“Mari kita kesana Nak Mas........” Ajak Ki Bijak pada Maula menuju tempat lapang disebelah pondok yang biasa digunakan para santri untuk berolahraga, Ki Bijak ingin memberikan gambaran atas pertanyaan Maula bagaimana mengatasi tekanan dan stres yang berlebihan, yang akhir-akhir ini banyak melanda berbagai kalangan, ada yang stres karena pekerjaan, ada yang depresi karena himpitan ekonomi, ada yang tertekan oleh cita-citanya sendiri, bahkan ada banyak orang yang kehilangan akal sehat dalam menyikapi berbagai persoalan yang membelitnya.
Tanpa banyak tanya, Maula mengikuti ayunan langkah gurunya menuju tempat yang dituju, disana tampak banyak para santri tengah berolahraga dan banyak barbel serta peralatan olahraga lainnya.
“Ngger, sini Nak...........” Panggil Ki Bijak pada dua orang santrinya, yang satu berusia sekitar 12 tahun, sementara satunya santri berusia sekitar dua puluh tahunan.
Dengan segera dua orang santri itu mendatangi gurunya; “Labaaik ki......” Jawab mereka hampir bersamaan.
“Ngger, coba angger angkat barbel ini.....” Kata Ki Bijak pada santri yang kecil.
Segera santri tadi maju dan mencoba mengangkat barbel yang lumayan besar, “Tidak kuat ki..........” Kata Santri tadi.
“Ngger, coba angger angkat barbel ini....” Pinta Ki Bijak pada santrinya yang lebih besar.
Santri yang lebih besar mengangkat barbel sama, dan tanpa kesulitan berarti barbel itu dapat diangkat, bahkan seperti sangat ringan, berbeda dengan santri kecil yang merasakan barbel itu sangat berat.
“Cukup ngger, terima kasih..., silahkan angger berdua kembali berlatih.......”Kata Ki Bijak kepada kedua santrinya.
“Labaaik Ki.........” Kedua santri tadi kembali melanjutkan aktivitasnya.
Sementara Maula masih termenung dengan kejadian barusan, ia belum mengerti kenapa Ki Bijak menjawab pertanyaannya dengan menyuruh dua orang santri mengangkat barbel yang sama.
“Nak Mas bisa menangkap pesan dari apa yang terjadi barusan....?” Tanya Ki Bijak
Maula menggelangkan kepala “Tidak ki....” katanya kemudian.
“Barbel ini beratnya sekitar 20kg, dan beban seberat itu tidak mampu diangkat santri yang baru berusia 12 tahun, sementara dengan beban yang sama, santri yang lebih besar dengan mudah mengangkat barbel ini, menurut Nak Mas dimana letak perbedaanya.....” kata Ki Bijak.
“Barbel yang diangkat sama............., perbedaanya adalah siapa yang mengangkatnya, bukan demikian ki......?” Kata Maula sejurus kemudian.
“Tepat, Nak Mas......, beban akan terasa berat ketika yang mengangkatnya kecil, sebaliknya beban akan terasa ringan ketika yang mengangkatnya besar.....” kata Ki Bijak.
“Artinya apa ki......?” Tanya Maula
“Begini Nak Mas, beban pekerjaan, beban karena himpitan ekonomi, beban fikiran karena tingginya angan dan cita-cita atau beban apapun, adalah ibarat barbel ini, dan sebagaimana Nak Mas lihat tadi, berat barbel ini memiliki pengaruh yang berbeda terhadap orang yang berbeda, terasa berat bagi santri yang kecil, sebaliknya terasa ringan oleh santri yang lebih besar....,”
“Demikianpun dengan beban kehidupan kita Nak Mas, himpitan ekonomi yang akhir-akhir ini makin mencekik, boleh sangat jadi akan menjadi beban yang demikian berat bagi mereka yang berjiwa kerdil, akan sangat terasa membebani bagi mereka yang memiliki keimanan sekulit ari, akan sangat berat bagi mereka yang berfikiran pendek.......”,
“Sebaliknya, sejarah mencatat himpitan ekonomi yang mendera, bahkan kelaparan yang melanda, tidak akan menjadi monster yang menakutkan bagi mereka yang memiliki kebesaran jiwa, tidak akan menjadi hantu bagi mereka yang memiliki keyakinan bahwa kemiskinan dan himpitan ekonomi adalah bagian dari ujian yang harus dilalui dengan penuh tanggung jawab dan keimanan......”
“Bertumpuknya beban pekerjaan, boleh jadi merupakan sesuatu yang menyebabkan depresi dan stres bagi mereka yang berfikiran kerdil, bagi mereka yang berhati kecil, yang beranggapan bahwa pekerjaan itu bukan merupakan tanggung jawabnya....”
“Sementara bertambahnya beban pekerjaan justru merupakan tantangan bagi mereka-mereka yang berjiwa besar dan berhati lapang, mereka menjadikan tumpukan pekerjaan itu sebagai sarana dan momentum untuk menunjukan eksistensi dirinya bahwa ia mampu, dan diakhir cerita, mereka-mereka inilah yang kelak akan menjadi pemenang.......”
“Benar ki, terasa berat tidaknya barbel ini berbeda ketika yang mengangkatnya berbeda, jadi depresi dan stres yang berlebihan itu bukan semata masalah beban yang berat ya Ki, tapi seberapa besar kitanya...........” Kata Maula mencoba menyimpulkan apa yang barusan dituturkan gurunya, sambil mencoba mengangkat sebuah barbel dengan tangan kirinya, kemudian berganti dengan tangan kanannya.
“Ya Nak Mas, sesuatu yang sering kita anggap masalah, sebenarnya mungkin tidak akan menjadi masalah manakala kita siap, ketika kita memiliki kebesaran jiwa, ketika kita memiliki kebesaran hati, ketika kita memiliki kekokohan iman, ketika kita memiliki keluasan ilmu, dan kesempurnaan syariat.....” Kata Ki Bijak lagi.
“Pun demikian halnya dengan kewajiban-kewajiban agama Nak Mas...., shalat,zakat,shaum dan haji akan menjadi beban berat bagi mereka yang memiliki fikiran dan hati kerdil, bagi mereka yang hanya berfikir jangka pendek, bagi mereka yang hanya memikirkan urusan dunia saja, mereka akan sangat merasa terganggu jika harus berhenti sejenak untuk shalat, mereka akan sangat merasa rugi jika uangnya dikeluarkan untuk zakat, mereka akan sangat menderita karena harus menahan lapar dan dahaga untuk shaum, mereka akan sangat berhitung untung rugi jika harus mengeluarkan uang puluhan untuk ongkos haji..........”
“Sebaliknya, bagi mereka yang berfikir besar, berjiwa besar dan memiliki kekokohan iman yang kuat, shalat akan merupakan sebuah kenikmatan, mengeluarkan zakat merupakan sebuah kebutuhan, shaum merupakan sebuah kerinduan, haji merupakan impian..........” kata Ki Bijak lagi.
“Ki, bagaimana agar kita menjadi “ orang besar” sehingga kita mampu mengatasi ‘beban’ dan masalah dalam kehidupan ini ki.....” Tanya Maula.
“Dengan Iman, ilmu dan amal Nak Mas............” Kata Ki Bijak.
“Keimanan kita kepada Allah, bahwa Allah tidak akan membebani kita dengan beban yang melebihi kapasitas kita, adalah sebuah pondasi yang kokoh untuk kita berdiri kuat menghadapai masalah atau beban yang menghadang sepanjang jalan hidupnya......”
“Ilmu yang memadai merupakan kekuatan yang mumpuni agar kita bisa menghadapi ujian dan tantangan, agar kita bisa menghadapi masalah...., Nak Mas lihat kenapa para nelayan itu tidak takut berlayar ditengah lautan...., kenapa para pilot tidak takut terbang diketinggian, kenapa para penambang tidak takut dikedalaman, jawabanya hanya satu, mereka tahu ilmunya..., nelayan tahu arah angin dan cara berlayar, pilot tahu cara menerbangkan pesawat, dan penambang tahu bagaiman seharusnya mereka menambang, ilmu yang menjadikan mereka kuat dan mampu mengatasi tantangan.......”
“Amal atau kasab ibarat batu asah untuk mempertajam iman dan ilmu kita, keimanan dan keyakinan bahwa Allah tidak akan membebani kita dengan beban yang berlebihan, ditambah ilmu yang memadai, akan sangat terbantu dengan gerak lahiriah untuk menghilangkan ‘ketakutan-ketakutan’ yang membelenggu fikiran dan hati kita.....” Kata Ki Bijak.
“Benar Ki, ana pernah mengalami ketakutan seperti itu, ana berhasil mengalahkan ketakutan mengendari mobil dijalan tol dengan sedikit memaksakan diri masuk jalur tol, dan alhamdulillah semuanya berjalan lancara........” Kata Maula.
“Ya seperti itu Nak Mas, contoh lainnya ketika kita hendak mandi dipagi hari, selama kita hanya membayangkan bahwa airnya dingin, kita tidak akan pernah mandi, tapi ketika kita sudah menyiramkan air pada tubuh kita, seketika ketakutan akan rasa dingin itu sirna dengan sendirinya......” kata Ki Bijak.
“Jadi benar ya Ki kalau ada pepatah yang mengatakan “kamu tidak akan menemukan pulau baru, kalau kamu tidak berani meninggalkan pantai”.....”Kata Maula.
“Benar Nak Mas, tapi tentu keberanian itu harus dilandasi iman dan ilmu yang benar, agar keberanian itu mengantar kita pada tujuan yang ingin kita capai......” Kata Ki Bijak lagi.
“Jad masalahnya bukan pada masalah, tapi seberapa besar kita untuk mampu mengatasinya........” Kata Maula mengulangi kesimpulan sebelumnya.
“Benar Nak Mas.......” Kata Ki Bijak sambil tersenyum arif.
Wassalam
May 15, 2008
No comments:
Post a Comment