“Kereta Api, biar hitam banyak yang menanti”
Demikian ungkapan yang sering kita dengar, benar memang, kereta api, dibalik “keangkeran” fisiknya, banyak dinanti dan diminati para pengguna jasa transportasi, karena selain murah, transportasi jenis ini “relatif” lebih aman karena kereta berjalan direl yang telah ditentukan dan mempunyai jadwal yang teratur.
“Rel dan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api” merupakan tema kali ini. Pernahkah kita membayangkan bagaimana kereta api yang keluar dari rel-nya? Pasti, jumlah korban akan banyak, selain penumpang yang digerbong kereta itu sendiri, juga orang-orang yang berada didekatnya akan turut menjadi korban.
Lalu, bagaimana seandainya kereta api mengatur jadwal keberangkatan dan kedatangannya sendiri? Sekehendak masinisnya? Pasti pula akan terjadi kekacauan dan tabrakan, dan pasti juga akan banyak korban.
Itu kereta api, lalu bagaimana dengan kita manusia?
Allah Swt menciptakan manusia lengkap dengan panduan dan “rel” yang harus dilaluinya agar ia bisa selamat sampai tujuan. “Rel” bagi perjalanan hidup manusia itu bernama “syari’at”. Bayangkan betapa banyak “korban” yang akan jatuh, ketika anak manusia keluar dari “rel syari’at”nya, pasti lebih banyak jumlah korban yang akan jatuh daripada korban kereta api yang keluar dari relnya. Selain dirinya, jauhnya kita dari syari’at agama yang benar, akan membawa korban keluarga kita, lingkungan atau bahkan mungkin akan memakan korban sebuah bangsa. Kondisi kita dewasa ini, merupakan cermin kecil bagi kita, semakin banyak orang yang keluar dari “rel syar’at” maka semakin banyak korban yang jatuh. Kekayaan yang dikumpulkan dengan tidak mengindahkan nilai-nilai syari’at, telah menimbulkan ketimpangan dan kemiskinan yang demikian parah. Kekuasaan yang dicapai dengan meninggalkan syari’at, betapa kita akan menyaksikan kekuasan yang “brutal” yang banyak memakan korban.
Lalu kalau kereta api diatur dengan jadwal, selain berjalan pada rel yang benar, manusia pun dituntut untuk menjalankan “gerbong”nya dengan “tarekat” yang benar. “Rel syari’at” yang sudah ditata sedemikian rupa, akan menjadi percuma ketika tidak dijalankan dengan cara/tarekat yang benar. Mudahnya begini, kita tahu syari’at shalat, tapi ketika dilakukan dengan cara yang salah, misalnya dengan bahasa dan gerakan sendiri, apa jadinya;
contoh kecil begini: Bacaan takbir “Allahu Akbar”, secara syari’at, kemudian ada orang yang coba melaksanakannya dengan caranya sendiri, sehingga kalimat takbirotul ihram itu berbunyi” Allah nan gadang” kata orang padang. “Allah nu Agung” kata orang sunda, orang jawa mengatakan “Gusti ingkan Ageng”....persis seperti kereta api yang mengatur jadwal kedatangan dan keberangkatannya sendiri, kacau dan rentan terjadi tabrakan.
Ketika kereta api berjalan diatas rel yang benar dan sesuai dengan jadwal keberangkatan dan kedatangan yang benar, maka peluangnya untuk mencapai statiun tujuan menjadi sangat besar.
Sebaliknya, kereta yang berjalan diluar rel dan jadwal yang tidak beratura,maka kemungkinan sampai sampai tujuan menjadi menipis atau bahkan hilang sama sekali.
Pun dengan manusia, ketika kita berjalan di rel syari’at, dan dengan panduan tarekat yang benar, maka kemungkinan kita sampi pada statiun “hakekat” menjadi sangat terbuka. Sebaliknya, ketika kita mengabaikan syari’at dan tidak mengindahkan “tarekat’, maka tujuan kita untuk sampai pada Hakekat hanya sekedar menjadi impian.
Desember, 01, 2006
Friday, February 16, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment