Monday, February 5, 2007

REFLEKSI SHALAT JUM’AT

102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali Imran:102)



Ayat diatas, dibaca oleh khotib hampir disetiap khotbah Jumat untuk mengajak dan mengingatkan jamaah untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketaqwaan, selain juga merupakan salah satu rukun khotbah.

Kalau kita usia kita sekarang 30 tahun, misalnya, dikurangi dengan masa baligh 10 tahun, artinya kita “seharusnya” sudah mengikuti shalat Jum’at dan mendengar ajakan untuk bertaqwa seperti diatas sebanyak 20 tahun, yang kalau rata-rata setahun terdiri dari 52 minggu, berarti kita sudah mendengar seruan ini paling tidak 20 thn x 52 minggu = 1, 040 kali, atau kalau ada bolong-bolong shalat Jum’at semasa kanak-kanak, kita genapkan menjadi 1,000 kali, Banyak bukan?

Belum lagi kalau usia kita saat ini sudah mencapai usia 40 tahun atau 50 tahun, pasti kita akan lebih banyak mendengar ajakan ke surga itu.

Pertanyaannya, setelah kita diseru 1,000 kali atau bahkan lebih, adakah seruan itu sudah kita laksanakan?

Apa ciri-ciri dan karakter orang yang sudah mendengar dan melaksanakan seruan itu dan menjadi seorang Mutaqqin?

Taqwa, secara umum didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangannya, dengan ciri-ciri umum yang banyak ditemukan dalam ayat-ayat Al qur’an, seperti terdapat dalam Surat Al Baqarah berikut;

3. (yaitu) mereka yang beriman[13] kepada yang ghaib[14], yang mendirikan shalat[15], dan menafkahkan sebahagian rezki[16] yang kami anugerahkan kepada mereka.
4. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu[17], serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[18].
5. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung[19].
Lalu apa ciri-cirinya?

Dalam pandangan seorang ulama, ciri dan karakter seorang Mutaqin terambil dari huruf-huruf yang membentuknya, yaitu Ta Qaf Wawu, seorang Mutaqin memiliki 9 Ta, 1 Qaf dan 2 Wa, yaitu:

1. Ta’ yang pertama :Tauhid, yaitu meng-Esa-kan Allah baik secara Rubbubiyah, Uluhiyah, Asma dan Sifat serta Wujud-Nya

Tauhid Rubbubiyah berarti mengakui dan meyakini bahwa Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, Allah yang mematikan dan menghidupkan, Allah yang melapangkan dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehenndaki. Seorang mutaqin Adalah seorang secara sadar mampu melihat Af’al Allah dari semua apa yang dapat ditangkap oleh panca indera dan hatinya. Ketika ia melihat burung terbang, ia meyakini bahwa hanya Allah-lah yang mampu membuat burung terbang, ketika ia menyaksikan bagaimana lebah bersarang, maka disitu pulalah ia melihat af’al Allah, sehingga ia mampu memaknai Laa maujuda ilallah, Tidak ada yang terpampang dan terlihat dialam ini kecuali disana ada Af’al dan Ilmu Allah.

Tauhid Uluhiyah artinya meng-Esa-kan semua bentuk peribatan kepada Allah. Ketika kita shalat,maka Inna shalati wanusuki wama yahya wama mati lillahita’ala, ketika kita berkorban, bukan untuk patung dan berhala, ketika kita berzakat, bukan pujian yang akan menyenangkan kita, semuanya hanya untuk Allah, La Ma’buda ilallah – tiada Ilah yang diibadai kecuali Allah.

Pun dengan Asma, sifat, seorang mutaqin meyakini bahwa Allah satu-satunya pemilik asma dan sifat yang tidak dimiliki oleh selain-Nya. Hanya Allah yang berhak memiliki sifat Mutakabir, memiliki sifat dan nama Maha Suci dan lain sebagainya.

Sementara Keyakinan /Tauhid terhadap Wujud Allah adalah sebuah keyakinan bahwa Allah adalah Laisa kamitslihi sai’un – Tidak sesuatupun yang menyamai_Nya.

13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(luqman 13)


2. Ta’ yang kedua yang menjadi ciri dan karakter seorang Muttaqin adalah Taubat – yang secara umum didefinisikan permohonan ampun seorang hamba kepada Tuhan-Nya dengan cara menyesali, meninggalkan dan tidak mengulangi perbuatan dosa yang pernah ia lakukan serta mengiringinya dengan perbuatan-perbuatan baik.

Kenapa kita harus bertobat?

Seperti pernah ditulis dalam artikel “Orang Pintar Selalu Beristighfar”, kita, manusia dikaruniai Allah dengan Sifat Syaitoniyah, Bahimiyah, Sabaiyah vs Robbaniyah . Ketika sifat “jahat” ini lebih dominan berada pada diri kita, maka akan merusak tatanan harmoni kita (Manusia dalam bahasa arab:Al insan – yang terambil dari akar kata “insun” yang berarti harmonis. Ketidak harmonisan ini melahirkan berbagai bentuk “penyimpangan” atau dosa, sehingga Taubat adalah sarana pembersih bagi kita dari segala bentuk kesalahan, penyimpangan dan dos, agar kembali kepada jalur harmoni yang sebenarnya, kembali kepada fitrah kemanusiaan kita.

8. Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."(At Tahrim:8)



3. Ta’ yang ketiga adalah Tawadlu – rendah hati, lawan kata dari Tawadlu adalah sombong.

Seorang Mutaqin adalah orang yang tidak akan terpropokasi oleh setan untuk merasa paling pintar karena ilmu yang dimilikinya.

Seorang Mutaqin adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dari bisikan setan untuk berbangga dengan amal ibadahnya.

Seorang mutaqin adalah orang yang tidak pernah merasa “hebat” karena kedudukan, pangkat dan jabatan yang dimilikinya.

Seorang mutaqin adalah orang yang Tawadlu, yang senantiasa rendah hati dan menghindari sifat dan sikap sombong, karena ia menyadari bahwa sombong adalah sesuatu yang amat sangat dibenci Allah, dan bahwa sombong tak lebih dari sifat setan yang durjana.

18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Luqman 18)


4. Ta’ yang keempat Tasawuf – terlepas dari kontraversi mengenai defini tasawuf, dalam kontek ini Tasawuf diartika sebagai upaya untuk menjaga diri dari kecintaan terhadap dunia secara berlebiha, – hubbub dunya khotiati kulli sayyiah,bahwa kecintaan kepada dunia yang terlalu” hanya akan melahir Koruptor, Diktator dan lainnya

Apakah berarti kita tidak boleh “kaya?”

Sama sekali tidak, Allah berfirman dalam Surat Al Qasash:77;

77. Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Bahwa kita mempuyai hak terhadap apa yang Allah karuniakan kepada kita didunia ini, tapi ingat jangan “terlalu”, tempatkan kecintaan kita pada harta, anak, istri, pangkat dan kedudukan pada proporsi yang benar.

5. Ta’ yang kelima yaitu Tafakur – salah satu yang membedakan kita, manusia dengan mahluk Allah yang lain adalah karena kita diberi kemampuan oleh Allah berpikir, dan itu yang dikehendaki Allah ada pada jiwa-jiwa yang mutaqin, yakni Tafakur, memikirkan keberadaan dirinya, alam semesta dan linggkungannya sehingga seorang mutaqin dengan sadar akan mengatakan “Qollu subhanaka maa kholaqta hadaa bathil – Maha Suci Allah yang menciptakan semuanya dengan benar dan tidak sia-sia”

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali Imran 191)

6. Ta’ yang keenam Taqorrub – Allah tidak pernah menjauhi kita, tapi justru kitalah, yang karena terhalang oleh kotoran debu dan karat dosa kita, maka kita menjadi semakin jauh dari Allah swt.

16. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,

186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.


Seorang mutaqin adalaha orang yang tahu bahwa Allah demikian “dekat”, maka ia tidak perlu kemana-mana untuk mencari dan menemukan Allah, cukup dengan mengenal dirinya dengan baik, maka ia akan “menemukan Allah” dengan segera.

7. Ta’ yang ke tujuh adalah Tawakal – berserah diri, orang mutaqin adalah orang yang bersandar sepenuhnya pada kekuasaan dan Qurah iradat-Nya.Ia tidak akan menjadi frustasi ketika usaha tidak mencapai hasil, sebaliknya, ia tak akan menjadi lupa diri ketika ia berhasil. Sandaran vertikalnya kepada Allah mampu menjadikan ia tangguh dalam menjalani lakon yang ia perankan dalam panggung sandiwara kehidupan ini.

8. Ta’ yang kedelapan Tajjerit – menerima ketentuan Allah, hampir sama pengertiannya dengan tawakal, yakni orang yang “nrimo” dengan apa yang telah Allah takdirkan untuknya.
9. Ta’ yang kesembilan Tasyakur – Bersyukur artinya menampakan nikmat yang telah diterima dari sisi Allah Swt. Betapapun kecilnya nikmat itu. Orang mutaqin akan mampu menangkap berbagai nikmat yang dilimpahkan Allah meski dalam balutan ujian misalnya, ia senantiasa mendapatkan hikmah darinya dan kemudian bersyukur astas ujian yang diterimanya.

         •   
7. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(ibrahim:7)



10. Qonaah – Merasa cukup, seorang mutaqin adalah orang yang “paling kaya”, karena ia senantiasa merasa bahwa apa yang ada padanya sekarang adalah kondisi yang terbaik menurut Allah sehingga ia tidak merasakan kekurangan apapun. Dahaganya akan nafsu duniawi tertutupi oleh rasa cukupnya dan keyakinannya yang demikian besar terhadap kasih sayang dan curahan rezeki dari Allah.

11. Wara’ – Bagian dari menjaga diri dari kecintaan dunia yang berlebihan, lihat tasawud

12. Wakaf - Berhenti, sebagaimana waqaf dalam al qur’an., seorang mutaqin senantiasa berhenti dan mengukur langkahnya dalam setiap tiga langkah. Apa yang ia katakan dan apa yang ia perbuat, senantiasa diukur dengan kebenaran syari’at, dikaji dengan parameter Tarekat yang lurus dan ditimbang dengan neraca Hakekat, sehingga orang mutaqin selalu waspada dan hati-hati dalam setiap tindakan perbuatannya, sehingga ia terselematkan dari jurang api neraka.

Ada juga seorang ulama yang mentakwilkan Taqwa dengan kata “Ittiqa” artinya seorang mutaqin adalah seorang yang terproteksi dan mampu membentengi dirinya dari sifat-sifat kebinatangan, seperti sifat buas, tamak dan serakah.

Mari kita berkaca, sudah ada difase mana ketaqwaan kita setelah kita melaksanakan shalat Jum’at lebih dari 500x atau bahkan lebih dari 1000x..

Hisablah dirimu, sebelum engkau benar-benar dihisab di Yaumil akhir nanti, agar kita tidak menjadi menyesal karena terlambat untuk memperbaiki diri.

Wassalam


January 26, 2007

No comments:

Post a Comment