Wednesday, March 7, 2007

BAHASA HATI

Hati adalah sebuah organ dalam vertebrata, termasuk manusia. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.

Hati dalam bahasa Arab adalah Qolb, yang kemudian di-Indonesiakan menjadi kalbu. Ada dua pendapat berkenaan dengan pengertian Qolb. Pertama, Qolb adalah suatu lintasan perasaan pada diri manusia tapi tak berwujud sebuah benda atau anggota tubuh. Ia adalah sesuatu yang abstrak, yang hanya bisa dirasakan.

Kedua, Qolb adalah suatu organ tubuh yang terletak didada manusia sebagai tempat bertarungnya pengaruh kebaikan dan kejahatan. Oleh karena itu Qolb selalu terbolak-balik dan mengharu biru bergejolak. Inilah pendapat yang lebih kuat karena didukung ayat 46 QS. Al Hajj


46. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

Demikian sekelumit definisi hati, baik secara biologis maupun definisi maknawi.

“Hati adalah cermin tempat dosa dan pahala berlabuh”, demikian syair sebuah lagu, dan pasti definisi “hati sebagai cermin tempat pahala dan dosa berlabuh” berbeda dengan definisi hati secara biologis diatas, ini cenderung mengarah pada pengertian hati secara maknawi, yaitu bisa berupa lintasan perasaan pada diri manusia atau sebuah tempat bertarungnya pengaruh kebaikan dan kejahatan.

Bahasa Hati adalah kata-kata yang terlintas dalam perasaan yang kemudian dituangkan dalam bentuk lisan, tulisan ataupun perbuatan kita, sebagai pengejawantahan dari apa yang tersirat dari dasar hati kita, sehingga jangan heran kalau kemudian ditemukan berbagai “kata hati” yang agak aneh dan asing terdengar ditelinga dan terbaca oleh mata, karena bahasa hati adalah “Bahasa Rasa” yang hanya akan terbaca dengan hati dan perasaan saja.

Kenapa kita harus mengenal “Hati” dan “Bahasa” yang digunakannya?

Cinta adalah bahasa hati, yang tak akan bisa sepenuhya diungkapkan dengan seribu kata cinta, misalnya.

Sayang adalah bahasa hati, yang tak mungkin kiaskan dengan alunan lagu dan musik semerdu apapun iramanya.

Kasih adalah bahasa hati, yang hanya bisa dirasakan oleh orang yang merasakannya

Khusyu adalah bahasa hati, tidak bisa dibuktikan hanya dengan mengatakan “tadi saya khusyu banget shalat”, bukan, bukan itu.

Ikhlas adalah bahasa hati, kata “saya sih ikhlas”, tak sepenuhnya mewakili bahasa hati tentang keikhlasan itu sendiri.

Taat adalah bahasa hati, mungkin terlihat lewat gerak jasmani, tapi mungkin juga bertolak belakang dengan kata hati kita, hanya Allah dan kita yang tahu.

Keinginan untuk bertaubat, keinginan untuk mengabdi semata kepada Allah, keinginan untuk taat, keinginan untuk berbagi dengan sesama, adalah bahasa hati yang benar, yang dikomandoi dan dituntun oleh fitrah Rabbaniyah kita, dan inilah bahasa hati yang harus kita ikuti.

Sementara ada sisi lain dari hati yang berupa “rasa” dan “bisikan” syetan yang juga dinisbatkan sebagai bahasa hati seperti;

Rasa malas adalah bahasa hati, rasa enggan adalah bahasa hati,rasa iri adalah bahasa hati, Ingkar juga adalah bahasa hati, yang semuanya abstrak dan tidak terlihat secara kasat mata.

Bila tersirat dihati kita keinginan untuk berjudi, bila tersirat dihati kita ingin berzina, bila tersirat dihati kita rasa marah, bila tersirat dihati kita ingin mencela, bila tersirat dihati kita keinginan untuk menghujat, itu juga bahasa hati, bahasa hati yang telah terkontaminasi oleh sifat-sifat Bahimiyah – Sifat kebuasan kita, tercemari oleh sifat Sabaiyah – Sifat kerakusan kita, serta telah terkotori oleh sifat Syaitoniyah kita, rasa dan keinginan yang telah tercampur dengan racun-racun nafsu inilah yang harus kita saring dan kita kendalikan agar tidak menjerumuskan kita.

Syaiton, kata Pak Ustadz, seperti udara yang selalu menempati ruang kosong, seperti ketika perut kita kosong, maka udara atau angin akan segera mengisi ruang kosong diperut kita, maka kita akan kembung dan masuk angin karenanya.

Pun demikian dengan syaiton, ia akan menempati ruang hati yang kosong dari dzikrullah, dan ketika syaitan sudah bersemayam didalam hati kita, maka ia, dengan keangkaramurkaanya akan menjadikan kita sebagai budaknya, ia, akan selalu menyuruh kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan fitrah Rabbaniyah kita, ia, akan berusaha menjadi raja dinegeri kegelapan hati kita yang tidak memiliki cahaya ilahiyah, Naudzubilah min dalik.

Kita harus mengenali Bahasa hati kita agar kita selamat dari muslihat syetan yang mendompleng dalam “kata hati”, agar kita selamat dari tipu daya syetan yang mengatas namakan bahasa hati.

Caranya?

Penuhi hati dengan Dzikrullah, setiap saat, setiap detik, bahkan setiap hembusan nafas kita, selalu berdzikir, sehingga syaitan tidak mempunyai ruang untuk mengisi kekosongan hati kita, Insya Allah, ketika kita senantiasa dengan Allah, kita akan terhindar dari bisikan atau bahasa hati yang menyesatkan.

“Siapa yang mengenali hatinya, maka ia akan mengenal siapa dirinya, siapa yang mengenal siapa dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya”

Kebesaran Allah, keagungannya, Ilmu-nya, Qudrat dan Iradah-Nya akan sangat jelas terlihat manakala kita berkaca pada diri kita sendiri, Allah sangat dekat dengan kita, hanya kadang kita yang justru menjauhi-Nya.

Allah tidak pernah bosan menerima permohonan kita, tapi kadang kita yang sombong dengan merasa jenuh untuk memohon pada-Nya.

Pintu Magfirah-Nya tidak pernah tertutup untuk kita selama nafas kita masih berhembus, tapi kadang kita yang tidak mau memasukinya.

Rahmat-Nya terbentang luas, sejauh pandangan mata kita, bahkan lebih luas lagi, tapi kadang kita silau oleh keangkuhan kita, sehingga tidak lagi terlihat besar dan banyaknya Rahmat yang terlimpah untuk kita.

Hati yang bersih, hati yang hidup, hati yang selalu berdzikir sajalah yang akan mampu menangkap sinyal-sinyal ilahiyah yang senantiasa terpancar penuh anugerah dan pesona.

Orang yang pandai memaknai Bahasa Hati sajalah yang mampu berdialog dengan dirinya, yang mampu menjadikan hatinya sebagai teman untuk bercengkrama, yang mampu memberdayakan hatinya sebagai sarana untuk menangkap pesan-pesan yang tersaji lewat berbagai peristiwa dan kondisi.


205. Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.(7:205)

Siapa nama Tuhanmu? Tentu tak ada ilah lain selain Allah, maka serulah Allah, dengan menyebut nama-Nya yang indah nan Agung…….

103. Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(4:103)

Kapanpun, dimanapun, baik saat duduk,waktu berdiri atau ketika kita berbaring, Allah, Allah, Allah sajalah yang kita ingat;


152. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (2:153)

[98] Maksudnya: Aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.

Agar Allah-pun senantiasa mengingat kita, baik ketika kita senang, lebih lagi saat-saat kita menjalani ujian dan cobaan-Nya.

Semoga kita diberi Allah kemampuan untuk dapat memaknai bahasa hati kita, agar kita dapat mengikuti “kretegnya (bahasa Cirebon – gerak hati)” yang benar, dan agar kita bisa terhindar dari bahasa hati palsu yang akan menggelincirkan kita, amiin.

Wassalam

Maret 07, 2007

No comments:

Post a Comment