Friday, February 16, 2007

Harimau dikandang

Ada sebuah ironi ketika kita menyaksikan seekor harimau berada dikandang. Harimau, yang lazim dikenal karena kebuasan dan kekuatannya, hanya menjadi bahan tontonan dan tertawaan bahkan oleh anak-anak kecil sekalipun.

“Iiiih, pah, harimau nya lucu.....” kata seorang anak kecil berusia sekitar 3 tahun, sekali lagi, sebuah ironi, karena seharusnya jangankan anak kecil seusia itu, sekelompok orang dewasa pun pasti harus berpikir keras ketika berhadapan dengan seekor harimau didalam hutan. Lalu kenapa harimau yang dikenal buas sekarang menjadi tontonan yang lucu?

Karena harimau itu berada dikandang dan jauh dari habitat aslinya....perhatikan, bukan hanya harimau yang kehilangan jati dirinya, tapi juga hiu yang terkenal buas dilautan, ketika hiu itu berada jauh dari habitatnya, maka hiu itu hanya menunggu gilirannya untuk mati....gajah yang kekuatannya mungkin setara dengan sepuluh kekuatan orang dewasa atau mungkin lebih, menjadi tidak berdaya ketika dia sudah keluar atau dipaksa keluar dari habitatnya......,singa, buaya atau apapun ketika sudah berada diluar habitatnya, maka ia akan kehilangan identitas dan jati dirinya dan pada gilirannya akan mati dan punah.

Mungkin agak sedikit memaksakan kalau kita mengumpamakan keadaan umat Islam saat ini dengan harimau yang dikandang dan jauh dari habitatnya. Tapi itulah memang padanan yang “agak” bisa dijadikan gambaran untuk menggugah kesadaran kita tentang kondisi umat Islam.

Allah menggambarkan kita, umat Islam sebagai umat terbaik;


110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(Ali Imran:110)

Gambaran kita sebagai umat terbaik itu ketika kita berada pada kondisi Amar Ma’rup nahi munkar dan beriman kepada Allah, Ini adalah identitas kita, ini jati diri kita, yaitu umat yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah serta beriman kepada Allah. Sementara “habitat” kita adalah Al Qur’an, Sunah dan Masjid. Ketika umat ini masih berada didalam lingkungan aslinya, jangankan untuk menyerang, untuk mengganggu saja, mereka akan berpikir sekian kali.

Goldstone – Perdana Menteri Inggris (1882), dalam suatu kesempatan pidato didepan parlemen (Konon sambil mengangkat Al Qur’an), ia berkata “ Percuma memerangi umat Islam saat ini, karena kita tidak akan mampu menguasainya, selama didada pemuda-pemuda Islam masih bertengger al Qur’an, Tugas kita adalah mencabut al qur’an dari hati mereka, dan kita akan memerangi dan menguasai mereka”

Perhatikan, bagaimana musuh-musuh Islam demikian gentar menghadapi Muslim yang didada dan hatinya masih bersemayam al qur’an....tapi ketika sebagian umat ini telah “keluar” dari Al qur’an, maka bukti nyata kekalahan umat Islam pada perang salib tahun 1924 atau 42 tahun setelah pernyataan Goldstone, artinya, satu generasi yang di”paksa” keluar dari habitatnya, dari Al qur’an, maka saat itulah kita kehilangan kemampuan terbaik kita.

Pun ketika kita sudah jauh dari sunah dan Masjid, yang menjadi lingkungan yang ideal bagi kita umat Islam. Tidak ada lain tempat dan lingkungan yang paling pas bagi perkembangan akidah dan keimanan kita kecuali kita kembali pada lingkungan asli kita, yaitu Al Qur’an, sunah dan masjid.

Maka berhati-hatilah terhadap propaganda-propaganda yang disadari atau tidak akan menyeret kita dari lingkungan alami kita, berhati-hatilah terhadap perang peradaban dan pemikiran (Ghaswul fikri) dari kaum orientalis yang mencoba untuk membuat kita bingung dan tidak mengenali habitat kita sendiri, mereka secara terus melakukan upaya-upaya pendangkalan akidah melalui kedok budaya, film-film yang tidak layak tonton, iklan serta isu-isu kapitalisme, ham dan plurarisme.....

No comments:

Post a Comment