Monday, February 19, 2007

Kenapa Allah menguji kita?

Ketika kita mendapat “ujian” dari Allah berupa sedikit rasa takut, kekurangan,rasa lapar dan lainnya, kita seakan-akan menjadi orang yang paling malang, orang yang paling menderita, orang yang paling dibenci oleh Allah. Keluh kesah, putus asa dan rasa frustasi menghinggapi jiwa kita sehingga kita menjadi kerdil karenanya. Kita menjadi seorang pesakitan yang terpojok disisi ruang kehidupan. Kita minder, malu dan lainnya...

Jika kita mau membuka hati dan pikiran kita barang sedikit saja terhadap apa yang menimpa kita, maka kita akan menemukan jawabanya, bahkan tepat didepan mata kita. Kadang kita hanya terpaku pada satu pintu saja, padahal demikian banyak pintu-pintu yang lain disekeliling kita yang terbuka, namun kita telah terlanjur terbelenggu oleh pikiran kita sendiri sebenarnya. Kita terburu-buru mengambil keputusan dan memvonis ini dan itu sebelum kita mencari jawaban yang sebenarnya, kita telah menerjunkan diri kita sendiri dalam jurang kebinasaan, padahal jembatan diseberang sana terbentang.

Sepotong besi yang berkarat, tidak akan banyak berguna apabila besi itu dibiarkan tetap berkarat. Sepotong besi hanya akan menampakan nilai lebihnya manakala besi itu dibakar ditungku api yang sedekian panas, sehingga besi itu lentur dan dapat dibuat sesuatu yang berguna bagi sipembuatnya.

Pun dengan kita, mungkin karat dan dosa kita sudah sedemikian tebal, sehingga tidak mampu lagi dihilangkan hanya dengan menggosoknya dengan antikarat, mungkin satu cara terbaik bagi kita adalah dengan cara membakar dan meleburnya, baru kemudian kita bentuk sesuai dengan keinginan kita. Panas memang, gerah mungkin, tapi dibalik semua itu, kita akan mendapatkan berbagai macam kebaikan yang akan mengantar kita pada jenjang kemuliaan.

Mari sejenak kita berhenti mengeluh atas “kemalangan” yang menimpa kita, untuk kemudian sedikit membuka ruang hati kita untuk mengetahui kenapa Allah “Menguji” kita? Dan dengan apa Allah menguji kita?

a. Untuk mengetahui orang – orang yang “berjihad” dijalan Allah. Salah satu makna dari kata “jihad” adalah bersungguh – sungguh dalam melakukakan sesuatu”. Orang yang berjihad bukan hanya orang yang berperang dengan mengangkat senjata memerangi musuh, “jihad” juga dapat dilakukan dengan bersengguh – sungguh memerangi musuh terbesar manusia, yaitu hawa nafsu, jihad juga dapat dilakukan dengan bersungguh-sungguh menuntut ilmu agama, jihad juga dapat dilakukan dengan bersungguh-sungguh memerangi kebodohan dan kemiskinan, jihad juga dapat dilakukan dengan cara melaksanakan perintah Allah dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan, jihad...masih banyak ladang jihad yang lain, menjadi pengajar yang bersungguh-sungguh dan ikhlas, menjadi da’i yang hanya mencari ridha Allah semata, Jihad adalah salah cara Allah untuk menguji kita untuk mengetahui kadar “kesungguhan” kita dalam melaksanakan perintah-Nya.

Ayat berikut mungkin bisa dijadikan referensinya:

16. pakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(At Taubah:16)

b. “Kemalangan” maupun “kenikmatan” yang kita rasakan, sebenarnya adalah salah satu bentuk ujian bagi kita juga.
Ketika Allah menguji kita dengan “keburukan” maka ketika itu Allah tengah menguji tingkat kesabaran dan tawakal kita kepada Allah. Ketika kita diuji dengan “kenikmatan”, ketika itulah rasa syukur kita diuji.

Kedua-duanya, baik itu kenikmatan ataupun kemalangan, dijadikan Allah sebagai barometer penghambaan kita kepada-Nya.

Ketika kita sabar dan tawakal dengan ujian “keburukan” maka janji Allah bagi kita adalah dihapuskannya dosa-dosa kita dengan kemalangan itu, dan maqam yang tinggi disisi Allah atas kesabaran kita, Innallaha ma’a sabariin”, sesungguhnya Allah bersama orang – orang yang sabar.

Indah bukan? Masihkan kita akan terus larut dengan keluh kesah kalau kita sudah mengetahui makna dan hikmah dibalik ujian yang kita jalani.

Perhatikan ayat berikut;

35. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.(Al Anbiya:35)

Tapi khan sabar itu susah....

Benar, untuk menjadi orang sabar itu “susah”, dan karena tingkat kesulitannya yang tinggi itulah Allah membalasnya dengan derajat yang tinggi pula, bukankah kita semua maklum bahwa semakin tinggi tingkat resiko atau kesulitan, semakin besar pula peluang untuk mendapatkan sesuatu yang besar, jadi....kenapa kita harus takut menghadapi tantangan jika kita tahu dibalik semua itu ada sesuatu yang mahal dan berharga?

Perlu proses memang, makan waktu pasti, pilihan kita adalah berjuang untuk menjadi sabar untuk mendapatkan sesuatu yang kita idamkan, dengan resiko menghadapi tantangan, atau berdiam diri disudut-sudut sempit kehidupan dengan terus berkeluh kesah, mencari kambing hitam untuk kemudian kita mati konyol? Renungkanlah...........

Pun ketika “kenikmatan’ menghampiri kita, untuk menguji rasa syukur kita. Sebuah tantangan tersendiri bagi siapapun untuk bisa menjadi hamba yang bersyukur. Kita kerap lalai untuk memanjatkan rasa syukur kepada Allah karena sebagian besar dari kita tidak menganggap “Kenikmatan” itu sebagai sebuah “ujian”.

Kita cenderung menganggap kenikmatan yang kita miliki sekarang adalah karena saya, karena keuletan saya, karena kegigihan saya, karena kepintaran saya, sehingga kita “lupa” untuk bersyukur. Perhatikan firman Allah dalam ayat berikut;


49. Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru kami, Kemudian apabila kami berikan kepadanya nikmat dari kami ia berkata: "Sesungguhnya Aku diberi nikmat itu hanyalah Karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak Mengetahui. (Az-Zumar:49)

53. Dan Demikianlah Telah kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang Kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?"

c. Ketika kita hendak masuk kesebuah universitas misalnya, ada ujian-ujian tertentu yang harus kita ikuti untuk mengetahui layak tidaknya kita masuk kedalam komunitas universitas tersebut. Pun demikian halnya dengan Syurga yang dijanjikan Allah, untuk menjadi salah satu dari penghuni Syurga, kita diuji oleh Allah dengan berbagai ujian agar kita memenuhi syarat-syarat penghuni Syurga yang indah nan abadi itu.

Dalam ayat berikut Allah menerangkan perihal diatas;


214. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al Baqarah:214)


d. Harta dan anak, adalah salah satu bentuk ujian juga yang harus disikapi secara benar. Kenapa?

Ada banyak diantara kita yang terlena dengan harta yang banyak, sehingga melalaikannya dari mengingat siapa yang memberikan harta itu kepadanya. Siang – malam mereka berlomba-lomba mengumpulkan dan menghitung hartanya, yang mereka kira akan dapat menyelamatkannya dari api neraka atau kematian. Sama sekali tidak benar jika harta kita akan mampu menyelematkan kita dari malaikat maut, juga tidak berdasar jika kita beranggapan harta kita mampu membeli kebahagian dunia dan akherat.

Kebahagiaan dunia dan akherat hanya akan mampu “dibeli” dengan raya syukur dan sikap tawakal, bukan dengan harta, sebanyak apapun harta itu.

Pun halnya dengan anak, mereka juga ujian. Anak adalah amanah yang kelak harus dipertanggung jawabkan dihadapan rabbul izzati, bukan untuk dibangga-banggakan tanpa pendidikan yang benar. Betapa pentingnya menjaga amanah anak ini, hingga Allah menurunkan sebuah hikmah yang termaktub dalam surat Luqman, bagaimana seharusnya orang tua mendidik anak-anaknya, agar kita, para orang tua tidak terjebak kedalam fitnah/ujian dari anak-anak kita – (baca surat Luqman, disana ada beberapa kaidah dalam mendidik anak, seperti mendidik ketauhidan, mengajarkan shalat, dan bagaimana berinteraksi dengan manusia - penulis)


28. Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Al Anfal:28)


e. bentuk ujian lain adalah dengan “sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan”, sebagaimana firman-Nya berikut ini;


155. Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(Al baqarah:155)


Untuk apa Allah menguji kita dengan semua itu? Tujuannya tidak lain agar kita menyadari betapa lemahnya kita, dan menyadari bahwa dari Allah-lah kita berasal, dan kepada-Nya kita akan kembali, Insya Allah.

156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101].(Al baqarah:156)



[101] artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. kalimat Ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.


Masih banyak lagi jenis dan bentuk ujian yang Allah berikan kepada kita, dan jauh lebih banyak hikmah yang terkandung didalamnya, yang penting bagi kita sekarang adalah kesadaran kita mengenai “ke-Maha-Bijaksanaan” Allah yang diberlakukan kepada mahluk-Nya, baik itu berupa kenikmatan atau “kejelekan” kemudian kita memohon kepada Allah untuk diberikan kemampuan untuk dapat”lulus” dari ujian-ujian tersebut;


286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."(Al Baqarah:286)

Demikian sekelumit hikmah tentang judul diatas, semoga Allah menjadikan kita orang – orang yang mampu melaksanakan "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun” dengan benar, Amiin.

Wassalam

Januari 03, 2007

No comments:

Post a Comment