“Jangan pernah merasa bosan”, demikian sebuah nasehat dari seorang shohib, yang senantiasa terngiang kala jenuh melanda, kala malas mendera, kala aral menjelma.
Bosan, jenuh, malas, adalah sebentuk “penyakit” hati yang kerap melanda setiap kita. Kita kerap merasa jenuh, malas, dan bosan dalam pekerjaan, kita kerap merasakan jenuh,malas dan bosan untuk belajar, kita juga kerap merasakan hal yang sama dalam hubungan kita dengan teman, tetangga atau saudara, bahkan kadang dalam beribadah pun kita merasakan kejenuhan, kemalasan, dan “bosan” melaksanakan aktivitas penghambaan kita pada sang khaliq.
Apa yang menyebabkan timbulnya rasa jenuh, rasa malas dan bosan tersebut?
Pertama, adanya ekspektasi (Pengharapan) yang berlebihan
Faktor yang mempengaruhi semangat kita dalam bekerja, dalam belajar, dalam hubungan kita dengan sesama dan dalam aktivitas ibadah kita adalah karena kita sering mengharapkan sesuatu yang berlebihan.
Dalam bekerja misalnya, kita kadang mengharapkan pujian dan perhatian dari atasan kita atas kinerja kita, ketika itu tidak dapatkan, maka yang terjadi adalah demotivasi.
Dalam belajar misalnya, kita kadang terlalu terpaku pada nilai diatas selembar ijazah dan hasil ujian daripada ilmunya, sehingga kadang-kadang kita harus nyontek demi mengejar nilai, tapi ketika contekan kita tak berhasil mengatrol nilai kita, maka yang terjadi adalah pengkambing hitaman guru atau dosen, yang kemudian bermuara pada kejenuhan dalam belajar.
Dalam berhubungan dengan teman misalnya, kita kadang terlalu berharap lebih pada rekan kita, kita mengharapkan semuanya sesuai dengan harapan kita, kadang kita tidak menyadari bahwa setiap orang mempunyai pola pikir yang berbeda dengan kita, mempunyai latar belakang yang berlainan dengan kita, dan mempunyai banyak perbedaan dengan kita. Ketika kita memaksakan bahwa rekan kita harus sesuai dengan kita, maka itu mustahil akan terjadi, maka terjadilah kejenuhan.
Dalam beribadah misalnya, kita kadang lupa, bahwa ibadah adalah sebentuk pengabdian kita kepada Allah dan sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap nikmat-nikmat-Nya. Kadang kita justru menjadikan ibadah kita ‘sekedar” alat untuk bisa memohon kepada Allah, ketika kita merasa bahwa Allah “pelit” dengan tidak mengabulkan permohonan kita (sebenarnya setiap permohonan kita dijawab oleh Allah, mungkin bentuk dan waktunya saja yang berbeda, sesuai dengan hak prerogatif Allah), kita jadi malas, jenuh dan bosan.
Baik dalam bekerja, dalam belajar, dalam berhubungan, dan dalam beribadah, adalah wajar jika kita mempunyai pengharapan, tapi mesti diingat, pengharapan kita jangan pakai “teuing”, jangan pakai terlalu, karena kita bukanlah sosok yang bisa menentukan, kita hanyalah sosok yang diwajibkan berusaha dengan kesungguhan, maka harapkanlah yang wajar-wajar saja.
Kedua, kurangnya keikhlasan
Ikhlas tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, “Saya ikhlas kok”, belum tentu, karena ikhlas hanya diketahui oleh Allah dan hati kita. Ketika kita berkerja hanya mengharapkan gaji semata, ketika kita belajar mengharapkan nilai semata, ketika hubungan kita mengharapkan pamrih semata, ketika ibadah kita hanya pamer belaka, maka jangan kaget ketika rasa jenuh, bosan dan malas akan dengan serta merta menyergap kita.
Kita pada umumnya akan mengatakan “ saya bekerja untuk mendapatkan uang”, kenapa tidak kita rubah mulai sekarang “ Saya mencari uang untuk mendapatkan pahala”, jauh lebih menguntungkan ketika kerja kita, belajar kita, hubungan kita kita niatkan sebagai ibadah, sehingga insya Allah gaji yang kita dapatkan dari kantor setiap bulan hanya sekedar “bonus”, karena intinya kita hanya mencari keridahaan Allah dan mengikuti sunnatullah untukk mencari nafkah.
