Saturday, August 16, 2008

REZEKI ITU LUAS....


“Rasa kecewa itu manusiawi Nak Mas..., setiap orang akan atau pernah mengalami perasaan kecewa dalam kehidupannya, kekecewaan karena gagal meraih sesuatu, merasa kurang dan lain sebagainya, termasuk juga kekecewaan yang dialami oleh banyak orang yang tidak atau belum mendapatkan pendapatan atau kenaikan gaji yang tidak sesuai dengan harapannya.........” Kata Ki Bijak menyikapi ungkapan Maula mengenai kekecewaan banyak orang karena kenaikan gajinya tidak sesuai.

“Lalu apa sikap terbaik kita dengan kondisi ini ki.......?” Tanya Maula.

“Dalam hemat Aki, yang pertama sekali harus kita benahi adalah persepsi dan definisi kita tentang apa itu rezeki........” Kata Ki Bijak.

“Maksudnya ki..........?” Tanya Maula

“Begini Nak Mas, mungkin lebih dari 70% dari kita yang mengartikan ‘rezeki’ hanya sebatas dengan uang, gaji atau pendapatan, sehingga ketika kita tidak punya uang, gaji kita tidak naik atau pendapatan kita turun, kita langsung berprasangka kurang baik kepada Allah, kita langsung berfikir bahwa rezeki kita sedang ‘sempit’........” Kata Ki Bijak.

“Benar Ki, ana pun masih sering berfikiran seperti itu, bahwa rezeki adalah gaji yang besar, pendapatan yang besar dan uang yang banyak.....” kata Maula.

“Sekarang mari kita tengok ayat 10~12 dari Surat Nuh........” Kata Ki Bijak sambil mengutip ayat yang dimaksud;

10. Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun-,

11. Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
12. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.


“Jika kita merujuk dari ayat diatas, kata rezeki memiliki arti pemberian Allah kepada makhluk-makhluknya, Allah menganugerahkan rezeki kepada siapa pun dan meliputi berbagai macam aspek kehidupan baik secara jasmani dan rohani dalam bentuk rohaniah dan batiniah. Dari segi jasmaniah Allah mewujudkan rezeki dalam bentuk makanan, minuman, pakaian, kediaman, gaji, pendapatan dan lainnya.

“Sementara untuk kebutuhan rohani yang diberikan Allah kepada hambanya bisa berupa ilmu pengetahuan, kecerdasan, taufik serta hidayah, kelapangan dalam beribadah, keringanan dalam melakukan kebaikan, kesempatan berbuat baik dan sebagainya………” kata Ki Bijak

“Pengertian Rezeki itu luas sekali ya ki…….” Kata Maula.

“Bahkan sangat luas Nak Mas, ada banyak contoh diseliling kita mereka yang penghasilannya besar, gajinya tinggi, yang menurut ukuran kita, mereka dikarunia Allah rezeki yang luas..”

“Sebaliknya kita lebih cenderung beranggapan dan menyebut orang yang gajinya kecil, pendapatannya pas-pas-an, sebagai orang yang rezekinya sempit..”,

“Padahal jika definisi rezeki itu kita perluas seperti diatas, boleh sangat jadi mereka yang gajinya pas-pas-an, tapi memiliki kehidupan yang damai, keluarga yang harmonis, memiliki kesempatan untuk beribadah kepada Allah dengan lebih baik, memiliki pemahaman agama yang baik, merekalah orang-orang yang diberi rezeki lebih oleh Allah, dibanding dengan mereka yang gaji besar, pendapatan berlimpah, tapi memiliki kehidupan yang sempit, keluarga kurang harmonis, ibadahnya malas, serta tidak memiliki pemahaman agama yang cukup, sesungguhnya mereka inilah yang dikaruniai Allah rezeki yang jauh lebih sedikit dari orang dalam kelompok pertama tadi…..” Kata Ki Bijak.

“Karenanya kita harus lebih pandai memaknai rezeki agar kita tidak terjebak dalam kekufuran karena mengingkari nikmat dan rezeki Allah, hanya karena kita membatasi definisi rezeki itu dalam bingkai pemifikiran kita yang sempit dan cenderung mengikuti nafsu……” Kata Ki Bijak.

“Astaghfirullah....., ana jadi takut ki, ana takut selama ini ana salah dalam mendefiniskan rezeki...., ya Allah ampuni hamba_Mu yang tidak bisa melihat keagungan rezeki_Mu ya Allah.......” kata Maula dengan nada berat.

“Syukurlah kalau Nak Mas mulai memahami makna rezeki itu......, semoga Allah menambahkan karunia dan rezekinya kepada mereka yang senantiasa beristighfar dan memohon ampun kepada_Nya dengan penuh keikhlasan......” Kata Ki Bijak.

“Ki, adaklah istighfar merupakan salah satu kunci pembuka rezeki itu ki....?” Tanya Maula.

“Allah-lah yang melapangkan rezeki kepada siapa yang dikehendaki, dan Allah pula yang menyempitkan rezeki kepada siapa yang dikehendaki, sementara istighfar adalah salah satu syari’at lahiriyah kita sebagaimana ayat diatas, agar dikarunia Allah rezeki yang berkah ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun, Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai’ , kalau dalam bahasa Aki, istighfar laksana alat pembersih ‘sumbatan-sumbatan’ yang mungkin menghalangi aliran rezeki Allah kepada kita.....” Kata Ki Bijak.

“Istighfar yang didawamkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh keikhlasan, lillahita’ala, insya Allah akan mengikis dosa-dosa kita...., mungkin kita pernah berbohong kepada atasan untuk membenarkan alasan kita tidak masuk kantor, mungkin kita kerjanya hanya mengejar lemburan saja, sehingga menumpuk pekerjaan agar memperoleh uang lembur, mungkin kita pernah kerjanya sambil ngedumel, mungkin kerja kita belum karena Allah, dan masih banyak lagi dosa-dosa yang mungkin tanpa kita sadari kita lakukan, yang pada akhirnya menyumbat saluran rezeki kita.......” kata Ki Bijak lagi.

“Astaghfirullah...astaghfirullah....,astaghfirullah.....................” Maula menguncapkan kalima-kalimat pembersih dosa itu spontan.

“Selain itu, jangan lupa mensyukuri nikmat Allah Nak Mas......, syukur dalam arti yang seluas-luasnya, baik secara lisan dengan mengucap hamdalah, juga syukur dalam hati, yakni meyakini apapun yang kita peroleh saat ini adalah yang terbaik untuk kita, terlepas dari besar atau kecil menurut ukuran kita, dan juga ungkapan syukur secara nyata dalam bentuk zakat, sedekah, infaq dan dengan cara membelanjakan harta dijalan Allah lainnya........” kata Ki Bijak sambil mengutip ayat ke 7 dari surat Ibrahim;


7. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

“Selebihnya, serahkan semuanya kepada Allah, tawakal, karena Allah menjamin barang siapa yang bertawakal kepada_Nya, maka Allah akan mencukupi segala kebutuhannya, Nak Mas ingat ayatnya ?” Kata Ki Bijak

“Ya ki, ayat ke 2 ~ 3 surat Ath Thalaaq...” Kata Maulana sambil membaca ayat dimaksud;

2. ..... barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

“Istighfar dan tuabat, syukur, serta tawakal ya ki, agar rezeki kita lancar.......” Kata Maula mengulang intisari petuah gurunya.

“Itu bahasa syariatnya Nak Mas, selebihnya kita serahkam kembali kepada Allah.........,yang jauh lebih penting lagi bagi kita adalah bagaimana kita memaknai ‘kelapangan dan kesempitan’ rezeki kita sebagai ujian yang harus kita lalui, agar kita tidak terjebak kedalam kesombongan manakala kelapangan menyinggahi kita, atau kita tidak menjadi kufur karena salah dalam memaknai nikmat Allah yang terbalut dalam kata ‘kesempitan’ menurut kita.....” kata Ki Bijak, sambil mengigatkan Maula akan ayat yang menyatakan bahwa kesempatan dan kesempitan dua-duanya adalah ujian.


35. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.

“Insya Allah ki......” Kata Maula sambil terus berucap istighfar ......astafirullah rabbal barraya , astaghfirullah minal khatoya..........”

Wassalam

April 27, 2008

1 comment:

  1. Menurut pendapat saya, kegagalan dan rasa kecewa bukan sebuah hukum sebab akibat. artinya kondisi itu saling berdiri sendiri. ketika seseorang gagal maka Allah menaruh rasa kecewa itu dalam dada manusia. tetapi ketika Allah memberikan kegagalan dan saat itu pula orang itu menyerahkan kegagalan itu kepada Allah, maka Allah akan menaruh rasa bahagia didada orang itu. Allah memberikan kegagalan, rasa kecewa ataupun rasa bahagia adalah untuk menyadarkan orang itu bahwa ADA AKU disini.

    ReplyDelete