Dinda, gadis kecil yang pernah muncul dalam tulisan “Darimu Nak, Ayah belajar”, kini terlah beranjak besar, usianya sekarang hampir 6 tahun. Seiring pertambahan usianya, makin banyak saja pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan kepada ayahnya. Hampir setiap pulang mengaji, dia selalu bertanya kepada ayahnya mengenai apa arti ayat-ayat yang dibacanya, seperti pada suatu hari, ia bertanya pada ayahnya;
“Pah Alhamdulillah itu apa sih artinya”
“Pah Ar-Rahmanirrahiim tuh apa sih artinya”
“Pak kata bu guru anak itu harus nurut pada orang tuanya ya pah..emangnya kenapa anak harus nurut.....?
Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lugu khas seorang anak. Tidak ada maksud penulis menokohkan sianak, hanya sekedar bahan renungan bagi kita, para orang tua dan para calon orang tua untuk bersiap diri dalam upaya kita menjadi pengemban amanah dari Allah untuk menjadikan anak-anak kita sebagai generasi penerus kejayaan panji-panji Allah dengan menjadikan mereka anak-anak yang sholeh wa sholihah.
Lalu apa saja tanggung jawab kita sebagai orang tua terhadap amanah yang dititipkan Allah kepada kita?
Anak, dalam bahasa sunda disebut BUDAK, dan dari sinilah kemudia sebagian orang menerjemahkan tugas dan tanggung jawab orang tua kepada anaknya.
BUDAK diartikan sebagai kependekan dari:
B = Bereeun, artinya tanggung jawab kita sebagai orang tua wajib “bere” atau memberi nafkah pada anak-anaknya, baik itu nafkah lahir berupa sandang, pangan dan papan, maupun nafkah bathin berupa kasing sayang, perlindungan dan membuat rasa aman bagi anak-anaknya.
Pemberian nafkah lahir bathin yang memadai dari orang tua menjadikan anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Pemenuhan kebutuhan lahiriah akan membentuk jasmani anak dengan baik sehingga memungkinkan sianak untuk dapat melakukan aktivitas dengan baik.
Rasa aman, kasih sayang dan perlindungan akan membentuk pribadi dan psikis anak untuk dalam berhubungan dengan dunia luar dengan baik dan wajar. Rasa tertekan, tidak adanya kasih sayang dan perlindungan dari orang tua akan membentuk pribadi-pribadi broken home yang pada gilirannya sianak mencari apa yang tidak didapatnya dirumah, mereka kemudian mencarinya dijalanan. Banyak sudah korban diantara anak-anak kita yang diakibatkan ketidakmampuan memberikan nafkah lahir dan bathin kepada anaknya, mereka kemudian menjadi korban narkotika, korban exploitasi dan masih banyak lagi efek negatif yang timbul dari kurangnga “Bereeun” orang tua kepada anaknya
U = Uruseun, artinya sebagai orang tua kita berkewajiban mengurus anak-anak kita, baik itu mengurus dalam arti membesarkannya, maupun mengurus segala keperluan si anak untuk menjadi anak yang shaleh dan sholehah.
D = Didikeun, Pendidikan, tidak dapat dipungkiri menjadi masalah yang sangat serius yang harus diperhatikan oleh para orang tua. Pendidikan yang memadai akan memungkinkan anak untuk dapat menemukan dunianya.
Perkembangan zaman yang demikian cepat menuntut setiap anak untuk mempunyai pengetahuan dan pendidikan yang setinggi mungkin, dan itu adalah tanggung jawab kita sebagai orang tua. Keterpurukan umat Islam saat ini, konon salah satunya adalah kurangnya tingkat pendidikan yang memadai bagi anak-anak dan generasi muda islam, sehingga kita, anak-anak kita dan generasi muda kita lebih banyak jadi penonton daripada pelaku dijaman yang serba canggih ini, bahkan yang lebih memprihantikan, sebagian anak dan generasi muda kita menjadi “korban” perkembangan zaman akibat minimnya pendidikan kita.
Dipundak kitalah sekarang, para orang tua dan calon orang tua untuk melahirkan “generasi emas” untuk mengembalikan kejayaan umat Islam dengan membekali anak-anak kita dengan pendidikan yang memadai, selain juga kita membekali diri kita, para orang tua dengan pengetahuan yang memadai pula, sehingga mampu menjadi pendidik dan teladan bagi lahirnya generasi emas penerus sejarah kejayaan Islam.
A = Agamaeun, kalau diatas tadi disebutkan bagaimana pentingnya pendidikan bagi anak-anak kita, Islam mengajarkan prioritas pendidikan dan pengetahuan mana dulu yang mestinya kita berikan-sebagai bekal anak-anak kita menghadapi masa yang akan dihadapinya. Inilah yang juga harus menjadi pertimbangan kita, bahwa kita mendidik anak kita dengan kondisi “saat ini”, untuk menyiapkan sianak menhadapi “saat itu”, saat dimana anak-anak kita hidup pada masanya, masa yang mungkin akan jauh berbeda dengan yang kita hadapi sekarang, tantangan yang mungkin jauh lebih besar dari bekal yang kita berikan pada anak-anak kita saat ini.
Demikian pentingnya anak dan demikian besarnya tanggung jawab kita untuk dapat menjaga mereka, Allah, Tuhan Semesta Alam dengan kemurahan-Nya memberikan bimbingan pada kita prioritas pengetahuan dan pendidikan serta bekal mana saja yang wajib, harus dan patut bagi sianak.
Pelajaran dan bekal pertama yang harus kita berikan pada anak kita adalah sebagaimana apa yang dipesankan Luqman pada anaknya;
13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Luqman:13)
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar", ini adalah pondasi dasar yang harus kita tanamkan pada anak-anak kita sedini mungkin. Kenapa?
Arus zaman yang sedemikian cepat mengalir, akan menghanyutkan siapapun yang tidak mempunyai pondasi aqidah yang kokoh, akan menyeret siapapun dan membenamkannya pada jurang kemusryikan jika kita tidak menanamkan landasan aqidah yang kuat pada anak-anak kita.
Bagaimana kemudian dalam keseharian kita menemukan orang-orang yang memuja harta, orang yang menghamba pada pangkat dan jabatan, orang-orang yang kemudian menjadi abdi-abdi berhala dan budak-budak dunia, sehingga mereka lupa darimana mereka berasal, yang diakibatkan oleh rendahnya pondasi aqidah mereka, akankah kita mengulangi kesalahan orang-orang tua dulu yang membiarkan anak-anaknya tanpa pondasi aqidah yang kokoh? Naudzubillah....tanggung jawab kitalah para orang tua untuk menjada diri kita dan keluarga kita dari api neraka....
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Pelajaran dan bekal kedua yang harus kita tanamkan pada anak-anak kita adalah;
14. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.(Luqman:14)
[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
Berbuat baik dan hormat pada kedua orang tua adalah menjadi sesuatu yang mahal saat ini. Dengan mudah kita bisa menemukan contoh bagaimana seorang anak yang memperlakukan kedua orang tuanya secara tidak patut.
Mereka main perintah, main suruh, main bentak kepada orang tuanya, kepada ibunya yang telah mengandungnya dengan susah payah, menyusuinya, dan memeliharanya, kepada ayahnya yang berangkat pagi pulang malam untuk mencari nafkah bagi anak dan istrinya, karena mereka merasa telah menjadi “orang” sehingga merasa berhak menjadikan orang tuanya yang kolot sebagai “pembantunya”, Naudzubillah.
Tapi apakah sikap tidak patut yang ditunjukan sianak pada keduanya adalah mutlak kesalahan sianak? Belum tentu juga...mungkin orang tuanya dulu yang kurang menanamkan apa yang Luqman tanamkan pada anak-anaknya, untuk hormat dan memperlakukan kedua orang tuanya dengan penuh hormat dan kasih sayang...
Penulis sangat yakin kalau semua kita setuju bahwa apa yang kita tanam, maka itu yang akan kita tuai, bagaimana kita menanamkan rasa hormat pada anak kita sedari kecil, itu pulalah yang kelak akan kita petik ketika mereka besar kelak. Baik yang kita tanam, insya Allah baik pula yang akan kita tuai. Jelek benih yang kita tabur, buruk pula buak yang akan kita petik.
Siapa menanam kebaikan, maka ia akan menuai hasilnya, siapa menebar kejelekan, maka ia pula yang akan merasakannya.
Pelajaran ketiga adalah tanamkan rasa kebersamaan dengan Allah pada anak, kapanpun, dimanapun, kita harus membiasakan diri kita dan mendidik anak kita dengan sebuah konsep ketuhanan yang benar, bahwa apapun yang kita lakukan, sekecil apapun, pasti akan konsekuensinya.
Dengan konsep ini, kita melatih dan mendidik anak kita untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab, baik itu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarga dan tanggung jawab terhadap lingkungannya kelak.
Jika sedini mungkin anak sudah mengetahui akibat dan tanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya, insya allah, mereka, anak-anak kita tidak menjadi gamang menghadapi perputaran roda kehidupannya kelak.
Mereka akan sangat berhati-hati dalam perkataan dan perbuatan ketika mereka atau kita menyadari bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar, tidak ada satupun yang luput dari-Nya, dan Insya Allah ini akan menjadi bekal yang sangat berharga bagi kehidupannya kelak.
Luqman berpesan kepada anaknya;
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus[1181] lagi Maha Mengetahui. (Luqman:16)
[1181] yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya.
Pelajaran keempat, Dirikanlah shalat serta beramar makruf nahi munkar,serta sabar dalam menghadapi ujian. “Shalat, Amar Makruf Nahi Munkar dan Sabar” Kenapa ketiga pelajaran itu disatukan?
Insya Allah penulis akan mencoba mencari referensi tentang hal tersebut diatas agar lebih lengkap, tapi yang jelas, itulah yang diajarkan Luqman kepada anaknya sebagaimana tercantum dalam ayat berikut;
17. Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Pelajaran selanjutnya adalah menanamkan sikap tawadlu, sikap rendah hati kepada anak, lihat “sekedar senyum-pun kita perlu orang lain” sebagai penjelasan betapa kita harus menjauhkan anak-anak kita dari sifat dan sikap takabur bin sombong alias besar kepala.
Lagi pesan Luqman kepada anaknya;
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.(Luqman:18)
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
[1182] Maksudnya: ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat.
Agar kita mampu mendidik anak sesuai dengan tuntuan al qur’an, maka kita pun harus menjadi “Luqman – luqman” masa kini, semoga Allah menganugerahi kita hikmah dan kebijaksanaan sebagaimana Allah berikan hikmah itu kepada hamba-Nya, Luqman.
K = Kawinkeun, kewajiban kita selaku orang tua selanjutnya adalah menikahkan anak-anak kita. Nikah adalah salah satu syariat yang dibawa oleh obor penerang kehidupan umat manusia, manusia mulia, Muhammad Ibnu Abdullah. Maka nikahkanlah anak-anak kita sesuai dengan tuntunan syariat yang benar lagi di ridahai.
Semoga kita dibimbing oleh Allah untuk dapat menjaga dan mendidik amanah-Nya yang dititipkan kepada kita, yaitu Anak-anak kita.
Wassalam
Januari 04, 2007.
Monday, February 19, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment