Monday, February 19, 2007

Islam

“ISLAM = Ingin Selamat Laksanakan Ajaran Muhammad”

Demikian jawaban seseorang yang secara tidak sengaja bertemu dengan penulis pada pukul 2 dini hari disebuah masjid. Beliau dalam perjalanan dari Jakarta menuju Cirebon ketika itu. Entah siapa namanya, karena pertemuan kami memang singkat, sehingga kami belum sempat saling kenal.

Sebuha jawaban yang mungkin akan disanggah habis-habisan oleh orang-orang cerdik pandai dan orang-orang ahli syari’at, karena memang tidak ada dalil maupun haditsnya, dan kalau penulis ditanya apa dasarnya, sejujurnya penulis tidak tahu atas dasar apa beliau mendefinisikan Islam demikian.
"Apa itu Islam?" tanya si Raja Habsyah kepada Jaafar bin Abi Talib r.a. pada saat beliau Hijrah ke Negeri tersebut, beliau menjawab;:
"Islam itu ialah mengajarkan kami untuk menyembah ALLAH Yang Esa dan tidak menyekutukanNYA dengan sesuatu."
Jadi apa saja ajaran yang dibawa Nabi Muhammad sehingga mampu menjadi “penyelamat” dari fitnah dunia dan akherat?
Apa itu Islam? Tanya Malaikat Jibril kepada Rasul;
Rasulullah (s.a.w) pun menjawab,"ISLAM ialah mengucapkan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad pesuruh Allah, menunaikan solat,membayar zakat,berpuasa sepanjang bulan Ramadhan dan menunaikan hajji ke Baitullah apabila berkemampuan."
Ajaran pertama –
Ajaran Kedua – Menunaikan Shalat, sebagaimana kita maklum bahwa salah satu fungsi Shalat adalah mencegah orang yang mendirikannya dari perbuatan keji dan munkar. Ketika kita terpelihara dari perkataan dan perbuatan keji, ketika kita terproteksi dari kemaksiatan dan kemunkaran dengan sebagai hikmah yang diperoleh dari pelaksanaan shalat yang benar, maka bukankah berarti kita akan “selamat” dari kejelekan diri dan kejelekan amaliah kita, kita menjadi terproteksi dari segala dosa dan sebaliknya akan termotivasi untuk melakukan amal shaleh.
Ketika kita terlindungi dari sifat jahat dan sebaliknya kita menjadi manusia yang gemar melakukan kebaikan, bukankah dalam itung-itungan lahiriah kita itu sebagai syarat tercapainya “keselamatan”? jadi itukah yang dimaksud bapak tadi?
Ajaran ketiga – Membayar Zakat, fungsi zakat adalah untuk membersihkan “diri dan harta kita” dari segala macam subhat yang mungkin terbawa kedalam kehidupan kita. Ketika kita senantiasa bersih, baik itu bersih lahir maupun bathin, maka kita akan menjadi “imun” terhadap berbagai penyakit, baik itu penyakit lahiriah, maupun penyakit bathiniyah seperti sombong, ujub, riya, dan takabur. Bukankah jenis-jenis penyakit ini yang akan menjerumuskan kita kedalam juran kehancuran, dan ketika kita terbebas dari penyakit-penyakit ini, maka Insya Allah kita akan selamat fi dunya wal akhirat, jadi itukah yang dimaksud bapak tadi?
Ajaran keempat – Menunaikan ibadah shaum dibulan Ramadhan, Rasyid Ridha menuturkan bahwa selain memiliki formal, yaitu menahan diri hal-hal yang membatalkannya, puasa secara fungsional adalah untuk mendidik jiwa kita dari keinginan terhadap keduniawian yang berlebihan (Tarbiyatul lil iradah), melatih jiwa kita untuk taat terhadap perintah Allah swt (Tareqat al malaikat), meneladani sifat-sifat ketuhanan seperti kasih sayang, sabar dan dermawan (Tarbiayatul illahiyah) serta untuk menyucikan jiwa kita (Tazkiyatun an nafs). Ketika nilai yang terbentuk dengan ajaran puasa ini dapat dicapai, maka kita sebagai manusia akan mempunyai peluang yang sangat besar untuk selamat dari jebakan-jebakan iblis dan bala tentaranya. Jadi itukah yang dimaksud bapak tadi?
Ajaran kelima – Menunaikan ibadah haji, salah satu rukun haji adalah wukuf di Arofah. Arofah padanan kata Arofah adalah Arifun, ya’rifu, arofatun makrifat, yang semuanya bermuara pada sebuah makna yang sangat agung, yaitu seorang Haji akan menjadi orang arif lagi bijaksana, seorang haji akan makin mengenal siapa dirinya, sehingga akan makin menyadari betapa ia kecil dihadapan Allah swt dan akhirnya Makrifat, mengenal siapa Allah, tuhannya. Bukankah ini juga sebuah jaminan “keselamatan” bagi orang yang memilikinya? Jadi itukah yang dimaksud bapak tadi?
Wallahu’alam, Maha Suci Allah yang telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya, perlu satu tahun lebih bagi penulis dhaif ini untuk sekedar mengira-ngira apa maksud si Bapak yang sekarang entah dimana.
Wassalam

January 25, 2006

No comments:

Post a Comment