Monday, February 19, 2007

Dunia, kelereng didepan mata (At-Tin – Ramadhan 1426H)

Salah satu ciri orang Mutaqin adalah orang yang memiliki sifat Tasawuf. Terlepas dari berbagai perdebatan dan kontraversi mengenai definisi Tasawuf, yang penulis maksud dengan Tasawuf disini adalah kemampuan kita untuk memiliki sifat tidak berlebihan dalam urusan dan kecintaan terhadap dunia. Kenapa kita tidak boleh terlalu mencintai dunia?

“Hubbu dunya khiti ati kulli sayyiah – kecintaan terhadap dunia yang berlebihan adalah pangkal dari segala kejahatan”. Bukankah lahirnya para koruptor itu karena ketakutan mereka akan kemiskinan dan ketamakan dan kecintaan kepada dunia yang berlebihan, sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dunia, yang seolah akan mengekalkan mereka.

Bukankah lahirnya diktator juga berawal dari kecintaan yang berlebihan, sehingga seolah-olah mereka ingin menjadi raja dan penguasa selamanya, karena sikap yang berlebuhan itulah kemudian melahirkan sikap yang berlebihan pula dalam memaknai kekuasaan yang ada padanya.

Bukankah kekikiran kita, ketamakan kita, kesibukan kita yang kadang melampuai batas juga diaibatkan oleh kesalahan cara pandang kita terhadap dunia.

Lalu apakah kita tidak boleh memiliki dunia, harta, pangkat atau tidak memiliki hak untuk mendapatkan surga dunia?

Firman Allah dalam surat al Qasas 28:77;

77. Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ayat diatas secara tegas menyatakan bahwa kita punya bagian dalam kehidupan didunia, yakni hak untuk mendapatkan apa yang memang telah Allah karuniakan kepada kita.

Ibnu Abbas r.a pernah ditanya oleh para sahabat lainnya, siapakah orang-orang yang telah mendapatkan kebahagiaan atau haknya didunia?. Ibnu Abbas menyatakan setidaknya ada tujuh kriteria yang harus dimiliki oleh orang yang telah mendapatkan kebahagiaan dunia;

- Orang yang memiliki Qolbun syakur, hati yang bersyukur. Hati yang senantiasa bersyukur adalah syurga bagi pemiliknya. Hati yang bersyukur senantiasa menerima dan ridho dengan pemberian Allah, baik itu sedikit apalagi kenikmatan yang banyak, sehingga Allah pun ridha dengan amal ibadahnya, meskipun ibadahnya tidak sebanyak dan sebaik orang lain, jika Allah telah ridho, maka itulah puncak segala kebahagiaan fi dunya wal akhirat.

- Orang yang memiliki Azwajun Sholehah, orang memiliki istri yang shalehah. Wanita yang secara fitrah terlahir dari tulang rusuk kiri pria, memiliki filosofi yang sangat dalam. Bahwa wanita diciptakan bukan dari tulang kepala, karena memang Allah tidak hendak menjadikan wanita sebagai pemimpin bagi kaum pria, bahwa wanita tidak diciptakan dari tulang kaki, karena memang wanita bukan untuk diinjak-injak apalagi dilecehkan, pun wanita bukan dibuat dari tulang dibawah perut, karena wanita bukanlah budak nafsu belaka, tetapi jauh dari semua itu, wanita diciptakan dari tulang rusuk yang terletak dekat dengan tangan, yang artinya wanita terlahir untuk dilindungi, wanita tercipta dari tulang rusuk yang dekat hati, karena wanita terlahir untuk dicintai, dan wanita terlahir dari atas perut untuk dibuahi. Dibalik kelemahlembutan dan kekuranganya, wanita berfungsi sebagai penentram dan pelindung hati dan perasaaan laki-laki, sebagaimana tulang rusuk melindungi hati kita. Maka siapapun orangnya yang memiliki seorang istri dan pendamping yang mampu menjadi mitra dalam menapaki kehidupan dunia menuju akherat, ia telah memiliki salah satu ciri orang yang mendapatkan kebahagiaan dunia.

- Orang yang memiliki alwaladun sholeh/sholehah, anak adalah mutiara dan harta yang tak ternilai harganya. Anak yang sholeh/sholehah mampu menjadi benteng bagi kedua orang tuanya dari jilatan api neraka. Anak yang sholeh/sholehah mampu menjadi penyejuk hati dan pandangan mata bagi orang yang memilikinya.

- Albiatu sholihah, lingkungan yang kondusif untuk perkembangan dan pertumbuhan iman kita

- Al malul halal, harta yang halal, baik halal dalam mendapatkannya, maupun halal dalam membelanjakannya.
- Tafkuh di dien
- Umur yang barokah

Secara sederhana seorang ustadz menggambarkan bahwa kesalahan kita dalam memandang dunia adalah seperti kita menempatkan kelereng tepat didepan mata kita. Kelereng yang sekecil itu, menjadi demikian besar dan menutup pandangan kita dari sesuatu yang lebih besar didepan kita.

Sebagaimana kita yang memandang dunia seolah-olah segalanya, padahal ada akherat yang luasnya lebih luas dari bumi dan langit beserta isinya. Tempatkan kelereng pada posisi yang benar maka akan tampak bahwa kelereng tidaklah sebesar padangan kita sebelumnya, tapi ada yang jauh lebih besar dari itu.

Maka milikilah dunia beserta isinya, tapi tempatkan pada proporsi yang sebenarnya.

Milikilah mobil sebanyak yang engkau bisa, simpan digarasi, bukan dihati, hati hanya untuk Allah semata

Milikilah uang sebanyak yang engkau bisa, simpan dibank, bukan dihati, hati hanya untuk Allah

Milikilah perhiasan sebanyak yang engkau inginkan, tapi bukan untuk memalingkanmu dari Allah Swt.

Tempatkan dunia pada proporsi yang benar, tempatkan kelereng dengan benar, maka didepan kita, ada yang jauh lebih besar yang bisa kita gapai, yaitu Ridha dan surganya Allah.


Wassalam

January 09, 2007.

No comments:

Post a Comment