Ditengah perubahan cuaca yang akhir-akhir ini relatif tidak menentu, panas dan hujan silih berganti, telah menimbulkan berbagai jenis penyakit yang identik dengan perubahan dan pergantian cuaca. Penyakit flu, diare, malaria, demam berdarah dan bebagai penyakit lain harus diwaspadai agar kita bisa terhindar (dengan izin Allah tentunya) dari berbagai jenis penyakit ini.
Ketika kita terserang Flu misalnya, kita akan segera dan serta merta mencari obat untuk mengatasinya, ketika gejala-gejala penyakit demam berdarah menyerang kita atau keluarga kita, kita pun pasti khawatir dan cemas serta cepat-cepat ke dokter untuk memastikan bahwa kita dan keluarga baik-baik saj.
Rasa khawatir, cemas, serta kesigapan kita ketika kita mengalami gejala penyakit adalah sebuah reaksi normal, karena kita menyadari demikian pentingnya arti kesehatan bagi kita, karena kita menyadari bahwa hanya dengan kondisi yang fit yang kita bisa melakukan berbagai aktivitas kita, kita bisa pergi ke masjid untuk shalat berjamaah, ke kantor untuk bekerja, dan aktivitas keseharian kita lainnya.
Kepedulian kita terhadap penyakit-penyakit lahiriah, kadang tidak diimbangi dengan kepedulian kita terhadap penyakit-penyakit yang ada dalam dada kita, kita kadang kurang atau bahkan tidak peduli sama sekali dengan berbagai penyakit yang menghinggapi jiwa kita.
Ketika virus-virus kemusyrikan hinggap dalam hati kita, kadang kita tak peduli, atau bahkan kita tidak mengetahuinya sama sekali.
Ketika bakteri-bakteri kesombongan menjangkiti hati kita, kita juga kadang tak peduli, dan bahkan kita tidak mengetahuinya sama sekali.
Ketika kuman-kuman iri, dengki dan riya bersarang dalam hati kita, kita kadang tak peduli, atau bahkan kita tidak mengetahuinya
Ketika bibit –bibit penyakit kemunafikan menyerang kita, kita kadang tidak peduli atau bahkan tidak mengetahuinya sama sekali.
Ketika virus-virus kemusyrikan, bakteri kesombongan, kuman-kuman iri, serta bibit-bibit penyakit ini telah bersarang dihati kita, dan kita sama sekali tidak peduli dengan penyakit ini, lambat laun, penyakit ini akan berinkubasi menggerogoti bathin dan jiwa kita, sehingga kita akan menjadi manusia yang secara jasmani sehat, namun justu jiwa kita rapuh dan menderita.
Ketika masa inkubasi penyakit bathiniah ini dibiarkan menyebar dalam diri seseorang, kemudian menyerang orang-orang disekitarnya, maka sangat boleh jadi kemusyrikan, kesombongan, sifat iri, dengki dan riya serta kemunafikan akan menjadi sebuah endemik yang akan menyerang sebuah keluarga, sebuah lingkungan, sebuah wilayah atau bahkan sebuah bangsa.
Padahal bahaya yang ditimbulkan oleh jenis penyakit bathiniah ini jauh lebih besar dari apa yang ditimbulkan oleh jenis penyakit lahiriah yang paling mematikan sekalipun. Kalau akibat yang ditimbulkan demam berdarah, flu burung atau AIDS sekalipun paling banter hingga pasien itu meninggal, tapi ketika penyakit bathiniah sudah menghinggapi kita, kehancuran lebih besar, bahkan lebih besar dari kematian akan menjadi sebuah keniscayaan.
Virus kemusyrikan misalnya, ketika penyakit ini menyerang seseorang, segolongan atau suatu wilayah, maka yang akan menjadi korban bukan hanya orang-orang yang berbuat syirik saja, melainkan semua orang yang berada disekitarnya. Kehancuran yang ditimbulkanpun tidak hanya kehancuran harta benda yang dihantam banjir, bukan hanya rumah dan mobil yang berantakan terhanyut air bah, lebih dari itu, akherat kita juga menjadi terancam.
Allah tidak akan menerima apapun jenis ibadah kita ketika kita melakukan ibadah dan ritual itu disertai dengan penyekutuan terhadap-Nya, Allah tidak akan menerima amal ibadah kita, selama penyakit syirik ini menghinggapi hati kita, tidakkah ini sebuah bencana diatas bencana? Naudzubilah!
Kalau kita demikian peduli dan khawatir dengan penyakit lahiriah, harusnya kita lebih khawatir dan lebih peduli dengan penyakit yang ada dalam dada kita, dengan penyakit jiwa kita.
Tafakur sejenak ditengah keheningan malam, mungkin disaat itulah kita bisa merasakan bagaimana hati dan jiwa kita kering kerontang, karena tak pernah disiram dengan siraman kerohanian.
Mungkin hati dan jiwa kita merana karena tak pernah diberi vitamin jiwa, dengan membaca al qur’an misalnya.
Mungkin hati dan jiwa kita juga berkarat, karena tak pernah dipergunakan untuk dzikir kepada Allah.
Mungkin hati dan jiwa kita juga mengeras dan membatu, karena selama ini kita membiarkannya diterpa panasnya kesombongan dan didera guyuran kemunafikan.
Mungkin hati dan jiwa kita menanggis dan merintih karena selama ini kita lebih peduli dengan penampilan dan kesehatan lahiriah semata, tapi justru hati dan jiwa kita tak pernah mendapatkan perhatian yang semestinya.
Kita, disebut manusia, kala dua unsur lahiriah dan bathiniah kita dalam keadaan sehat dan berfungsi sebagai mana mestinya. Jasmani saja yang sehat tak lebih dari seonggok daging yang membungkus tulang dan darah, tak akan banyak bermanfaat apa-apa bagi diri kita, apalagi bagi orang lain. Maka sehatkan jasmani kita dan hidupkan hati dan jiwa kita, agar kita benar-benar menjadi “manusia”.
Mari selamatkan jiwa-jiwa kita dari kekufuran, serta penyakit-penyakit jiwa lainnya, sementara kita juga tak melalaikan untuk tetap menjadi kesehatan lahiriah kita, sehingga kelak ketika kita kembali ke hadapan Allah, jiwa kita disambut Allah;
27. Hai jiwa yang tenang.
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
30. Masuklah ke dalam syurga-Ku.
Karena jiwa inilah yang akan kembali kepada Allah, sementara jasad kita yang selama ini kita bangga-banggakan, tak lebih hanya akan menjadi santapan cacing-cacing tanah.
Wassalam
Februari 16, 2007
Friday, February 16, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment