu hari baju ini sudah dipakai dan berkeringat, sudah pasti akan hilang rasa percaya diri. Mau tidak mau untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang kotor ini, harus dilepas dan dicuci, kemudian diganti dengan yang baru. Ini namanya Takhali,” jelas Ustadz Jefry Al Bukhori pada saat ceramah memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharam 1427 H, Rabu (1/2), di Aula Sudirman Dephan, Jakarta.
Sementara Tahali digambarkan sebagai suatu aktivitas untuk mengisi kembali hati yang telah dibersihkan dengan proses Takhali dengan hal-hal baru yang lebih baik.
Sifat rakus dan tamak diganti dengan sifat Qana’ah, sifat buas diganti dengan sifat santun, sifat tak tahu malu diganti dengan sifat beradab, sifat pemarah, pengumpat, pendendam dan pendengki diganti dengan sifat pemaaf, serta sifat grasa-grusu diganti dengan sifat penyabar.
Sifat sombong, angkuh, ujub dan takabur diganti dengan sifat rendah hati, tepo seliro, tenggang rasa, hormat menghormati dan menghargai orang lain. Rasa malas diganti dengan sifat patuh, taat dan rajin dalam melaksanakan perintah Allah swt.
Sementara itu Tajali diartikan pemberdayaan sifat-sifat Rabbaniyah yang sudah terbentuk dalam proses tahali, sehingga bukan hanya bermanfaat untuk dirinya semata, tapi juga bermanfaat untuk orang lain dan lingkungannya.
Ketika kita sudah bisa berlaku Qana’ah dan kemudian ini kita tularkan kepada orang lain, insya Allah, tidak akan ada lagi kerakusan, kebuasan, nafsu serakah yang memangsa nilai-nilai kemanusian dalam bentuk korupsi, dalam bentuk diktator dan lainnya.
Ketika kita sudah bisa menjaga rasa malu kita, dan kita menularkannya kepada orang lain, insya allah tidak akan ada lagi kebinasaan umat dan lingkungan yang diakibatkan oleh tangan-tangan jahat yang tidak mempuyai rasa malu.
Ketika kita sudah bisa menjaga amarah dan lisan kita untuk hanya mengatakan dan menyampaikan kata dan perilaku yang baik, dan kita bisa menularkannya kepada orang lain, insya allah, perang dan kebiadaban tidak akan ada lagi, atau minimal bisa menekan angka kriminal dan tontonan kebrutalan dilingkungan kita.
Ketika kita sudah bisa berlaku sabar, baik sabar dalam menjalankan perintah Allah, maupun sabar dalam menjauhi larangannya, dan kita bisa menularkannya kepada orang lain, kedamaian tercipta, ketenangan terpelihara, harmoni bukan lagi sekedar impian.
Dalam bahasa lain, upaya atau proses penyempurnaan diri dan hati manusia, dapat dilakukan melalui proses Ta’alluq, yaitu sebuah upaya kita untuk menggantungkan hati dan pikiran kita hanya kepada Allah semata.
Proses selanjutnya adalah Takhaluq, yakni pengejawantahan sifat-sifat rabbaniyah, seperti sifat pemaaf, sifat penyabar, sifat kasih sayang dalam kehidupan keseharian kita.
Proses ketiga disebut proses Tahaqquq, yakni proses aktualisasi sikap rabbaniyah kita dengan menebarkan cinta kasih kepada sesama dan lingkungan, berbagi dengan sesama dan lingkungan, hormat menghormati dan saling menghargai sehingga tercipta kehidupan yang damai dan harmoni yang selaras dengan langgam yang digariskan dalam tata aturan syari;at yang benar.
Apapun namanya, bagaimanapun prosesnya, kebersihan hati adalah sebuah keharusan, yang tidak bisa ditawar atau ditunda, karena dengan hati yang bersih sajalah jalan kehidupan kita terterangi oleh cahaya kebenaran yang akan menuntun untuk meniti jalan yang akan mengantar kita kepada Allah Swt.
“Jaga hatimu, beri bingkai terindah, pelihara dari kotor dan debu, agar hati senantiasa hidup, segar dan lestari sampai kita kembali nanti.
Wassalam
Maret 16, 2007
Friday, March 23, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment