Dalam pekerjaan pembangunan sebuah rumah, misalnya, kita akan menemukan sekelompok orang yang bekerja bahu-membahu untuk menjadikan rumah tersebut. Ada arsitek, ada tukang aduk, ada tukang gali, ada yang memasang batu bata, ada yang bekerja untuk memperhalus dan membentuk kayu menjadi kusen. Semua orang bekerja dengan giat, dengan jam kerja yang sama, yang kalau dilihat sepintas, mereka tentu akan mendapat upah yang sama pula.
Tapi coba kita lihat sekali lagi, apakah pendapatan orang yang bekerja seharian menggali pondasi sama dengan tukang kayu? Atau tukang pasang bata sama dengan orang yang menyiapkan aduk? Ternyata tidak. Setiap orang yang bekerja, meskipun dalam rentang waktu yang sama, mendapat imbalan yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat keahlian, pengetahuan dan tanggung jawabnya. Dan siapa diantara mereka yang mendapatkan bayaran tertinggi? Jawabannya adalah sang Arsitek, kenapa? Padahal si arsitek bekerja dalam tempo waktu yang sama dan bahkan dengan tenaga yang relatif lebih sedikit dibanding pekerja lainnya.
Jawabannya adalah arsitek adalah seorang ahli, yang bukan hanya tahu bagaimana komposisi adukan yang pas, bagaimana memasang bata yang benar, bagaimana kualitas bahan yang dipakai serta jumlah yang diperlukan, singkatnya, ia dibayar lebih mahal karena ia memang mengetahui segala sesuatu yang sedang dan akan dikerjakaanya secara baik dan detail.
Alhamdulillah, hampir semua kita melaksanakan shalat fardhu lima waktu dalam sehari semalam. Jika kita analogikan bahwa shalat yang kita “bangun” itu adalah rumah yang sedang dibangun seperti cerita diatas, maka apakah setiap kita yang melaksanakan shalat fardhu lima waktu sehari semalam mendapat imbalan yang sama disisi Allah?
Jawabannya persis seperti kisah tukang dan si arsitek tadi. Sebagian dari kita mungkin masih jadi “Tukang Shalat”, yaitu orang yang melaksanakan shalat sekedarnya saja, sekedar gugur kewajiban syara, sekedar memenuhi perintah, sekedar menunaikan kewajiban, sekedar mengejar bilangan shalat lima waktu, tapi belum tahu esensi shalat yang sesungguhnya, kita belum tahu untuk apa fungsi dan peran shalat sekarang dan nantinya, kita belum tahu kadar kebenaran dan diterima tidaknya shalat kita, benar tidaknya bacaan shalat kita, karena kita memang sekedar “Tukang Shalat”!.
Yang mengerti bacaan shalat, rukun dan syarat sahnya shalat, fungsi dan peran shalat, lalu bagaimana bangunan shalat hanyalah sang arsitek, maka agar kita mendapat ‘Imbalan” atas ibadah kita, jadilah seorang Ahli, seorang aristek, yang benar-benar tahu apa yang akan kita kerjakan, bukan hanya shalat, tapi juga ibadah-ibadah lainnya, misalnya puasa, jadilah Ahli puasa yang mengerti esensi dan fungsi puasa sebagai pembentuk pribadi mutaqqin, misalnya lagi zakat, yang secara esensi sebagai pembersih harta dan jiwa kita, dan ibadah-ibadah lainnya.
Semoga Allah menuntun kita menjadi orang-orang yang “Ahli Ibadah” bukan sekedar “Tukang Ibadah”. Amin.
Friday, February 16, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment