Friday, March 23, 2007

PARA PENDUSTA AGAMA

Dusta, adalah sebuah sifat yang paling dibenci Allah dan Rasul-Nya. Baik itu dusta dalam perkataan, maupun dusta dalam perbuatan. Dusta merupakan salah satu ciri orang munafik, dari tiga ciri utama yang lainnya, yaitu Apabila berkata ia dusta, apabila berjanji ia ingkar dan apabila dipercaya ia khianat.

Berkata dusta, dapat berarti berkata yang tidak sesuai fakta yang ada, dapat pula berarti tidak menyampaikan sesuatu secara benar, memutar balikan fakta dan kenyataan, atau menyembunyikan kebenaran.

Dusta dalam perbuatan dapat berupa kefasikan, yakni tahu aturan dan syari’at yang benar, tapi tidak melaksanakannya, sebagaimana termaktub dalam firman Allah berikut;

1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. Orang-orang yang berbuat riya[1603],
7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna[1604].

[1603] riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat.
[1604] sebagian Mufassirin mengartikan: enggan membayar zakat.

Secara syari’at, para pendusta ini mengetahui atau bahkan sangat hapal dengan berbagai dalil yang menyatakan agar kita menyantuni anak yatim, memelihara dan memberinya makanan yang layak, tapi dalam kenyataannya, mereka, para pendusta ini, justru berlaku tidak patut pada para yatim yang seharusnya mereka lindungi, mungkin dengan berkata kasar dan bahkan mungkin menghardiknya.

Para pendusta juga menyadari dan mengetahui bahwa dalam harta yang mereka dapat, ada hak-hak orang miskin, anak yatim, musafir dan lainnya yang harus ditunaikan hak-haknya, dan itu merupakan kewajiban mereka, tapi mereka mendustakannya, dengan tidak menganjurkan dan memberi maka pada fakir miskin.

Para pendusta juga terdapat pada golongan orang yang lalai dalam shalatnya. Para mufasir ada yang mengartikan “lalai dalam shalat” berarti menunda-nunda waktu shalat, ada pula yang mengartikan bahwa lalai dalam shalat berarti mereka tidak tahu apa makna shalat dan arti bacaan dalam shalat.

43. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.

[301] menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat Ini termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum mandi.

Mabuk, diartikan mabuk karena minum khamar atau minuman keras, mabuk juga diartikan orang yang kehilangan kesadarannya, mabuk dapat juga berarti mabuk secara maknawi, yakni orang-orang yang secara lahiriah dan badanya melaksanakan shalat, sementara hati dan fikirannya entah dimana.

Kita sering merasakannya sendiri bagaimana ketika kita shalat, fikiran kita tengah “mabuk” pekerjaan, fikiran kita kadang dimabukan oleh berbagai masalah duniawi, fikiran kita kadang dimabukan oleh angan-angan kosong, fikiran kita kadang mabuk dunia, sehingga ketika kita shalat, bukan “Allah yang terlihat”, melainkan tumpukan kertas kerja, gambar jadwal yang padat, rencana dan keinginan duniawi serta angan-angan kosong yang dihembuskan oleh syetan durjana.

Kadang kita sering merasa terganggu dengan bunyi dering handphone ketika kita shalat, tapi kita sama sekali tidak merasa terganggu dengan dering hati kita yang melagukan keinginan duniawi kita.

Kadang kita marah kalau ada anak-anak yang ribut ketika kita shalat, tapi kita diam saja ketika hati kita ribut tak karuan memikirkan keinginan-keinginan nafsu kita, kita sering merasakan ingin ini dan itu ketika kita shalat.

Kadang pandangan kita juga merasa terganggu dengan gambar dan warna baju yang dipakai orang lain, tapi kita jarang merasa terganggu ketika kita “menggambar Allah dalam hati kita”, kita sering terjebak untuk ber-personifikasi” tentang Allah, padahal itu mustahil; “Laitsa kamislihi sai’un – tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”

Apa balasan bagi mereka, para pendusta agama yang lalai?

Para pendusta agama, yakni mereka yang lalai dalam mendirikan shalat, mereka yang tidak menganjurkan dan memberi makan fakir miskin dan anak yatim, serta biasa dan gemar berbicara yang bathil, serta mereka yang mendustakan hari kiamat, mereka akan menjadi penghuni neraka Saqar, Naudzubilah.

42. "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"
43. Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
44. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin,
45. Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya,
46. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,


Apa itu neraka Saqar?

26. Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.
27. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu?
28. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan [1527].
29. (neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia.
30. Dan di atasnya ada sembilan belas (Malaikat penjaga).
31. Dan tiada kami jadikan Penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al Kitab dan orng-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan Ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan dia sendiri. dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.

[1527] yang dimaksud dengan tidak meninggalkan dan tidak membiarkan ialah apa yang dilemparkan ke dalam neraka itu diazabnya sampai binasa Kemudian dikembalikannya sebagai semula untuk diazab kembali.

Kalau lalai shalat saja demikian hebat azabnya, masihkah kita berani meninggalkan shalat?

Shalat tidak mempunyai uzur untuk ditinggalkan, shalat dengan berdiri ketika kita sehat, duduk tak kala kita sakit, berbaring ketika tak bisa duduk, berisyarat ketika tak mampu bergerak, dan Innalillahiwa inna ilaihi rajiuun, kita dishalatkan ketika berisyaratpun kita tidak mampu.

Jangankan karena hujan, angin atau panas, dalam badaipun kita tetap harus melaksanakan shalat.

Jangankan hanya dalam perjalanan, dalam keadaan perangpun kita harus tetap menunaikan shalat.

Konon lagi kalau alasan kita meninggalkan shalat karena malas, atau karena enggan, atau karena atasan kita tidak shalat, adakah istilah lain yang lebih baik atau lebih santun dari “Pendusta agama” bagi mereka yang meninggalkan shalat?

Mari kita memohon kepada Allah untuk diberi kemampuan untuk dapat menunaikan shalat dengan baik lagi khusyu, dan tidak dilalaikan oleh kesibukan oleh urusan dunia, apalagi sampai kita meninggalkan shalat karena malas.

Wassalam

Maret 15, 2007

No comments:

Post a Comment