Friday, February 16, 2007

BERANI HIDUP

Dalam periode perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah dulu, kita sangat sering mendengar semboyan “berani mati” sebagai ungkapan patriotisme dan semangat perjuangan dalam upaya mengambil kembali hak-hak kita yang dirampas oleh para penjajah.

Sekarang, hampir 62 tahun setelah kita menyatakan kemerdekaan kita, banyak hal yang telah berubah dalam kehidupan masyarakat kita.

Kalau dulu orang-orang tua dan pejuang kita mengangkat senjata dengan semboyan “berani mati”, maka sekarang kita harus mengubah semboyan itu menjadi “Berani hidup”, kenapa?

Mati, saat ini bagi sebagian orang adalah sesuatu yang menjadi sangat murah dan mudah. Ada pelajar tidak lulus sekolah, kemudian mengakhiri hidupnya dengan meminum racun serangga, mati.

Ada ibu yang takut tak bisa menafkahi anak-anaknya, kemudian membunuh mereka, mati.

Ada pengusaha yang bangkrut, kemudian terjun dari gedung bertingkat, mati juga.

Pelajar yang menenggak racun, ibu yang membunuh anaknya, pengusaha yang terjun dari gedung bertingkat dan masih banyak contoh kasus sejenis adalah sebuah gambaran betapa mereka, orang-orang yang bunuh diri itu tidak berani menghadapi kenyataan, mereka tak “berani hidup”.

Kalau pelajar itu berani menghadapi kenyataan bahwa bahwa tidak lulus sekolah bukanlah akhir dari segala-galanya dan dia berani menghadapi kenyataan, mungkin justru suatu saat dia akan menjadi pelajar yang pintar.

Kalau ibu yang membunuh anak-anaknya itu mampu memahami bahwa Allah telah menjamin rezeki setiap mahluk-Nya dan kemudian ia berani menghadapi kenyataan dan berani hidup, sangat boleh jadi anak-anaknya akan menjadi orang-orang sukses dikemudian hari.

Kalau pengusaha itu berani hidup untuk tetap menjalankan usaha, mungkin ia akan tetap hidup dan usahanya berkembang.

Bukankah kegagalan “hanya’ sebuah bentuk keberhasilan yang tertunda?
Bukankah tantangan hanya sebentuk “batu asah” untuk meningkatkan kemampuan dan ketajaman kita?
Bukankah kemiskinan adalah sebuah bentuk ujian, yang jika kita “lulus” menjalaninya, akan berbuah kebahagiaan.

“Berani Hidup” itu yang harus terus kita pupuk dan kembangkan dalam menghadapi kehidupan itu sendiri. Keberhasilan hanya akan menjadi mereka yang memiliki keberanian, mereka yang memiliki keyakinan dan mereka yang berani hidup.

Kita tidak akan pernah mendapat ijazah kesarjanaan, ketika kita takut untuk mengikuti test masuk perguruan tinggi.

Kita tidak akan pernah menikah selamanya, jika kita tidak memiliki keberanian untuk melangkah kejenjang pernikahan.

Kita tidak akan mendapatkan penghasilan jika kita tidak berani menghadapi resiko kebangkutan.


Kita tidak akan pernah duduk dibangku parlemen, jika untuk jadi kader pun kita takut.

Kita tidak akan pernah jadi presiden, jika untuk mencalonkan diripun kita tak berani.

Kita tidak akan pernah sampai ketujuan kita, jika untuk melintasi jembatan saja kita takut.

Kita tidak akan pernah tiba dipuncak keberhasilan, jika untuk mendaki terjalnya undakan kehidupan saja kita takut.

Kita hanya akan menjadi “seseorang” jika kita memiliki keberanian untuk menjalani kehidupan ini.

Orang yang tidak memiliki keberanian akan mengalami “mati” berkali-kali, ia akan “mati” ketika orang lain berhasil dengan study-nya sementara kesekolahpun ia tak pernah. Ia akan mati ketika orang lain sukses dalam karirnya, sementara ia hanya berkubang dilingkaran kata-kata “seandainya, umpama, ibarat, atau misal. Ia akan mati ketika orang sudah sampai pada tujuan hidupnya, sementara ia masih terus bergulat dengan rasa takutnya.

Sementara seorang pemberani hanya akan mati sekali saja, yaitu ketika ajal benar-benar telah menjemputnya, ia akan mati dengan tersenyum bangga karena telah mengusahakan apapun yang ingin dicapainya terlepas dari berapa banyak keberhasilan yang ia dapat.

Pilihannya sekarang ada pada kita, apakah kita akan menjadi pengecut yang hanya akan terpojok disisi-sisi kehidupan dengan penderitaan yang sangat karena kita akan mengalami “mati” berkali-kali, atau menjadi seorang kstaria yang berjuang dimedan laga kehidupan dengan penuh keberanian dan penuh keyakinan, end toh kalau kita “mati”pun, orang akan mengenang kita sebagai sosok pahlawan yang penuh dengan keberanian.

So.......apa pilihan kita sekarang?

February, 16, 2007

No comments:

Post a Comment