“Bagai sayur kurang garam”, demikian ungkapan yang sering kita dengar untuk menggambarkan sesuatu yang kurang sreg dihati kita. Kenapa garam? Bukankah garam adalah sesuatu yang murah, sangat murah mungkin, kenapa enak tidaknya suatu masakan sangat bergantung pada garam...berarti garam adalah sesuatu yang “bukan apa-apa, tapi menentukan apa-apa, maksudnya terlepas dari jenis, bentuk, harga dan rasanya, garam merupakan faktor penting bagi sesuatu masakan.
Saya tidak pandai untuk membuat perumpamaan, yang saya maksudkan dengan pengandaian diatas adalah kita mungkin saat ini bukan siapa-siapa, kita bukan seorang yang pandai secara syari’at, pun belum sampai pada tataran tarekat yang benar apalgi sampai pada hakekat. Tapi dengan sesuatu yang Allah amanahkan kepada kita berupa ilmu, pengetahuan, kedudukan atau harta yang kita miliki, kita bisa memposisikan diri kita sebagai garam, yaitu ikut berperan sebagai penentu enak tidaknya sesuatu, meski ya itu tadi, dengan ilmu, harta dan kedudukan yang kita miliki sekarang yang sangat jauh dari kata memadai, persis seperti garam yang murah harganya namun besar perannya.
Mengutip penyataan seorang da’i kondang “orang yang baik adalah orang yang paling berguna bagi orang lain”, kita tidak harus jadi dai dulu baru kemudian kita mengajak orang melakukan kebaikan, tidak melulu harus jadi kyai dulu ketika kita harus berbagi ilmu dengan sesama, tidak harus punya uang milyaran dulu baru kita berderma, tidak perlu jadi presiden dulu baru kita mengayomi, siapapun kita, dimanapun kita, kita bisa menempatkan diri agar berguna bagi sesama, sekarang juga, dengan menyampaikan apa yang kita tahu, walau satu ayat, dengan apa yang kita miliki meski satu sen, dengan kedudukan yang kita miliki meski serba terbatas, Never put off till tommorow if you can do today.....
Kalau kita mau mengajak orang untuk bersama-sama sholat nunggu kita jadi ustadz dulu, belum tentu ada yang mau memanggil kita ustadz, kalau kita ingin berbagi ilmu nunggu sampai ilmu kita sempurna dan kita mampu mengamalkannya dengan benar, tidak ada kesempurnaan, karena kita mahluk yang dhaif, kalau kita mau mengayomi setelah kita jadi pejabat dulu, jangan-jangan setelah jadi pejabat kita lupa dengan cita-cita kita karena alasan kesibukan, pun kalau kita nunggu kaya dulu baru berderma, itu hanya dalih atas kekikiran kita saja.
Mari bismillah untuk menjadi ‘sesuatu yang berguna bagi orang lain” dari sekarang sambil terus memperbaiki diri dan menjaga niatan kita hanya untuk mardhatillah.
Pun demikian dengan tulisan ini, hanya sepercik “garam” yang mudah-mudahan berguna sebagai “penyedap” ruang pengetahuan kita.
Desember 08, 2006
Friday, February 16, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment