Saturday, August 16, 2008

MEREKA (JUGA) ANAK-ANAK KITA

“Mereka juga anak-anak kita Nak Mas................” Kata Ki Bijka menanggapi pertanyaan Maula bagaimana sikap terbaik kita terhadap santri-santri dipondok.

“Lalu ki...............?” Tanya Maula lagi.

“Lalu, sebagai orang tua, kita harus memperlakukan mereka sebagaimana kita memperlakukan anak-anak kita, setidaknya kita mempunyai tanggung jawab moral terhadap perkembangan mereka, karena dipundak anak-anak kita inilah masa depan islam sepuluh atau lima belas tahun yang akan datang.......” kata Ki Bijak.

“Sayangnya, sejauh ini, kepedulian kita terhadap mereka masih sangat-sangat kurang, kita lebih sering bersikap reaktif daripada pro-aktif, kita lebih sering tergagap manakala sebagian dari anak-anak itu menjadi korban pemurtadan, kita seolah menjadi pihak yang peduli dengan berkomentar dan menyalahkan pihak lain, selebihnya, kita lebih banyak diam dan tak acuh, karena menganggap mereka bukanlah tanggung jawabnya.........” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, padahal dengan potensi umat islam dewasa ini, kita mestinya bisa berbuat lebih banyak ya ki...........” kata Maula turut prihatin.

“Orang Islam yang kaya, banyak dinegeri ini Nak Mas, orang islam yang memiliki kekuatan dan kekuasaan juga tidak kurang, pun orang-orang islam yang kaya dan berpendidikan, yang masih kurang dari umat ini adalah sikap tenggang rasa dan tanggung jawab sosial terhadap sesamanya.............” Kata Ki Bijak.

“Kenapa masih banyak diantara kita yang belum memiliki sifat-sifat itu ya ki.......” tanya Maula.

“Aki tidak tahu persis kenapa Nak Mas, karena seharusnya, kita, umat Islam ini adalah sebuah umat yang ‘terlatih’ untuk memiliki nilai-nilai luhur seperti tadi, dalam shalat, kita diajarkan banyak hal, mulai dari mengenal diri kita, nilai-nilai kesatuan dan persatuan,diajari tanggung jawab, dan masih banyak hal yang diajarkan shalat pada kita, dan kalau shalat kita benar, insya Allah umat ini menjadi umat yang ‘paling peduli’ terhadap saudaranya dibanding umat-uamt yang lain..............” kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, belum lagi nilai shaum, belum lagi nilai zakat dan ibadah haji, seandainya umat islam mampu mengaplikasikan nilai-nilai itu dalam kehidupannya, niscaya kita akan menjadi umat terbaik ya ki.........” Kata Maula.

“Ya Nak Mas, inilah tugas dan tanggung jawab kita dalam beragama, karena beragama bukan hanya sekedar catatan dalam tanda pengenal, beragama bukan sekedar hafal hadits, beragama bukan hanya fasih membaca al qur’an, ketika kita mengaku beragama, kita memiliki tanggung jawab sebagai konsekuensi keberagamaan kita............” kata Ki Bijak.

“Ana masih belum jelas ki..........” kata Maula.

“Misalnya begini Nak Mas, sebagai seorang karyawan sebuah perusahaan, apakah Nak Mas cukup mengaku sebagai karyawan perusahaan itu, atau Nak Mas cukup menghapal tata tertib perusahaan..........?” Tanya Ki Bijak.

“Tentu tidak ki, seorang karyawan yang telah diikat dna terikat dengan sebuah perusahaan, memiliki tanggung jawab terhadap perusahaan itu dengan cara memenuhi segala ketentuan perusahaan dan berbuat dan bekerja sebaik mungkin sesuai dengan tuntutan perusahaan..........” Kata Maula.

“Apa yang terjadi kalau ada karyawan seperti Aki katakan tadi, hanya mengaku dan hafal peraturan perusahaan saja.....?” Tanya Ki Bijak.

“Mengetahui dan memahami peraturan perusahaan memang baik, tapi samasekali tidak akan bermanfaat kalau karyawaan itu sama sekali tidak melakukan aturan yang telah dihafalnya ki.........” kata Maula.

“Pun demikian halnya dengan beragama, kita hafal puluhan atau ratusan hadits, memang seharusnya, kita lancar dan fasih membaca al qur’an, memang selayaknya demikian, tapi hafalan hadits kita, kelancaran dan kefasihan kita membaca al qur’an, akan menjadi sia-sia manakala kita meninggalkan apa yang diajarkan oleh hadits dan al qur’an itu.......” kata Ki Bijak.

“Nak Mas perhatikan ayat ini;


10. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Al Hujurat)

“Bagaimana mungkin kita mengaku orang beriman, kalau kita tidak mencintai saudara-saudara seakidah kita........?” Kata Ki Bijak.

“Iya ya ki, bahkan banyak hadits yang menjelaskan betapa umat ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, satu sakit, maka sakit semua..., tapi kenyataannya sekarang umat ini seperti buih dilautan yang bercerai berai menyelematkan dirinya masing-masing.............” kata Maula.

“Bahkan dalam hadits lain dinyatakan ‘, Addiinu Ahlakul Kariimah’ agama adalah ahlak mulia, dan kalau kita mengaku beragama, artinya kita harus berahlak luhur, dan salah satu bentuk keluhuran ahlak itu adalah kepedulian kita terhadap sesame kita………” kata Ki Bijak lagi.

“Benar ki….., rasanya ‘aneh’ kalau ada orang rajin shalat, shaum sunnahnya bagus,an tapi acuh terhadap saudaranya ya ki……” Kata Maula.

“Kalau itu terjadi pada diri kita, artinya masih ada yang kurang dari shalat dan ibadah kita, kita harus berlatih dan belajar lebih keras lagi untuk menyempurnakan keberagamaan kita dengan berlatih peduli kepada sesame kita, seperti kepada anak-anak ini…….” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, kemarin ana juga mendapat amanah dari Pak Kyai untuk mencarikan sumbangan al qur’an untuk santri-santri disana, kasihan ki, selain qur’an yang ada sudah pada rusak, jumlahnya juga sangat tidak memadai, satu qur’an untuk tiga sampai empat orang anak…….” Kata Maula.

“Nak Mas tahu kenapa Pak Kyai itu sampai minta sumbangan al qur’an……?” Tanya Ki Bijak.

Maula menggelengkan kepada tanda belum paham.

“Itu adalah sebuah bahasa isyarat dari Pak Kyai untuk mendorong kita berlatih peduli dengan orang lain, bukan semata karena qur’an dipondok itu kurang atau rusak………….” Kata Ki Bijak.

“Waah, ana baru menyadarinya sekarang ki……..” kata Maula.

“Itulah bahasa orang arif Nak Mas, mereka mengajari kita dengan tamsil dan siloka, Nak Mas harus banyak belajar memahami bahasa seperti itu, sehingga tidak terjebak pada penafsiran yang dangkal dan salah……” kata Ki Bijak.

“Iya ki………” Kata Maula pendek.

“Insya Allah, Nak Mas akan dipertemukan Allah dengan hamba-hamba_Nya yang bukan hanya akan menyumbang al qur’an, mungkin keperluan pondok lainnya…..” Kata Ki Bijak.

“Amiin, do’akan ya ki………….” Kata Maula.

Wassallam

Maret 29, 2008

(Bagi ihwatu iman yang memiliki ‘kelebihan’ al qur’an dirumah, dapat menyalurkannya kepondok, insya Allah bermanfaat)

1 comment:

  1. Mas, saya suka dengan cerita² seperti ini. ya... suatu saat pasti bermanfaat

    ReplyDelete