“Witing tresno Jalaran Saka Kulino” sebuah pepatah jawa yang sangat populer, yang menurut seorang teman yang berasal dari Semarang berarti “ Awal cinta karena seringnya ketemu” (Maaf kalah salah mengartikannya), atau dalam bahasa Indonesia kita mengenal pepatah “Tak Kenal Maka Tak Sayang”.
Jenjang pernikahan kita, juga diawali oleh intensitas perkenalan, pertemuan, dan kemudian menumbuhkan rasa cinta, yang akhirnya mengantar kita untuk memutuskan menikah dengan istri/suami kita.
Kecintaan kita terhadap hobi kita juga berasal dari banyaknya informasi dan pengetahuan kita tentang hobi kita tersebut. Sebagai misal, hobi Arung Jeram yang bagi sebagian orang dianggap berbahaya, tidak demikian halnya bagi orang yang tahu seluk beluk olahraga tersebut dan menyukainya, mereka menyukai tantangannya, mereka menyukai kesulitan-kesulitannya, mereka menyukai apapun yang berkaitan dengan arung jeram, karena seringnya mereka melakukan aktivitas itu dan ditunjang dengan pengetahuan yang memadai tentangnya.
Pun ketika kita hendak memilih sebuah produk yang akan kita beli, umumnya sedapat mungkin kita mengumpulkan informasi mengenai produk tersebut, berapa harganya, siapa produsennya, bagaimana kualitasnya, singkatnya, kita perlu mengenal produk yang akan kita beli sebelum kita benar-benar membelinya.
Kecintaan kita terhadap pekerjaan, juga diawali oleh pengenalan kita terhadap pekerjaan kita, melakukannya dengan terus-menerus baru kemudian menimbulkan rasa “cinta” terhadap pekerjaan kita.
“Cinta berawal dari kenal dan intensitas kita terhadap sesuatu”
Lalu bagaimana kita dengan Allah, sudahkah kita mengenal-Nya?
Lalu bagaimana kita dengan Rasulullah, sudahkah kita mengenal beliau?
Lalu bagaimana kita dengan Islam, sudahkah kita mengenal Agama kita dengan baik?
Pertanyaan yang paling mungkin muncul ketika kita dihadapkan dengan pertanyaan diatas adalah;
“Untuk apa kita mengenal Allah,
“Untuk Apa kita harus mengenal Rasul dengan baik?”
“Untuk apa kita harus tahu Islam dengan Benar?”
“Mengenal” Allah Swt adalah pokok dari agama, sesuai dengan dalil yang menyatakan “ Awallu dinni makrifatullahi ta’ala – Awal dari ad dien adalah mengenal Allah Swt”.
Agama atau ad-dien adalah “jalan hidup” “way of live” yang berisi aturan dan larangan untuk menuntun manusia kejalan yang benar dengan melaksanakan aturan yang digariskan dan menjauhi larangan yang tidak diperbolehkan.
Ketika kita melaksanakan suatu aturan, pekerjaan atau tuntunan, sementara kita tidak mengenal siapa yang membuat aturan tersebut, kita akan cenderung untuk meremehkan aturan tersebut.
Ketika kita dilarang melakukan suatu amaliah, sementara kita tidak tahu siapa yang melarangnya, sekali lagi, kita akan cenderung untuk mengabaikan larangan tersebut.
Pun demikian dengan agama atau ad-dien tadi. Ketika kita tidak mengenal Allah yang telah membuat “Aturan dan Larangan” melalui apa yang kita sebut Syari’at, kita cenderung untuk meremehkan aturan tersebut dan mengabaikan larangan-Nya.
Contoh kecil adalah ketika kita melaksanakan shalat, sementara kita tidak tahu siapa yang memerintahkan shalat, sebagian dari kita kemudian memunculkan pertanyaan-pertanyaan; “kenapa kita harus shalat”, apa yang kita dapat dengan shalat”, penting tidaknya shalat” dan lain sebagainya. Kita seolah-olah lebih pandai dan lebih tahu dari yang membuat aturan, karena memang kita belum mengenal siapa yang membuat aturan shalat tersebut.
Contoh lain, ketika kita diperintahkan puasa; “Untuk apa kita berlapar-lapar puasa, ketika kita diperintahkan berzakat, untuk apa kita mengeluarkan uang hasil jerih payah kita, terus demikian, selama kita belum mengenal Sang Pembuat Aturan.
Pun ketika kita dilarang berjudi, dilarang mabuk, dilarang berzinah, dilarang korupsi, pertanyaan “untuk apa”, kemudian “menurut pendapat saya.....” akan terus muncul dan akan semakin menjauhkan kita dari kebenaran.
Akan berbeda jika kita tahu Allah, Dzat yang telah membuat aturan dan larangan seperti contoh tersebut diatas. Ketika kita “mengenal” Alla Swt sebagai Dzat yang Maha Benar lagi Maha Tahu, Insya Allah kita tidak lagi mempertanyakan untuk apa kita shalat, untuk apa kita berlapar puasa, untuk apa kita berzakat, karena kita sadar sepenuhnya bahwa syari’at yang digariskan Allah adalah sesuatu yang Paling Benar ditinjau dari segi apapun, baik itu secara lahiriah maupun dari segi bathiniahnya. Jika kita “belum menemukan” jawaban atas pertanyaan – pertanyaan seperti diatas, bukan berarti syari’atnya yang salah, tapi lebih karena keterbatasan yang ada pada kita, “Tidaklah Aku beri kalian ilmu, melainkan sedikit”, demikian sebuah ayat yang Allah yang menyatakan keterbatasan kita sebagai manusia.
Jadi fungsi pertama kita mengenal Allah adalah agar kita mampu melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh rasa cinta, disertai rasa takut, diliputi rasa takjub dan takdim, disertai keikhlasan,(karena kita telah mengenal bahwa yang memerintahkan dan melarang kita adalah Dzat Yang Maha Benar, Yang Maha Tahu, Yang MahaPengasih dan Yang Serba Maha), yang kita tahu, Ikhlas adalah salah satu syarat diterima tidaknya amal kita selain juga Ilmu.
Yang kedua, dengan mengenal Allah akan melahirkan rasa syukur kita kepada Allah swt. Betapa tidak, jika kita harus berbhakti dan berterima kasih kepada kedua orang tua kita, jika kita harus hormat pada ustadz dan guru kita, kita harus berterima kasih kepada siapapun yang telah berjasa dan berlaku baik kepada kita, lalu kenapa kita “lupa” berterima kasih kepada Yang Telah Menciptakan kita?”. Yang Telah membentuk kita dalam bentuk yang paling sempurna, yang telah mengajari kita dengan perantaraan kalam, yang telah memberi rizki kita, yang telah memasukan siang kedalam malam agar kita beristirahat, yang telah memasukan malam kedalam siang, waktu kita untuk bertebaran dimuka bumi, yang telah menjadikan yang hidup dari yang mati, dan menjadikan semua yang hidup menjadi mati, yang menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan buah-buahan yang banyak dengan air itu sebagai rezeki bagi kita, yang menunduukan lautan dan binatang untuk kepentingan kita, yang menjadikan kita khalifah dimuka bumi, yang membuat kita bisa bergerak, berbicara, mendengar dan merasa, dan yang...semuanya, kita tidak akan dapat menghitung nikmat-Nya kepada kita;
34. Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Ibrahim:34)
18. Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An Nahl:18)
Ketiga, dengan mengenal Allah akan menjadikan kita pribadi yang mutaqqin, pribadi yang mendapat maqon spesial disisi Allah, yakni pribadi yang memiliki ciri dan karakter sebagai berikut:
- Pribadi yang bertauhid secara benar, yang meng-esakan Allah dalam setiap aktivitas dan peribatannya, pribadi yang mengetahui dan mengakui bahwa apa yang terjadi dialam ini adalah atas af’al-nya (perbuatan Allah), pribadi yang meng-esa-kan asma dan sifat-Nya, pribadi yang meyakini bahwa “Laa maujuda ila llah, laa ma’buda ila llah, laa matluba ila llah, laa maksuda ila llah”.
13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
- Pribadi yang selalu bertaubat, sebagai pengakuan atas kedhaifan dirinya sebagai mahluk yang tidak lepas dari bujuk rayu nafsu angkara (lihat tulisan: Orang pintar selalu beristighfad, fungsi dan peranngya – pen)
8. Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
- Pribadi yang tawadlu, yang rendah hati, karena ia menyadari siapa dirinya dihadapan Allah dan ditengah-tengah kehidupan dunia, yang tidak memalingkan mukanya dari manusia lain, dan tidak berjalan dimuka bumi dengan angkuh;
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
- Pribadi yang Tasawuf, pribadi yang menjaga dari kecintaan terhadap dunia yang berlebihan
- Pribadi yang Tawakal, yang menyadarkan harapan, usaha dan do’anya kepada Allah semata
- Pribadi yang Taqorrub, yakni senantiasa mendekatkan diri kepada penciptanya
- Pribadi yang senantiasa Tafakur, memikirkan ciptaan Allah sehingga terucap “Subhanaka maa kholaqta hada bathil”, Maha Suci Allah yang menciptakan semua ini bukan sia-sia”
- Pribadi Tasyakur, pribadi yang senantiasa bersyukur.
Ada yang mengumpamakan mengenal Allah adalah ibarat kita membuka rekening untuk deposito amal kita. Selama kita tidak mengenal Allah, selama itu pula amal ibadah kita belum bisa dibukukan.
Ada pula sebagian orang yang mengibaratkan mengenal Allah laksana memiliki sebuah rumah tempat menampung barang dan perabotan yang kita beli dengan susah payah. Sekalipun barang milik kita banyak, ketika tidak ditempatkan pada tempat yang benar, dinaungi dari panas dan hujan, maka kemungkinan barang itu rusak atau hilang sangat besar. Pun demikian dengan amal kita, ketika kita beramal sementara kita belum mengenal Allah dengan benar, maka pahala kita akan tercecer berantakan, rusak atau bahkan hilang.
Hal pokok yang kedua yang wajib diketahui oleh kita adalah Islam, kenapa?
Lagi, ketika kita akan membeli sebuah produk, kita harus mengetahui kualitas suatu barang yang akan kita beli, tentu dengan membandingkannya dengan produk, merk dan barang sejenis yang ditawarkan. Akan lebih aman bagi kita untuk membeli produk berlabel “resmi”, seperti spare part “resmi” honda, pelumas “resmi” pertamina, dan lain sebagainya.
Pun ketika kita memutuskan memilih jalan hidup kita, agama kita, Islam adalah agama “resmi” yang diakui oleh Allah, selainnya, adalah bathil.
19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.(Ali Imran:19)
[189] maksudnya ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.
Kita, sebagai umat Islam, harus tahu benar dan menyadari bahwa satu-satunya agama yang haq adalah Islam, yang dengan mengamalkan ajaranya kita akan selamat fi dunya wal akherat. Kita harus tahu benar kebenaran Islam bukan hanya dengan mengetahui merknya saja, lebih dari itu, kita harus tahu isi yang terkandung didalamnya, sehingga kita benar-benar yakin dan nyaman untuk berada dalam naungan agama resmi tersebut.
Kekurang tahuan kita akan Islam, akan menimbulkan syakwasangka yang bukan pada tempatnya, kita akan mudah terombang-ambing oleh doktrin-doktrin yang menyesatkan yang sengaja atau tidak kita terima dari musuh-musuh Islam. Kekurang pahaman kita pada ajaran resmi ini, akan menjadikan kita setengah-setengah dalam mengamalkannya, kekurang tahuan kita adalah sebuah bukti rendahnya tingkat keberagamaan kita....singkatnya kita wajib mengetahui Islam dengan benar.
Akan halnya mengenal Muhammad bin Abdullah sebagai Nabi dan Rasulullah, adalah hal pokok ketiga yang wajib bagi kita, mengapa?
Ketika kita berikrar bahwa “Muhammad rasulullah” adalah berarti kita mengakui kebenaran Nabi Muhammad sebagai utusan Allah untuk menyampaikan risalah-Nya, untuk menuntun manusia menuju jalan tuhan yang lurus dan benar. Ketika kita “mengakui”, berarti ada sebuah konsekuensi untuk mengikuti ajaran yang dibawanya, lalu bagaimana kita akan mengikuti ajarannya, sementara kita belum mengenalnya, mengenal Rasulullah?
Nabi Muhammad adalah teladan yang sudah mendapat garansi dari Allah tentang keluhuran bukti pekerti dan akhlaqnya, lalu kenapa sebagian dari kita masih ada yang menjadikan orang lain selain beliau sebagai teladan? Ada yang menjadi kyai sebagai rule model, yang kemudian ketika kyai panutannya itu dianggap tidak sesuai dengan keinginanya, mereka kecewa, ada yang menjadikan orang yang dianggap pintar sebagai rujukan dan lain sebagainya...apa yang mereka dapat? Sebuah kekecewaan karena memang mereka – para panutan itu belum mendapat stempel resmi sebagai teladan dan tak lepas dari kekurangan dan kekhilafan, karena memang yang seharusnya menjadi teladan kita adalah Rasulullah.
Kekurang tahuan kita terhadap sosok Baginda Rasulullah menjadikan kita meraba-raba tokoh panutan yang akan kita turuti, tapi sekali lagi tidak ada jaminan bahwa tokoh selain Rasullulah itu sudah adan akan berlaku dan bertindak sesuai dengan harapan kita.
Lalu bagaimana cara kita mengenal Allah, Islam dan Rasul-Nya?
Ada banyak ulama dan kyai yang Insya Allah bisa menuntun kita untuk mengenal pokok-pokok agama tersebut, Ingat tulisan “Olah Jiwa” poin lima “Wong Alim gembulana – bergaulah dengan para ulama”, semoga Allah menuntun kita kejalan-Nya yang lurus lagi di ridhai.
“Al haqqu min rabbikum – yang benar itu dari Tuhanmu”, sementara kekurangan tulisan ini adalah karena kedhaifan penulis.
Astaghfirullah rabbal baraayaa, astaghfirullah minal khathayaa.........
Desember 18, 2006
Friday, February 16, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment