Ramadhan, terambil dari akar kata Ramadho yarmidhu, yang berarti terik, panas yang membakar.
Secara etimologi Ramadhan berarti bulan penghapusan dan peleburan dosa-dosa dengan cara berpuasa/shaum
Shaum atau shiam sendiri terambil akar kata al imsak, yang artinya menahan diri, yang secara syar’i didefinisikan bahwa shaum adalah menahan diri dengan niat dari hal-hal yang membatalkannya, seperti makan, minum dan jimak dengan istri dari mulai terbitnya matahari sampai terbenamnya.
Dari pengertian ini, seorang ulama yang bernama Rasyid Ridha, membagi nilai puasa kedalam dua kelompok;
1. Nilai puasa secara formal; yakni nilai puasa bagi orang yang melaksanakan shaum hanya dengan menahan diri dengan niat dari hal-hal yang membatalkannya dari terbit matahari sampai terbenamnya. Nilai ini menggugurkan kewajiban mukallaf terhadap perintah puasa secara syariat.
2. Nilai puasa secara fungsional. Salah satu fungsi puasa adalah membentuk pribadi-pribadi muttaqin, yakni dengan sebuah proses pendidikan;
- Tarbiyatul lil iradah – pelatihan terhadap keinginan, adalah benar bahwa keinginan merupakan salah satu fitrah manusia. Keinginan untuk maju dan berkembang, keinginan untuk memiliki pendidikan tinggi, jabatan dan hal-hal positif lainnya adalah merupakan fitrah manusia demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Tetapi ketika keinginan-keinginan itu disertai dengan kata berlebihan dan dilakukan dengan cara-cara yang justru melanggar fitrah kemanusian itu sendiri, maka puasa berfungsi untuk mengendalikan dan mengembalikan kesalahan tadi pada jalur yang sebenarnya. Lebih jauh Al imamul Ghazali, dalam kitab Ihya Ulumdinya mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat sifat-sifat:
i. Robbaniyah, yakni sifat-sifat ketuhanan, seperti sifat sabar, kasih sayang, pemaaf dan lainnya
ii. Syaitoniyah, yakni sifat-sifat syetan, yakni sombong, angkuh dan takabur
iii. Bahimiyah, sifat-sifat kebuasan
iv. Sabaiyah, sifat-sifat kehewanan
Puasa secara fungsi bertujuan untuk menumbuhkembangkan sifat-sifat-sifat Robbaniyah dan sebaliknya mengekang dan mengendalikan ketiga sifat jahat yang ada dalam diri manusia, yakni dengan menahan rasa lapar dan haus serta menahan nafsu amarah dan nafsu kebinatangan
- Tarekatul lil malaikat –pelatihan sifat-sifat kapatuhan, sebagaimana layaknya kepatuhan malaikat
- Tarbiyatul lil ilahiyah, sama seperti halnya pelatihan sifat-sifat Robaniyah
- Syekhul islam Ibnu Taimiyah menambahkan bahwa secara fungsi puasa juga berfungsi sebagai Tazkiyatun An Nafs, proses pembersihan diri
Lalu apa barometer keberhasilan puasa seseorang?
Secara umum, berhasil tidaknya puasa merubah seseorang menjadi mutaqqin adalah bahwa adanya peningkatan kualitas, baik itu kualitas pribadi maupun kualitas ibadah. Ciri lain dari orang mutaqqin adalah sebagaimana yang sebutkan dalam beberapa ayat berikut ini:
1. Alif laam miin[10].
2. Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12],
3. (yaitu) mereka yang beriman[13] kepada yang ghaib[14], yang mendirikan shalat[15], dan menafkahkan sebahagian rezki[16] yang kami anugerahkan kepada mereka.
4. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang Telah diturunkan sebelummu[17], serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[18].
5. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung[19].
Tuesday, February 27, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment