Saturday, August 16, 2008

CERITA DI BALIK PELANGI


“Itulah kehidupan Nak Mas, kehidupan akan selalu berputar dan berganti, sebagaimana kemarau selalu bergantian dengan musim penghujan.....” Kata Ki Bijak, demi mendenar cerita Maula tentang seorang sahabatnya yang sekarang tengah berada di’puncak dunia’.

“Demikian pun malam akan bergantian dengan siang, matahari bergantian dengan rembulan, ada senang, ada gundah, ada tawa, ada tangis, dan kita tidak perlu heran dengan semua perputaran roda kehidupan itu, karena itu sudah merupakan sunatullah...., sebuah ketetapan dari Yang Maha Bijaksana......” Kata Ki Bijak lagi.

“Iya ki, senang rasanya memiliki usaha sendiri, memiliki kebebasan waktu sendiri, memiliki tanggung jawab dan kepuasan sendiri, tidak tergantung dengan perusahaan tempat kita bekerja, yang selalu membatasi kita dengan berbagai aturan dan waktu........” Kata Maula.

“Lihat pelangi itu Nak Mas........” Kata Ki Bijak menunjuk kearah langit senja yang cerah dan berhias pelangi indah, menanggapi cerita Maula mengenai seorang temannya yang sekarang sudah ‘berhasil’, memiliki rumah yang besar, kendaraan dan penghasilan yang mencukupi.

“Iya ki, indah sekali pelangi itu.........” Kata Maula, mengagumi ciptaan tuhan yang tiada bandingnya itu.

“Dibalik keindahan pelangi, ada sejuta makna yang juga sangat indah untuk kita renungkan dan kita tafakuri Nak Mas.......” Kata Ki Bijak.

“Selain aneka warna yang menghiasinya, adakah sesuatu yang lebih indah dari itu ki.......?” Tanya Maula.

“Nak Mas perhatikan, pelangi itu berada jauh diatas sana, dan tidak pernah berada tepat diatas kita.............” Kata Ki Bijak.

“Artinya apa ki.......?” Tanya Maula.

“Artinya kita akan selalu melihat keindahan itu berada diposisi orang lain, seperti Nak Mas, sebagai karyawan, Nak Mas melihat rekan Nak Mas yang punya usaha sendiri itu lebih enak, sementara sangat mungkin teman Nak Mas justru melihat posisi Nak Mas sebagai karyawan lebih nyaman, karena tidak terlalu berisiko untuk bangkrut, tidak memerlukan modal besar, dan lain sebagainya, pun pegawai negeri mengira bahwa menjadi pegawai swasta lebih enak, sementara pegawai swasta justu berlomba menjadi pegawai negeri, dengan berbagai alasan, kita selalu menemukan keindahan itu ada pada orang lain, seperti pelangi yang tidak pernah singgah tepat diatas kita......” kata Ki Bijak.

“Benar ki, ana juga kerap merasakan demikian.....” kata Maula.

“Nak Mas, kita tidak mungkin mendapati pelangi berada diatas kita, indah pelangi pasti selalu berada diatas orang lain, pun demikian dalam kehidupan kita, selamanya kita tidak akan pernah merasa puas, selamanya kita tidak akan merasa bahagia, selama kita selalu melihat keatas dan melihat pelangi itu....” Kata Ki Bijak.

“Lalu bagaimana kita bisa menikmati keindahan dan kepuasan itu ki.....?” Tanya Maula.

“Kebahagian, kenikmatan, kepuasan, itu adanya disini Nak Mas....” Kata Ki Bijak sambil menunjuk bagian dadanya.

“Kebahagiaan ada disini ki......?” Tanya Maula lagi.

“Benar Nak Mas, kebahagiaan hanya akan menjadi milik orang orang yang mampu menumbuhkan rasa qanaah-nya atas pemberian dan karunia Allah kepadanya, kebahagiaan hanya akan menjadi milik mereka yang mampu mensyukuri apa yang diterima dari tuhannya, insya Allah jika sikap ridha, syukur dan sabar itu sudah tertanam dalam lubuk hati kita yang bersih, kebahagiaan adalah sebuah keniscayaan.......” Kata Ki Bijak lagi.

“Lalu untuk apa sebagian kita berkelahi dengan waktu untuk mencari dan mengumpulkan materi ki.....?” Tanya Maula

“Karena sebagian kita beranggapan materi itu sumber kebahagiaan, benar memang sekarang ini hampir semua hal memerlukan uang, tapi juga benar bahwa tidak semua hal bisa dibeli dengan uang, salah satunya adalah kebahagiaan itu........” Kata Ki Bijak.

“Tadi pagi Aki mendengar obrolan santri mengenai kata bahagia itu Nak Mas......” kata Ki Bijak

“Bagaimana ceritanya ki.....?” Tanya Maula.

“Santri tadi mengatakan begini Nak Mas...;

‘jika engkau ingin bahagia untuk tiga jam, maka memancing adalah alternatifnya’

“jika engkau ingin bahagia untuk tiga hari, maka rekreasi adalah jawabannya’

“jika engkau ingin bahagia untuk tiga bulan, bulan madu adalah salah satunya’

“jika engkau ingin bahagia tiga tahun, maka menikmati uang pensiun adalah wujudnya’

“Tapi jika engkau ingin bahagia selamanya, maka cintai dan syukurilah apa yang ada padamu hari ini dan selamanya......” Kata Ki Bijak menirukan ucapan salah seorang santrinya.

“Waah, bagus juga ya ki.............., jika engkau ingin bahagia untuk tiga jam, maka memancing adalah alternatifnya,jika engkau ingin bahagia untuk tiga hari, maka rekreasi adalah jawabannya, jika engkau ingin bahagia untuk tiga bulan, bulan madu adalah salah satunya, jika engkau ingin bahagia tiga tahun, maka menikmati uang pensiun adalah wujudnya, tapi jika engkau ingin bahagia selamanya, maka cintai dan syukurilah apa yang ada padamu hari ini dan selamanya......” Maula mengulang kata-kata yang barusan diucapkan oleh gurunya.

“Yaah, cukup bagus Nak Mas, meski Aki tidak tahu dari mana ungkapan-ungkapan itu, Aki sendiri tidak pernah mengajarinya, tapi setidaknya ungkapan yang terakhir itu sarat makna Nak Mas, bahwa untuk bisa hidup bahagia selamanya, kita harus mampu mencintai dan mensyukuri segala hal yang Allah karuniakan kepada kita.......” kata Ki Bijak lagi.

Maula mendongakan kepalanya keatas lagi, melihat sisa pelangi yang perlahan mulai tersaput awan; masih indah, dan biarlah keindahan itu tetap diatas sana, selamanya.

“Apakah sekarang Nak Mas masih ingin mengejar pelangi itu.....?” Tanya Ki Bijak sejurus kemudian.

“Tidak ki, ana sekarang hanya ingin belajar mencintai dan mensyukuri semua karunia Allah yang mungkin selama ini ana lalaikan.......” Kata Maula.

“Jika mungkin, silahkan Nak Mas berusaha untuk mendapatkan usaha dan penghasilan yang lebih baik, silahkan saja Nak Mas, selama itu tetap direl yang telah ditetapkan, tapi Aki pesankan kepada Nak Mas bahwa tujuan hidup kita bukan untuk mencari dan mengumpulkan materi semata, tapi tujuan kita adalah hidup bahagia, fi dunya wal akhirat, jadi fokuskan pencarian Nak Mas pada kebahagiaan itu sendiri, bukan pada materinya......” Kata Ki Bijak.

“Iya ki, ana beberapa waktu lalu juga mendapat sebuah hikmah yang sangat besar dari seorang teman, bahwa tidak selamanya limpahan materi menjamin sebuah kebahagiaan seseorang, dan sebaliknya, kekurangan materi tidak serta merta menjadikan orang itu menderita............” Kata Maula.

“Sebaliknya kekayaan hati kita, kebesaran jiwa kita, merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya Nak Mas, dan beruntunglah mereka yang memiliki kekayaan hati dan kebesaran jiwa yang tercermin dalam sifat ridha, syukur dan sabar dalam menjalani hari-harinya...........” Kata Ki Bijak lagi.

“Ya Allah, penuhilah hati hamba_Mu ini dengan kekayaan, dan lapangkan tangan hamba_mu ini dari kesibukan yang melalaikan........” Maula memohon kepada Allah agar menjadi orang yang kaya hati.

“Amiiin..............” Timpal Ki Bijak.

Wassalam
April 30, 2008

No comments:

Post a Comment