Monday, February 19, 2007

Namanya Ibu Ani (At-Tin – Ramadhan 1426H)

Ba’da shalat Jum’at, terdengar pengumuman dari dewan kesejahteraan Masjid At-tin; “Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah, mohon jangan beranjak dulu, karena pada hari ini, kita akan menyaksikan 2 orang saudari kita yang akan berikrar mengucap dua kalimah syahadat, mohon kirannya hadirin menjadi saksi atas mualafnya saudari kita ini”.

Selang beberapa saat, muncul dua orang wanita berkerudung, yang satu wanita setengah baya, dan satu lagi seorang gadis cantik yang tinggi semampai memasuki ruangan masjid At-tin yang megah. Dua wanita itu, ibu setengah baya, yang kerudungnya pun masih tampak kaku, ia bernama Ibu Ani, asal Banyuwangi – Jawa Timur. Tidak ada yang tampak spesial pada wanita paruh baya ini, seorang perempuan sederhana dengan logat jawa yang masih cukup kental. Hingga akhirnya Ibu Ani duduk bersimpuh dihadapan seorang ustadz, disaksikan hampir seluruh jama’ah Jum’at yang hadir pada hari itu.

“Bapak, ibu serta hadirin sekalian,” Pak Ustadz memulai acara, “Pada hari ini, insya Allah kita akan menyaksikan saudari-saudari kita, yaitu Ibu Ani dan Saudari Amanda Jelita (Nama gadis cantik yang masuk bersama bu Ani tadi-pen), akan berikar untuk masuk Islam”.

“Subhanallah” hampir serentak hadirin mengucapkan kalimat tasbih demi mendengar pengumuman itu.

“Ibu Ani, apakah ibu sudah siap? Tanya Pak Ustadz

Ibu Ani menjawab “ Sudah Pak”.

“Baiklah, kita mulai ya Bu” Ustadz dengan tenang kemudian memulai acara ikrar tersebut.

“Bu Ani, kalau boleh kami tahu, apa yang mendorong ibu untuk masuk Islam” Tanya pak Ustadz kalem.

Ibu itu terdiam sejenak, kemudian ia berkata lirih, “Saya tidak tahu pak, tapi selama kurang lebih tiga tahun ini, setiap kali saya mendengar suara yang dikumandangkan dari masjid (suara adzan – pen), saya merasakan sesuatu yang saya tidak mengerti, hati saya bergetar hebat, dan entah mengapa air mata saya mulai membasahi pipi saya, dan saya selalu menangis didalam kamar setiap kali kalimat-kalimat itu dikumandangkan, meski saya sendiri tidak mengerti artinya”.

“lebih dari tiga tahum saya merasakan ini, hingga saya bertemu seorang muslimah yang mengatakan itu hidayah, dan beliau menyarankan saya untuk meminta nasehat kepada seorang ustadz, dan akhirnya mengantar saya kesini”, lanjut bu Ani lirih.

Hadirin terdiam sejenak terbawa oleh perasaannya masing-masing, sementara sebagian hadirin mengatakan tidak tahu apa yang mereka rasakan saat itu, karena tiba-tiba kami merasa ada palu godam yang menghantam sisi terdalam hati kami...tiba-tiba terdengar sesenggukan dan tangis dari para hadirin, tangis yang lebih dari 25 tahun tidak pernah mereka rasakan. Tiba-tiba kami merasa malu pada diri sendiri terlebih pada Allah, karena selama ini, kami yang mengaku sebagai seorang muslim pun tidak pernah merasakan getaran yang dirasakan oleh ibu Ani yang notebene ketika itu belum islam bahkan tidak tahu apa nama seruan itu...jadi benarkah keislaman saya..? demikian bekukah hati saya sehingga saya tidak merasakan keagungan kalimat adzan yang saya tahu arti harfiahnya dengan baik....lama pertanyaan yang menggugah itu terngiang, kemudian kami seperti disadarkan akan kekhilafan kami selama ini........

“Baik bu, jika ibu sudah yakin untuk memeluk islam......” pak ustadz kemudian menerangkan sedikit mengenai rukun-rukun dalam islam dan sedikit uraian lainnya.

Maka tibalah saatnya bagi Bu Ani dan rekannya, Amanda Jelita untuk mengikrarkan dua kalimat syahadat.

“Ikuti saya ya bu...” kata sang ustadz, “Ashadu alla ilaha illalLahu wa ashadu anna Muhammadan Rasulullah”.

Bu Ani coba menirukan apa yang diucapkan Pak Ustadz, “Ashadu lalla...” terasa berat lidah ibu Ani mengucapkan kalimat tersebut.

Pak ustadz mengulangi mengucapkan kalimat syahadat yang benar, tapi sekali lagi bu Ani mengulangi kesalahan pelafadan kalimat tersebut, sampai akhirnya Bu Ani tertunduk dan menangis karena sampai tiga kali dia tidak bisa mengucapkan kalimat syahadat.

Dukh....sekali lagi kesadaran kami dihantam oleh palu godam, kali ini bahkan lebih keras lagi....kami yang merasa setiap hari mengucapkan kalimat syahadat dalam shalat, tidak pernah merasakan betapa nikmatnya bisa mengucapkan kalimat agung itu...kami tidak pernah merasakan apapun ketika mengucapkannya, padahal, subhanallah, ternyata, kita yang mengaku orang islam telah dikaruniai oleh Allah kemampuan untuk mengucapkan kalimat tersebut dengan mudah..atau karena saking mudahnya..kita tidak lagi bisa merasakan keagungannya....

“Tenang dulu ya bu, coba ibu tarik nafas dan ulangi sekali lagi” kata pak Ustadz sambil kembali menuntun ibu Ani mengucapkan kalimat syahadat....

Dan entah bagaimana akhir dari proses ikrar ibu Ani dan juga Amanda Jelita yang mengucapkan kalimat syahadat sesudahnya, karena sebagian dari kami sudah tidak tahan dengan hantaman yang bertubi-tubi pada titik kesadaran kami yang terdalam, kami keluar dan menutup wajah dengan sorban, tak tahan menahan rasa malu pada Allah dan pada diri sendiri......

No comments:

Post a Comment