Sebuah cerita tentang bagaimana indahnya berdesakan dalam Bus yang mengantar penulis pulang-pergi kerja dari Cikampek – Cibitung. Setiap pagi, demi mengejar jam kerja yang rata-rata masuk pukul 8.00, orang-orang berlomba untuk saling mendahului menaiki bus kota, pun demikian dengan penulis dan beberapa teman lain. Kami senantiasa bersiaga penuh menunggu bus, begitu bus yang sesuai jurusan, kami berlari dan berlompatan kedalam bus untuk memperoleh tempat duduk. Karena kapasitas bus yang terbatas, sebagian kami terpaksa harus berdiri bergelantungan dan sebagian lain duduk bersandar dengan nyaman.
Dari sinilah cerita berawal, yaitu perilaku para penumpang bus yang duduk dan yang berdiri sungguh sedemikian kontras. Penulis melihat, hampir setiap orang yang berdiri berusaha memperoleh pegangan dengan kedua tangannya, kakinya berdiri memasang kuda-kuda untuk menahan goncangan bus yang berlari kencang, punggung pun sedapat mungkin disandarkan pada sandaran kursi, pokoknya sedapat mungkin mendapat pegangan dan sandaran agar tidak jatuh ketika bus ngerem mendadak atau bermanuver.
Sementara para penumpang yang memperoleh tempat duduk, mereka duduk santai, sama sekali tidak berpegangan dan bahkan kadang-kadang tertidur, sungguh sebuah pandangan yang kontras.
Bus dan perjalanan adalah gambaran hidup dan kehidupan kita, sementara penumpang adalah kita sendiri. Penumpang yang berdiri, kemudian berpegangan dan bersandar sedemikian rupa adalah gambaran kita pada saat kita berjuang mendapatkan sesuatu atau ketika kita ditimpa sesuatu yang tidak kita inginkan, katakanlah musibah. Ketika itu, kita, seperti penumpang bus yang berdiri tadi, berusaha memegang apapun yang mungkin, kita mencari orang-orang disekeliling kita untuk dimintai tolong, sanak-saudara dan juga pada saat itu kita menjadi sangat taat kepada Allah (seperti gambaran diatas, bahwa kita bukan hanya bersandar secara horizontal pada kursi, kita juga berpegangan secar vertikal pada pegangan bus).
Namun ketika semua masalah dan musibah berlalu, kita kembali lalai, silaturahim yang kita jalin selama ini, menjadi terbengkalai dengan alasan kesibukan, pun demikian ketaatan kita pada Allah Swt mulai memudar, kita lebih disibukan oleh impian-impian kita daripada beribadah kepada Allah, persis seperti penumpang yang dapat duduk tadi, tertidur pulas, tanpa peduli siapa disekelilingnya.
Allah menyindir manusia jenis ini dengan friman-Nya dalam surat Luqman:32
32. Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus[1186]. dan tidak ada yang mengingkari ayat- ayat kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.
[1186] yang dimaksud dengan jalan yang lurus ialah: mengakui ke-esaan Allah.
Idealnya, kapanpun dan pada saat apapun, kita senantiasa harus berpegang teguh pada tali Allah secara istiqomah...dan tidak tertidur dan terlena karena sedikit nikmat yang ada pada kita.
Semoga Allah memberikan kepada kita sifat Istiqomah dalam meniti perjalanan hidup ini.
Wassalam
Desember 30, 2006
Monday, February 26, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment