Saturday, August 16, 2008

MARI PEDULI


“Ki, bagaimana pendapat Aki tentang berita ini ki......” Tanya Maula sambil menunjukan berita kenaikan harga bahan bakar minyak dalam sebuah khabar.

“Inna lillahi wainna ilaihi roji’un, ini sebuah ujian yang sangat besar dan berat bagi kita Nak Mas..............” Kata Ki Bijak.

“Iya, bahkan sangat berat, ditengah kesulitan ekonomi yang selama ini menghimpit sebagian rakyat, kok ya tega-teganya pemerintah menaikan harga BBM lagi, ana jadi tidak mengerti apa fungsi pemerintah bagi rakyatnya, ana merasakan kurangnya keberpihakan pemerintah pada rakyat kecil, pemerintah hanya bisa menuntut rakyat untuk mengerti dan memaklumi kebijakan mereka dengan dalil dan dalih yang ana sendiri kadang tidak mengerti ki.....,

“Katanya kenaikan harga BBM karena kenaikan harga minyak dunia, maka kita harus menaikan harga BBM, ada lagi pejabat yang membandingkan harga minyak dinegara lain, tanpa pernah peduli betapa timpang pendapatan rakyat kita dengan pendapatan negara yang dibandingkan oleh orang-orang pintar itu.......” Kata Maula, sedikit terbawa emosi karena keprihatinan yang mendalam dengan berita dan kondisi yang dihadapi sebagian besar rakyat negeri ini, termasuk juga diri dan keluarga besarnya.

“Aki pun tidak tahu harus berkata apalagi selain inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, dan Aki hanya bisa berdoa kepada Allah semoga kita semua, khususnya Nak Mas dan santri-santri disini dikarunia kekuatan iman serta ketabahan dalam menghadapi berbagai cobaan didepan.......” Kata Ki Bijak.

“Ki, ana sangat prihatin mendengar dan menyaksikan berita mereka yang harus mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, karena tidak mampu lagi menanggung beban berat yang menghimpitnya, sebulan sebelum kenaikan saja, lebih dari 20 orang yang bunuh diri, lalu kemarin ki, sehari setelah pengumuman kenaikan harga BBM, seorang tukang bensin eceran, memilih cara yang sama karena tidak mampu lagi berjualan bensin lagi......” Kata Maula.

Ki Bijak menghela nafas panjang, ia juga merasakan keprihatinan yang sama dengan muridnya, “Benarlah kiranya bahwa kemiskinan itu sangat dekat dengan kekafiran Nak Mas, kemiskinan yang disertai kerapuhan iman, memiliki dampak yang sangat dahsyat untuk menghancurkan kehidupan seseorang..............” Katanya kemudian, masih dengan nada prihatin.

“Lalu apa yang bisa kita perbuat ki.......?” Tanya Maula.

“Mari kita melakukan sesuatu yang kita mampu Nak Mas, kalau kita tidak bisa merubah kebijakan pemerintah, kalau kita tidak bisa membuat undang-undang, kalau kita tidak bisa protes, kita masih bisa membantu saudara-saudara kita dengan cara mengingatkan mereka untuk tetap sabar dan tawakal dengan apa yang terjadi sekarang ini...., kita bantu para ustadz dan mubaligh untuk menyampaikan pesan-pesan al qur’an bahwa bunuh diri itu dosa besar, kita bantu para para da’i untuk menyampaikan bahwa semua ini adalah ujian dari Allah swt, kita bantu meyakinkan saudara-saudara kita bahwa kesulitan ini tidak bisa diatasi hanya dengan mengeluh, tapi kita harus berikhitiar sampai batas kemampuan kita dan kemudian bertawakal kepada Allah swt.......” kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, kalau secara materi kita tidak bisa membantu, setidaknya kita bisa membantu secara moral, secara mental, agar masyarakat kita tidak terjerumus lebih dalam kedalam kehancuran......” Kata Maula.

“Sebenarnya, kita pun bisa membantu secara materi Nak Mas, mungkin nilai tidak seberapa, tapi Aki yakin itu akan sangat membantu......” kata Ki Bijak.

“Bagaimana caranya ki.......?” Tanya Maula.

“Dikantor Nak Mas, berapa orang yang muslim.......?” Tanya Ki Bijak.

“Banyak sih ki, mungkin lebih dari 100 orang...........” Kata Maula.

“Ddari seratus orang itu, kita ambil setengahnya saja, 50 orang misalnya, kemudian Nak Mas ajak mereka untuk menyisihkan uang recehan seribu rupiah per hari untuk infaq, artinya setiap hari akan terkumpul uang sebesar 50,000 rupiah.....” kata Ki Bijak.

“Lalu ki......”Tanya Maula penasaran.

“Kalau hari kerja Nak Mas 20 hari perbulan, artinya akan ada uang terkumpul sebesar 50,000 x 20 hari, satu juta rupiah/bulan Nak Mas......” Kata Ki Bijak lagi.

“Mungkin uang satu juta tidak terlalu berarti bagi Nak Mas dan rekan-rekan yang masih bekerja dan mendapatkan penghasilan, tapi uang sejumlah itu bisa sangat berarti bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan, misalnya Nak Mas dan kawan-kawan bisa menyalurkan uang itu pada masyarakat miskin untuk modal berjualan, mungkin bisa jualan nasi uduk, jualan gorengan, jualan bubur dan lain sebagainya, insya Allah uang satu juta itu bisa membantu, setidaknya bagi tiga orang Nak Mas, masing-masing sekitar 330,000 per orang........” Kata Ki Bijak.

“Waah benar juga ya ki, kalau ada seorang atau satu keluarga bisa berjualan nasi uduk atau gorengan, artinya akan ada setidaknya satu orang anak yang bisa mendapatkan nafkah secara layak dari ayah ibunya, kalau tiga keluarga, maka akan ada tiga orang anak ya ki.........” Kata Maula.

“Benar Nak Mas, kalau setiap bulan kita bisa membantu tiga orang, setahun kita bisa membantu 36 keluarga, yang kalau masing-masing keluarga itu terdiri dari ayah, ibu dan anak, maka jumlah kumulatif mereka menjadi 108 orang per tahun, lumayan banyak Nak Mas.........” kata Ki Bijak lagi.


“Benar ki, mudah-mudahan ana bisa mengajak rekan-rekan dikantor untuk menyisihkan uangnya, do’akan ya ki......” kata Maula.

“Seribu rupiah bagi mereka mungkin hanya setara dengan sebatang rokok Nak Mas, normalnya mereka tidak akan keberatan kalau harus menyisihkan ‘sebatang rokok’ untuk menjadi sesuatu yang lebih berarti bagi sesamanya, kecuali memang orang itu pelit banget...........” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, belum lagi kalau dana untuk berdemo itu juga dialokasikan untuk membantu fakir miskin secara langsung, mungkin akan makin banyak orang yang terbantu ya ki, kalau demo kan perlu spanduk, perlu makan, perlu minum, perlu transporatasi yang memakan dana yang lumayan besar......” kata Maula menyinggung maraknya demo menentang kenaikan harga BBM akhir-akhir ini.

“Setiap orang punya cara masing-masing dalam mendeskripsikan apa yang mereka rasakan, ada yang lebih mengedepankan kekuatan fisik, ada yang menomor satukan aksi kekerasan dan lain sebagainya, namun secara pribadi Aki lebih memilih dan menginginkan Nak Mas dan santri-santri disini untuk menggunakan pendekatan bathiniah, pendekatan spiritual kepada Allah swt, Aki ingin Nak Mas dan satri disini mengadukan semua permasalahan ini langsung kepada Allah swt dengan tahajud setiap malam, disamping dengan menyempurnakan ikhtiar dan kasab lahiriyah seperti rencana Nak Mas diatas.......” kata Ki Bijak lagi.

Iya ya ki, kalau pemerintah sudah tidak peduli dengan nasib rakyatnya, kalau para wakil rakyat tidak lagi mendengar jeritan konstituen-nya, kepada siapa lagi kita mengadukan masalah ini selain kepada Allah swt ya ki........” kata Maula.

“Ketidak pekaan pemerintah atau ketulian para wakil rakyat, sebenarnya sebuah pembenaran bahwa kita tidak boleh bergantung kepada selain Allah, bahkan terhadap pemerintah atau wakil rakyat sekalipun......” kata Ki Bijak.

“Benar ki, Allahushomad....Allah-lah tempat segala sesuatu bergantung......” kata Maula.

“Jika kita sudah mampu memaknai kata itu dengan benar, insya Allah kita tidak terlalu kecewa ketidaknyamanan yang kita rasakan akhir-akhir ini...., karenanya maknai dengan benar ya Nak Mas.......” kata Ki Bijak lagi.

“Insya Allah ki..........” kata Maula sambil pamitan

Wassalam

May 27, 2008

No comments:

Post a Comment