“Ki, syukur alhamdulillah, periode pertama penggalangan dana infaq ini mendapat hasil yang lumayan banyak ki, dan kemarin sudah dibagikan kepada anak yatim, dhuafa dan musafir, meskipun tidak besar, tapi para penerima infaq itu sangat bahagia menerimanya, selain karena mendapat uang, mereka juga merasakan kebahagian karena adanya perhatian dari saudaranya, bahkan beberapa orang sempat menitikan air mata ketika menerima uang infaq itu.............” Kata Maula.
“Nak Mas sendiri yang membagikan infaqnya....?” Tanya Ki Bijak.
“Iya ki, ana bersama ustadz dan seorang perwakilan warga setempat yang mengantar kami kerumah-rumah penerima infaq itu..........” Kata Maula.
“Apa yang Nak Mas rasakan ketika berkunjung kerumah para penerima infaq itu...? Tanya Maula.
“Campur aduk ki, ada rasa haru, ada rasa iba, sekaligus ana merasa berdosa ki............” Kata Maula.
“Kenapa Nak Mas merasa berdosa Nak Mas.......?” Tanya Ki Bijak heran.
“Pertama, ana merasa berdosa karena selama ini ana sedikit sekali bersyukur atas apa yang ada pada ana sekarang ini, bahkan tak jarang hati ini masih merasakan kekurangan ki, padahal jika ana bandingkan dengan apa yang ana lihat pada yatim dan dhuafa kemarin, seharusnya ana bersyukur dengan segala nikmat_Nya ki, ana masih memiliki pekerjaan, ana masih memiliki penghasilan, kesehatan, rumah dan lain sebagainya, sementara mereka......, dengan segala keterbatasannya justru lebih bisa bersyukur daripada ana............” Maula tidak mampu lagi meneruskan ceritanya, dadanya penuh sesak oleh beban dan perasaan bersalah yang ada.
Sejenak Ki Bijak membiarkan Maula untuk larut dalam perasaannya.
“Nak Mas...., Aki justru senang ketika Nak Mas bisa merasakan kekurangan Nak Mas selama ini, dan itulah kenapa Aki selalu mendorong Nak Mas untuk lebih banyak bergaul dan mengenal mereka, kaum dhuafa, fakir miskin dan yatim, agar Nak Mas bisa belajar untuk dapat menerima dan mensyukuri keadaan Nak Mas sekarang ini......., Aki maklum kalau Nak Mas masih sering diliputi keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari sekarang, karena selain faktor lingkungan dan orang-orang disekitar Nak Mas, Nak Mas juga masih relatif muda, sehingga gejolak keduaniaan Nak Mas masih sangat besar, Aki berharap dengan apa yang Nak Mas temukan kemarin, Nak Mas akan mendapat penyeimbang antara keinginan Nak Mas dan rasa syukur kita kepada Allah swt....” Kata Ki Bijak.
“Iya ki.........” kata Maula pendek.
“Ki, Ana juga merasa bersalah karena ternyata mereka ada disekitar ana ki, dibelakang komplek yang jaraknya hanya terpisah lapangan bola, tapi selama ini ana seperti menutup mata dan telinga dengan keadaan mereka ki, ana tidak pernah tahu sudah berapa lama mereka dalam kondisi seperti itu.................” Lagi-lagi Maula tidak mampu melanjutkan penuturanya.
“Belum terlambat Nak Mas, Nak Mas insya Allah masih memiliki waktu dan kesempatan untuk menebus apa yang selama ini Nak Mas belum lakukan, ini adalah sebuah momentum yang sangat baik untuk Nak Mas dan rekan-rekan kembangkan, setelah kesadaran dan kepedulian Nak Mas dan rekan-rekan disemai, maka pupuk dan pelihara terus, jangan sampai layu sebelum berkembang........, mumpung Nak Mas dan rekan-rekan masih muda, masih sehat, masih dikarunia kelapangan rezeki, bersegeralah untuk memenuhi kewajiban kita untuk peduli dan berbagi dengan sesama............” Kata Ki Bijak.
“Iya ki, ternyata seribu rupiah yang dikumpulkan secara bersama, cukup banyak membantu orang lain ki, ana tadinya tidak kefikiran akan seperti apa uang seribu rupiah itu.........” kata Maula.
“Seribu rupiah memang tidak terlalu besar ketika ia berdiri sendiri Nak Mas, tapi ketika seribu rupiah itu disatukan dengan seribu rupiah-seribu rupiah yang lain, maka akan sangat berarti seperti jari-jari tangan ini............” kata Ki Bijak sambil memperlihatkan jari-jari tanganya.
Maula secara refleks ikut memperhatikan jemari tanganya, “Ada apa dengan jemari ini ki....”Tanyanya kemudian.
“Nak Mas perhatikan, setiap jari, memiliki fungsi dan peran yang berbeda, kelingking, jari manis, jari tengah, telunjuk dan ibu jari memiliki ukuran, posisi dan peran yang berbeda, coba Nak Mas pegang gelas ini dengan hanya menggunakan kelingking..............” Kata Ki Bijak sambil menyodorkan gelas minuman yang menemani obrolan mereka sore itu.
Maula tahu bahwa kelingking tidak akan mampu memegang gelas sendirian, tapi ia tetap melaksanakan apa yang diperintahkan gurunya, “Tidak bisa ki........” Katanya kemudian.
“Coba Nak Mas pegang gelas ini dengan kelingking dan jari manis..........” Kata Ki Bijak lagi.
Meskipun tahu kelingkin dan jari manis tidak mampu memegang gelas, Maula tetap melaksanakan perintah gurunya, “Tidak bisa juga ki...........” kata Maula lagi.
Pun seterusnya, Maula mencoba memegang gelas dengan ketiga jarinya, kelingking, jari manis dan jari tengah, gelas sedikit terangkat, tapi kemudian oleng dan hampir jatuh...,
Kemudian Maula memegang gelas dengan menambahkan jari telunjuknya, gelas terangkay dan relatif bisa dipegang, tapi tidak kokoh, hingga akhirnya Maula menggunakan kelima jarinya untuk memegang gelas, dan gelas pun terpegang dengan erat dan kuat....
“Kira-kira seperti itu Nak Mas, setiap kita memiliki kapasitas, kemampuan dan posisi masing-masing, kalau Nak Mas saja yang mengumpulkan uang seribu rupiah setiap hari, sebulan hanya akan terkumpul tiga puluh ribu rupiah, belum mampu memberi manfaat yang banyak kepada orang lain, sebagaimana halnya kelingking yang tidak bisa mengangkat gelas tadi......,
“Kemudian kalau ada dua orang, jumlah uang yang terkumpul akan bertambah, dan insya Allah manfaatnya pun bertambah, tambah menjadi tiga, empat, lima dan bahkan menjadi seratus orang, maka jumlah yang terkumpul menjadi besar, dan insya Allah akan memberikan manfaat yang juga lebih besar, seperti halnya kelima jemari ini..............” kata Ki Bijak.
“ketika lima jari ini bersatu padu, bahu membahu, tidak saling mengandalkan, tidak saling meremehkan, jangankan gelas ini, batu yang jauh lebih berat, insya Allah akan terangkat, balok kayu yang lebih besar, insya Allah akan terangkat, dan akan banyak hal yang bisa kita lakukan jika semua jemari kita bekerja sama dan bersatu........, pun demikian halnya dengan apa yang Nak Mas dan rekan-rekan lakukan, semakin banyak orang yang terlibat dan melibatkan diri untuk berinfaq dan sedekah, insya Allah akan semakin banyak dhuafa dan yatim yang tersantuni, akan semakin banyak fasilitas ibadah yang terbenahi, akan semakin fakin miskin terbantu dan akan semakin banyak hal yang bisa kita lakukan jika kita mampu menyatukan semua potensi yang kita miliki.........” kata Ki Bijak.
“Iya ya ki, umat islam Indonesia sekarang ini sekitar 180 juta, kalau 100 jutanya saja mau meng-infaq_kan seribu rupiah per hari, artinya akan terkumpul uang sekitar 100 Milyar/hari ya ki........., dan kalau uang itu dibagikan kepada orang miskin dan dhuafa...., wah harusnya tidak ada yang miskin lagi ki, karena setiap hari seorang yang tidak bekerja dan tidak berpenghasilan pun mungkin masih kebagian satu juta rupiah per hari/orang..........” Kata Maula.
“Idealnya seperti itu Nak Mas, tapi kita tidak bisa menunggu semua orang Islam Indonesia sadar dan menyadari betapa berartinya seribu rupiah mereka, dengan apa yang Nak Mas dan rekan-rekan lakukan sekarang pun insya Allah akan dicatat sebagai amal ibadah disisi Allah swt, syukur kalau kemudian lahir gerakan-gerakan seperti ini dari orang lain dan ditempat yang berbeda.........................” kata Ki Bijak.
“Iya ki, sampai kemarin ana masih berfikir kenapa harus ada orang miskin, kenapa Allah tidak menjadikan semua orang kaya dan berkecukupan, tapi syukurlah ana sudah mendapatkan jawabanya sekarang, bahwa adanya mereka kaum dhuafa, fakir miskin, yatim dan lainnya adalah sebagai ladang amal kita ya ki...............” Kata Maula.
“Benar Nak Mas, tidaklah Allah menjadikan adanya orang miskin dan kaya tanpa ada hikmah dibalik itu semuanya, melainkan keberadaan dua kelompok miskin dan kaya ini ada sebentuk keseimbangan, agar dunia berputar, agar orang kaya punya lahan untuk menabur benih-benih pahala dengan sedekahnya, dan agar ada do’a-do’a mustajab dari fakir miskin dan dhuafa untuk semua hamba Allah yang telah menyantuninya..........” Kata Ki Bijak.
“Indah sekali ya ki, sikaya berderma, sebuah pahala, si miskin berdoa, doanya mustajab, subhanallah, Maha Suci Engkau Ya Allah yang telah menciptakan keseimbangan ini...................” Kata Maula.
Maula mendongakan kepalanya keatas seraya menundukan hati pada kebesaran_Nya, pun demikian dengan Ki Bijak, gurunya.
Wassalam
July 05, 2008
No comments:
Post a Comment