Insya Allah, ketika kerja, belajar kita, hubungan kita, ibadah kita dilandasi dengan keikhlasan, kita akan terhindar dari kejenuhan, rasa malas dan bosan, end toh kita sudah mendapat jaminan dari Allah bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amal shaleh kita, terlepas kita dapat “bonus” atau tidak.
Ketiga adanya pamrih
Sekali waktu kita mungkin dimintai tolong oleh seseorang, dikali lain kita juga mengulurkan tangan kita untuk meringankan sesama, suatu saat mungkin kita juga dimintai nasehat atau kita menyampaikan dakwah lewat lisan dan tulisan atau dengan dakwah lainnya, tapi ketika pertolongan kita, keringan tangan kita, nasehat yang kita berikan, serta dakwah yang kita sampaikan hanya sekedar mengejar pamrih semata, yakinlah bahwa semua itu tidak akan berjalan lama.
Contoh kecilnya ketika kita tidak mendapatkan ucapan terima kasih atas pertolongan kita, ketika kita tidak mendapat aplaus dengan nasehat dan dakwah kita, ketika tulisan-tulisan kita tidak dibaca, ketika semua yang kita lakukan dengan pamrih, maka kejenuhan dan malas akan segera menghampiri kita.
Keempat kita baru sekedar penggemar,belum menjadi penikmat
Tahu bedanya penggemar dan penikmat? Kita penggemar kopi, misalnya, atau kita penggemar sepakbola, penggemar motor, kita tentu akan senang bila mendapatkan kopi, kita tentu akan senang jika berkesempatan nonton bola, kita akan senang jika ada yang mengajak kita keliling pake motor, itu saja, sekedar senang saja.
Beda jika kita penikmat kopi, kita tentu akan bisa merasakan perbedaan yang jelas antara kopi nescape dengan kopi cap ayam merak misalnya.
Beda jika kita penikmat sepakbola, kita tentu bisa membedakan pertandingan bermutu atau tidak.
Beda jika kita Biker sejati, bukan Cuma ikut-ikutan touring, tapi pasti kita akan mempersiapkan segala sesuatunya lebih dari sekedar orang yang gemar, kita akan lebih menikkmati touring kita.
Pun demikian halnya dengan bekerja, belajar dan beribadah, jika kita baru seneng kerja, yang kerja kita hanya sebatas yang jadi job desription kita saja, tidak ada inisiatif, kalau tidak disuruh yang sudah. Ketika baru seneng belajar, kita hanya akan belajar ketika menjelang ujian saja dengan sistem SKS (sistem kebut semalam), ketika kita baru seneng ibadah, ya shalatnya sekedarnya saja, sekedar gugur kewajiban saja.
Beda jika kita tahu bahwa dengan bekerja dan pergi kekantor misalnya, kita akan mendapatkan pahala, kita akan mendapatkan teman, kita akan mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan, dan lainnya, pasti kita akan dengan senang hati bekerja, tanpa merasa malas dan jenuh.
Beda jika kita mengetahui bahwa belajar bukan sekedar mengejar nilai, tapi lebih dari itu, “menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dari mulai buaian hingga keliang lahat”, bahwa Allah akan melebihkan beberapa derajat orang yang berilmu dibanding dengan orang bodoh, pasti belajar kita berkesinambungan, bukan sekedar sistem kebut semalam.
Beda jika kita tahu bahwa shalat adalah ibarat air sungai yang mampu membersihkan kotoran pada badan kita, seperti kata sebuah hadits, pasti kita tak akan lalai lagi dalam shalat kita. Beda jika kita tahu fungsi dan urgensi tahajud dalam kehidupan kita, pasti kita tidak lagi malas bangun malam dan bermunajat kepada sang khaliq.
Jangan pernah bosan belajar, jangan pernah bosan menyampaikan kebenaran, jangan pernah bosan untuk amar makruf nahi munkar, jangan pernah bosan saling memberi nasehat, jangan pernah bosan saling tolong menolong, jangan pernah bosan untuk saling mengingatkan, jangan pernah bosan untuk mengabdi kepada Allah, karena dengan itulah kita bisa “hidup” hingga sekarang.
Wassalam
February, 14, 2007
Friday, February 16, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment